SECARIK KERTAS DARI POTO TANO

id


Oleh: Andy Saputra

Siang itu, Kamis 17 Feburari 2011 tepat pukul 14.00 Wita tak biasanya, jajaran humas pemerintah Sumbawa Barat Nusa Tenggara Barat tergopoh-gopoh sibuk mempersiapkan peralatan dokumentasi. Kabag Humas, Najamuddin Amy, juga tak biasa sesibuk itu berkoordinasi dengan ajudan Bupati dan staf khususnya.

“ Kita diminta mendampingi Bupati ke Poto Tano, sekarang. Harap, jika ada luang waktu mohon bersama kami ke Poto Tano,” kata, Najamuddin, berbicara via seluler dengan kantributor Antara.

Aneh memang, perjalanan yang begitu mendadak tak biasa ditunjukkan kepala daerah, KH.Zulkifli Muhadli. Tidak seperti sebelum-sebelumnya, agenda pemerintah selalu tertata dan terjadwal baik.

Najamuddin mengatakan, kali ini Bupati minta langsung ke Poto Tano, Kecamatan yang terletak dipintu masuk Kabupaten Sumbawa Barat yang berbatasan langsung dengan Kabupaten tetangga, Sumbawa Besar.

“Disana, Bupati dijadwalkan meninjau beberapa lokasi. Tak jelas, nanti kita lihat saja dilokasi,” tandas Najamuddin, ‘sekilas info’ sementara.

Diakui, tidak sekali ini kepala daerah berkunjung atau terjun ke pelosok atau mengunjungi wilayah pemerintahannya yang terkenal cukup luas dan bertofografi sulit. Kepala daerah tercatat pernah pernah berkunjung ke seluruh daerah tersulit sekalipun. Seperti Dusun dipegunungan Mantar Kecamatan Poto Tano, Desa Talonang Kecamatan Sekongkang bahkan Dusun pedalaman Rarak Runges, Bangkat Munteh Kecamatan Brang Rea.

Kabag humas, Najamuddin Amy tampak menerka-nerka begitu wartawan menanyakan, apakah Bupati akan mengunjungi sesuatu tempat, proyek pemerintah atau berdialog dengan masyarakat misalnya?. Lagi-lagi, kening pria paruh baya yang terkenal cukup ramah dengan wartawanpun berkerut.

“ Maaf kurang tau ya. Terus terang ini kunjungan mendadak,” terangnya.

Iring-ringan mobil patroli pengawalan Bupati, tiba di halaman utama Kantor Camat Poto Tano. Disana sudah tampak sejumlah pejabat teras pemerintah menunggu. Ada hampir seluruh kepala dinas, tiga staf ahli, seluruh kepala desa se Kecamatan Poto Tano dan jajaran Muspika Kecamatan, seperti Kapolsek Seteluk dan Koramil.

Poto Tano Tuan Rumah Raker Mendadak

Mirip rapat kerja tingkat Kabupaten, kepala daerah langsung meminta camat dan sejumlah kepala Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) melakukan pemaparan awal tentang program strategis dan evaluasi kondisi kewilayahan termasuk keberlangsungan program pemerintah khususnya di Poto Tano.

Meski sedikit tersendat, beberapa kepala dinas atau pejabat mewakili memaparkan program khusus terkait keberadaan sejumlah program dan proyek pemerintah di Poto Tano. Seperti biasanya, pemaparan kepala dinas masih normativ saja. Yakni, berbicara soal luas lahan, jumlah penduduk, mata pencaharian serta luas wilayah.

Ada juga disebut program pemerintah yang terkesan ‘ASJAL’, Asal Jalan. Jalan proyek fisiknya, tapi ngendap programnya. Beberapa proyek dan program yang ASJAL tersebut misalnya, kelanjutan operasi Tambak Poto Tano, Rumah Potong Hewan International (RPH), Pabrik Es, Gedung pasar hewan serta jembatan Timbang, ada tapi tak jalan. Seluruh proyek itu menelan anggaran puluhan Miliar rupiah.

Alhasil, satu persatu infrastruktur gedung-gedung tadi berguguran, jatuh dimakan usia dan terhempas keras diterjang angin. Lagi-lagi uang publik terbuang tanpa bekas, hmmm.

Publik Sumbawa Barat tahu, tak sedikit program pemerintah pusat serta ‘mimpi’ kepala daerah yang ingin diwujudkan di Kecamatan yang terkenal dengan lumbung ternak dan tanaman Jagung kering (Sorgum) itu.

Mimpi yang agaknya sulit menjadi kenyataan, jikalau kepemimpinan kepala dinasnya masih mengidap penyakit ‘AYAN’, Ada Anggaran Baru Melayani. Ide mandul, dan miskin kreatifitas setidaknya ini yang terlihat dari mangkraknya program pemerintah di Poto Tano.

Meradang, kesal, tersenyum ‘sumir’ setidaknya itu yang terlintas dibenakku, ketika melihat Bupati, KH.Zulkifli Muhadli bertanya kepala bawahanya seputar tambak Tano tak jalan-jalan, Pabrik es tak kunjung berproduksi, proyek RPH yang tak satupun hewan dipotong, Balai Latihan Kerja (BLK) yang dikerjakan sepotong namun tak tuntas serta pasar hewan yang papan nama saja, namun tanpa transaksi hewan.

“ Itu kenapa kantor di ujung jalan, dicoreti ‘Tanah ini Belum Dibayar’. Kenapa gitu pak camat, siapa yang bertanggung jawab, tolong terangkan,” kata, Zulkifli, bingung namun lugas.

Hal sama juga diutarakan sang Bupati, ketika susah melihat RPH dan pabrik Es yang mangkrak. Demikian juga sekretariat regional management, program bantuan Menteri Pemukiman dan Daerah Tertinggal (PDT), yang ketika itu masih dijabat, Lukman Edy juga terbelit sengketa tanah berlarut-larut hingga lebih dari setahun.

RPH itu bisa dijalankan asalkan dinas mau bekerja. Buat kebijakan atau peraturan yang memungkinkan seluruh ternak potong di Sumbawa Barat dipotong di RPH, dengan catatan disubsidi pemerintah. Demikian juga pasar hewan. Buat event atau kebijakan baru agar seluruh transaksi hewan ternak di Sumbawa Barat diselenggarakan di pasar hewan.

“ Undang pengusaha hewan untuk membuat event hiburan yang menyemarakkan hadirnya pasar hewan tadi, bila perlu kemas dengan event budaya,” usul, Iman Pangguh, tokoh masyarakat, warga Tambak Sari yang cukup menyentakkan kepala daerah.

Kepala daerah tersenyum kerut, tak menyangka usul sesederhana itu justru muncul dari masyarakat bukan justru dari jajarannya. Alhasil, apresiasi itu datang, kepala dinas perikanan dan kelautan langsung diminta membuat telaah dan mewujudkan usul tadi.

Tambak Itu Mimpi Kami

Tidak hanya dibuat bingung dan susah atas tidak jelasnya program pemerintah di Poto Tano, kepala daerah juga menyuratkan kekecewaan mendalam, akibat tak jelasnya kabar Tambak Poto Tano beroperasi.

Masyarakat Poto Tano, berulang kali menagih janji pemerintah seputar kelanjutan operasi tambak udang yang kini diambil alih PT. Bumi Harapan Jaya (BHJ), perusahaan investasi asal Jakarta. Maklum carut marutnya kepemilikan aset tambak itu sebelumnya, cukup membuat masyarakat Poto Tano atau eks petani plasma disana kecewa dan merasa dibohongi.

Masalahnya, sudah dilauncing namun tak jelas tindak lanjut. Dinas perikanan dan kelautan setempat diminta sigap responsiv atas reaksi masyarakat dengan meningkatkan sosialisasi dan menjelaskan kerangka umum kebijakan pemerintah soal tambak tadi. Selama ini, reaksi muncul lantaran miskin informasi dari pemerintah.

“ Tolong jelaskan perkembangan tambak itu. Jangan biarkan rakyat menunggu. Itu mimpi kami,” terang Bupati, seolah tak kuasa menjelaskan bagaimana gigihnya pemerintah memperjuangkan tambak tadi.

Aset tambak seluas lebih dari 260 petak itu diputuskan bangkrut sejak pertengahan tahun 2003 jauh sebelum Sumbawa Barat terbentuk. Menurut catatan pemerintah, awalnya tambak itu dikuasai PT.Sekar Abadi Jaya (PT.SAJ), perusahaan asal Surabaya, Jawa Timur.

Tambak itu ibarat tambang baru bagi masyarakat tambak dan umumnya pekerja di Sumbawa Barat untuk mengais rejeki. Perusahan itu mengoperasikan tambak dengan kerjasama dengan ratusan petani plasma, sang pemilik tanah.

Namun seiring berjalannya waktu, PT.SAJ dilaporkan menderita kesulitan keuangan sehingga terpaksa meminjam dana segar dari Bank Harfah, sebuah bank swasta di Surabaya. Masalah besar timbul, PT.SAJ menggadaikan setifikat lahan tambak milik petani ke Bank dimaksud sebagai jaminan.

Sejumlah warga tambak Sari mengaku, PT.SAJ membentuk koperasi disana. Melalui koperasi itu, setifikat warga disalurkan dengan kompensasi sejumlah dana demi keberlangsungan tambak itu. Alhasil, perusahaan itu merugi dan tak bisa membayar pinjaman kepada kreditur hingga seluruh asset tambak itu terpaksa disita Bank.

Pemerintah Sumbawa Barat mengetahui itu, bertindak cepat dengan mengalokasikan dana sedikitnya Rp 13 Miliar untuk menebus aset tambak tadi di Bank tersebut. Bank Harfa menolak itu dengan dalih ingin melepaskannya ke pihak swasta karena alasan bisnis.

Setelah berjuang dan berupaya selama lebih dari setahun, akhirnya kantor lelang negara wilayah pulau Sumbawa yang berkedudukan di Bima, bertindak sebagai fasilitator dan melelang tambak itu. Pemeirntah Sumbawa Barat mendorong agar perusahaan swasta yang bakal ikut sebagai peserta lelang dapat mengakomodir kepentingan pemerintah dan masyarakat. Alhasil, berkat lobi dan upaya, PT. BHJ mitra pemerintah berhasil memenangkan asset tambak itu.

“ PT.BHJ segera akan beroperasi. Itu komitmen mereka setelah berulang kali pertemuan. Saat ini pemerintah telah mengeluarkan ijin lokasi untuk selanjutnya dibuat studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan Visibility study (VS). Tentu semua itu memakan waktu, tapi kita targetkan tahun ini tuntas. Pemerintah berkomitmen, harapan masyarakat Tambak sari dan Poto Tano sebagai mitra perusahaan itu pasti akan diwujudkan,” ujar, kepala dinas perikanan, H.Abbas.

Upaya menghidupkan kembali tambak poto tano bukan hal yang mudah. Pemerintah melakukan banyak hal, meski pandangan publik selama ini menilai kinerja pemerintah soal tambak ini seolah tidak memuaskan. Pemerintah berharap persoalan tambak tidak perlu dipolitisasi. Sebab, lima tahun kedepan bukan lagi dianggap masa peralihan kepentingan politik, tapi masa untuk bekerja menunaikan tugas dan sisa kerja dengan sungguh-sungguh.

“ Sebenarnya pemerintah tahu, banyak mendengar. Semua informasi dihimpun dan dikaji, hanya saja butuh pemikiran yang santun dan beretika untuk memberikan masukan kepada pemerintah,” katanya.

Seluruh komitmen dan kondisi program pemerintah di Poto Tano, menjadi catatan sendiri bagi masyarakat dan pemerintah. Kepala daerah kepada public berharap, agar seluruh catatan buruk dan kelemahan pemerintah di Poto Tano harus dituntaskan dan memiliki hasil.

“ Rakyat harus menagih. Seluruh persoalan tadi harus dijawab dengan realisasi dan kerja. Saya mengajak semua pihak untuk menagih komitmen dan perbaikan catatan buruk hari ini, selanjutnya saya akan datang kembali ke Poto Tano ini,” imbuh, Bupati keras.

Catatan dan harapan kepala daerah di Poto Tano menjadi sindiran keras para pejabat lamban dan mandul kreatifitas, untuk bersiap menjawab pekerjaan rumah terhadap persoalan klasik yang tak pernah tuntas di Poto Tano.

Kepala daerah tahu, jika program poto Tano tak dibenahi muaranya adalah wilayah yang diwacanakan sebagai pusat basis Agro Politan, pengembangan Industri terpadu bidang peternakan dan pertanian sepulau Sumbawa itu tidak mungkin dijadikan contoh ditengah pusat menguji kepemimpinan Sumbawa Barat sebagai pelopor daerah maju di regional pulau Sumbawa.

Semua ini boleh menjadi sebuah pesan di ‘Secarik Kertas’ kepala daerah dari Poto Tano.