NTB mendapat Rp3,6 miliar untuk "Kampung Kakao"

id Kampung Kakao

NTB mendapat Rp3,6 miliar untuk "Kampung Kakao"

Seorang petani menunjukkan biji kakao hasil panennya yang dijemur di Desa Karang Bayan, Kecamatan Lingsar, Gerung, Lombok Barat, NTB. (Foto ANTARA/Ahmad Subaidi)

Arahnya nanti, `Kampung Kakao` itu menjadi salah satu destinasi wisata andalan daerah
Mataram (Antaranews NTB) - Kementerian Pertanian menyetujui anggaran sebesar Rp3,6 miliar untuk program pembentukan "Kampung Kakao" di Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, pada 2018.

"Dari usulan anggaran yang kami ajukan sebesar Rp22 miliar pada 2017 disetujui hanya Rp3,6 miliar," kata Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB Husnul Fauzi.

Menurut dia, dana APBN sebesar Rp3,6 miliar tersebut merupakan langkah awal dari Kementerian Pertanian.

Untuk tahap awal, kata Husnul, luas lahan kakao yang akan dikembangkan seluas 200 hektare dari total 1.400 hektare potensi lahan yang ada di Kecamatan Gangga.

Pengembangan "Kampung Kakao" tersebut akan disinergikan dengan rencana pemerintah bersama investor yang akan membangun Global Hub Bandar Kayangan di Kabupaten Lombok Utara.

"Arahnya nanti, `Kampung Kakao` itu menjadi salah satu destinasi wisata andalan daerah," ujarnya.

Ia menyebutkan dana sebesar Rp3,6 miliar tersebut diarahkan untuk peremajaan tanaman kakao di lahan tahap pertama seluas 200 hektare. Selain itu, untuk sarana pendukung, jaringan perpiaan, alat pemangkasan, penyemprotan hama dan penyakit serta lantai jemur.

"Kami sudah melakukan verifikasi terhadap calon petani dan calon lahan (CPCL)," ucapnya.

"Kampung Kakao", lanjut Husnul, akan menyediakan bahan baku berupa biji kakao berkualitas untuk diolah menjadi produk coklat yang nilai ekonominya lebih tinggi.

Proses pengolahan menjadi coklat siap konsumsi dengan "branding" Lombok akan dilakukan di Pulau Jawa, oleh industri yang menjadi mitra petani kakao.

Hal itu dilakukan dengan pertimbangan ongkos produksi lebih murah dibandingkan dengan diolah oleh industri skala rumah tangga. Di samping pertimbangan kualitas kemasan agar bisa diterima oleh pasar modern.

Ia mengatakan penentuan pabrik pengolahan nantinya berdasarkan rekomendasi dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Jember, Jawa Timur. Pabrik pengolahan nantinya bekerja sama dengan koperasi petani kakao dalam hal penyediaan bahan baku.

"Koperasi petani kakao sudah ada. Koperasi yang akan mengatur suplai pasokan biji kakao ke pabrik pengolahan di Jawa," katanya. (*)