Mataram (ANTARA) - Jaksa yang bertugas di wilayah hukum kerja Nusa Tenggara Barat secara resmi telah mengajukan permohonan pembatalan perkawinan sejenis antara Muhlisin dengan Mita alias Supriadi ke Pengadilan Agama Giri Menang, Kabupaten Lombok Barat.
"Kami dari Kejati NTB dan Kejari Mataram pada Senin (15/6) kemarin, secara resmi mengajukan permohonan pembatalan perkawinan atas nama Muhlisin dan Mita (Supriadi), berdasarkan isi akta nikahnya ke Pengadilan Agama Giri Menang," kata Kajati NTB Nanang Sigit Yulianto di Mataram, Selasa.
Baca juga: Waria nikah dengan pria Kediri kerap tidur sekamar
Sesuai dengan hasil penelusuran perkara di Pengadilan Agama Giri Menang, surat permohonan pembatalan yang diajukan pihak kejaksaan telah terdaftar dengan nomor registrasi 540/Pdt.G/2020/PA.GM, pada 15 Juni 2020.
Dalam perkaranya, pihak kejaksaan melalui bidang perdata dan tata usaha negara (datun) bertindak sebagai pihak pemohon. Sedangkan dari pihak termohon adalah Muhlisin dan Mita alias Supriadi.
Dengan adanya permohonan yang telah teregistrasi di Pengadilan Agana Giri Menang, Kabupaten Lombok Barat, kini pihak kejaksaan tinggal menunggu agenda persidangannya.
"Jadi kita tinggal menunggu panggilan, kapan untuk disidangkan," ujarnya.
Nanang mengatakan bahwa dasar pengajuan permohonan pembatalannya sudah sesuai dengan Pasal 26 Undang-Undang RI Nomor 1/1974 tentang Perkawinan.
Dalam ayat satu, menyebutkan bahwa perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh dua orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri, jaksa dan suami atau istri.
"Yang bisa mengajukan pembatalan perkawinan itu diantaranya adalah keluarga, suami, istri dan jaksa. Jadi sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Pasal 30 (Undang-Undang RI Nomor 16/2004 tentang Kejaksaan RI), instrumennya nanti dari jaksa pengacara negara," ucapnya.
Kemudian jika dilihat dari syarat perkawinannya, pernikahan Muhlisin dengan Mita di hadapan penghulu wilayah Kediri, Kabupaten Lombok Barat, yang terlaksana pada 2 Juni 2020, tidak memenuhi syarat Undang-Undang RI Nomor 1/1974 tentang Perkawinan.
"Setelah kita cek kebenarannya di lapangan, memang identitas Supriadi ini telah diubah menjadi Mita. Jadi jelas itu pernikahan seorang laki-laki dengan laki-laki, Supriadi dengan Muhlisin. Sehingga tidak terpenuhi syarat perkawinan sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan," katanya.