SEKBER PELAYANAN TERPADU KAPET BIMA MULAI BEROPERASI

id

      Mataram, 23/1 (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai mengoperasionalkan sekretariat bersama (Sekber) pelayanan terpadu pengembangan komoditas unggulan di kawasan pengembangan ekonomi terpadu (Kapet) Bima. 

    Sekber Pelayanan Terpadu di Kapet Bima itu diresmikan pengoperasionalannya oleh Gubernur NTB M Zainul Majdi di Bima, Jumat.

         Kapet Bima ditetapkan melalui Keppres Nomor 166 Tahun 1998 dengan luas wilayah 6.921,45 kilometer persegi atau 692.145 hektare dengan jumlah penduduk 664.486 jiwa.

         Cakupan wilayah Kapet Bima meliputi Kabupaten Bima (Kecamatan Rasanae Timur, Rasanae Barat, Belo, Woha, Monta, Bolo, Wawo, Wera, Sape, Donggo dan Sanggar) dan Kabupaten Dompu (Kecamatan Dompu, Hu'u, Woja, Kempo, Kilo dan Pekat).

         Kapet diartikan sebagai suatu wilayah geografis yang memiliki potensi untuk cepat tumbuh, karena mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi wilayah sekitar, namun membutuhkan dukungan investasi yang relatif besar untuk pengembangannya.

         Kabag Humas Setda NTB Andi Hadiyanto yang ikut mendampingi gubernur NTB saat peresmian Sekber Pelayanan Terpadu di Kapet Bima mengatakan sekber itu merupakan wadah berkumpul bagi para pihak untuk mengembangkan kawasan pengembangan komoditas unggulan.

         "Dengan adanyanya sekber ini pemerintah daerah, badan pengelola Kapet Bima, lembaga pembiayaan dan para pelaku bisnis dapat duduk bersama merumuskan konsep pengembangan secara terintegrasi dan berkelanjutan," katanya.

         Ia mengatakan Kapet Bima dengan luas wilayah 692.145 hektare tersebut terbagi menjadi kawasan hutan lindung seluas 438.296 hektare, dan kawasan budidaya seluas 253.854 hektare.

         Kawasan itu memiliki potensi unggulan di bidang pertanian seperti tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan, bidang pariwisata, perdagangan dan jasa serta industri berbasis agro.

         Peluang investasi pada pengembangan kawasan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil masih terbuka luas.

         "Khusus di bidang pertanian, Kapet Bima merupakan kontributor utama peningkatan produksi pangan NTB, karena setiap tahun Bima dan Dompu merupakan penyumbang produksi padi tertinggi di wilayah NTB, selain komodiri agro lainnya," katanya.

         Namun, kata Hadiyanto, potensi tersebut baru termanfaatkan sekitar 25 persen, sehingga masih banyak peluang pengembangan yang lebih optimal di masa mendatang.

         Karena itu, pemerintah daerah membentuk Badan Kapet Bima untuk memfasilitasi tumbuhnya gairah dan kegiatan investasi, karena sejak kapet ini didirikan pada 1998, pertumbuhannya sampai sekarang belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.

         Bahkan laju pertumbuhan pendapatan domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga konstan sejak 2003 hingga 2005 cenderung menurun dari 4,87 menjadi 2,42, dan indeks mutu hidup meskipun meningkat, namun masih jauh di bawah rata-rata nasional.      
    "Investasi ini pun tergolong nihil, sehingga diperlukan langkah-langkah strategis guna memacu para pelaku bisnis agar termotivasi meningkatkan kegiatan usahanya dengan orientasi bisnis yang sehat dan profesional," katanya.

         Ia menambahkan, salah satu langkah strategis itu adalah pembentukan sekber pelayanan terpadu di Kapet Bima untuk pengembangan komoditi unggulan sekaligus mengimplementasikan nota kesepahaman (MoU) yang telah disepakati bersama seperti MoU pemerintah daerah dengan Bank Indonesia (BI) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).(*)