Jakarta (ANTARA) - Saksi kasus Menteri Pertanian periode 2019-2023 Syahrul Yasin Limpo (SYL), Fadjry Djufry menyebutkan para pejabat di Kementerian Pertanian (Kementan) sempat melakukan patungan dana untuk memenuhi permintaan pemberian tunjangan hari raya (THR) untuk SYL dan staf Rp50 juta.
Fadjry, yang merupakan Kepala Badan Standardisasi Instrumen Pertanian Kementan tersebut, mengatakan permintaan pemberian THR itu dilakukan oleh Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono sebanyak dua kali, yakni pada Mei 2021 dan April 2022.
"THR ini untuk Pak Menteri, ajudan, sopir, satpam, petugas rumah tangga, dan sebagainya. Masing-masing kami bagi," ungkap Fadjry dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Dia membeberkan, uang THR tersebut dibagi-bagi sebesar Rp10 juta untuk SYL dan sisanya dibagi rata ke para stafnya, di mana masing-masing mendapatkan uang dengan nominal yang beragam, seperti Rp500 ribu hingga Rp1 juta.
Fadjry menjelaskan sumber uang untuk patungan pemberian THR SYL beserta staf berasal dari penyisihan dana perjalanan dinas para pejabat, dana pemeliharaan kantor (bensin dan renovasi), hingga dana perjalanan dinas fiktif.
Uang THR itu, sambung dia, disiapkan oleh Kepala Bagian Umum Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementan Bekti Subagja dan dimasukkan ke dalam amplop.
"Lalu baru setelah itu diberikan ke yang bersangkutan secara langsung untuk stafnya. Kalau untuk Pak Menteri diserahkan ke ajudannya," ucap dia.
Sebelumnya, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.
Pemerasan dilakukan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Baca juga: Mentan tunda ke China demi kunjungi banjir di Agam
Baca juga: Kementan mendorong petani muda demi pemenuhan kebutuhan pangan
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.