Noviana ditemui di Surabaya, Sabtu, mengisahkan perjuangannya untuk mendapatkan gelar dengan predikat lulusan terbaik tidaklah mudah.
Terlahir dari pasangan Sutrisno dan Karyatiningsih yang serba kekurangan, Noviana harus mengamen dari satu tempat ke tempat lain untuk membantu perekonomian keluarganya.
"Ketika saya dalam kandungan, bapak yang berprofesi sebagai kuli bangunan mengalami kecelakaan parah saat bekerja. Karena kekurangan biaya, bapak tidak dioperasi. Beliau segera bangkit dan menjadi tukang becak walaupun belum sepenuhnya sembuh. Tidak lama berselang, becak bapak dicuri," kata anak keempat dari delapan bersaudara itu.
Pilihan mengamen bermula ketika kedua orang tua Noviana sakit keras. Kala itu, dua kakaknya mencoba untuk mengadu nasib di jalanan. Upaya ini kemudian diikuti oleh saudara-saudarinya yang lain, meskipun mendapat larangan dari orang tua.
"Akhirnya, bapak memperbolehkan kami mengamen dengan catatan sekolah tetap yang utama. Jangan dijadikan sumber penghasilan hingga dewasa. Bahkan, ibu dan bapak setia mengawasi kami saat mengamen. Selain itu, mereka juga sangat disiplin terkait pendidikan. Waktu beristirahat kami gunakan untuk mengerjakan tugas," kata Noviana.
Saat menjadi pengamen, Noviana beberapa kali berhadapan dengan aparat keamanan, bahkan ditahan di Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Surabaya dalam kondisi kurang layak.
Singkat cerita, setelah tidak mengamen, Noviana diterima di Fakultas Hukum Unair melalui jalur undangan. Dia mengaku sama sekali tidak bercita-cita berkecimpung di dunia hukum pada awalnya.
"Padahal, ketika masih kecil, saya lebih berkeinginan untuk menjadi guru matematika ketimbang sekolah hukum karena berfikir bahwa hukum dan politik itu kejam. Saya menjadi anak pertama di keluarga yang bisa melanjutkan sekolah hingga ke perguruan tinggi," ujarnya.
Selama kuliah, Noviana berusaha untuk tidak merepotkan keluarganya. Guna memenuhi kebutuhan perkuliahan, dia harus berdagang barang, menjadi pelatih olahraga panahan di salah satu klub memanah Surabaya, sampai menjajal magang di Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum (UKBH) FH Unair demi menambah pengalaman.
"Selain di UKBH UNAIR, saya juga pernah mengikuti pelatihan paralegal di Surabaya Children Crisis Center (SCCC). Yakni, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang ditujukan bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Saya belajar untuk turun langsung mengurus perkara anak di persidangan. Bagi saya itu adalah ilmu yang tidak ternilai," kata Noviana.
Pada semester V, Noviana menerima beasiswa dari perusahaan Chaeron Pokphand Indonesia yang menunjang pendidikannya hingga akhir perkuliahan.
Skripsi berjudul "Pengadaan Barang atau Jasa Pada Badan Layanan Umum" membuat Noviana meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sebesar 3,94. Sementara saat ini dirinya tengah melanjutkan karirnya di sebuah kantor advokat.
"Ke depan, saya ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang magister, lalu mendaftar sebagai hakim. Tips bagi mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan adalah restu orang tua, konsisten, berkomitmen, serta manajemen waktu. Nikmati setiap proses yang dilalui agar tidak merasa berat dan jangan lupa selalu berbagi," ucap Noviana.