Mataram (ANTARA) - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mendukung penuh atas kebijakan yang diambil Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat yang memutus kontrak PT Gili Trawangan Indah yang belum optimal mengelola lahan seluas 65 hektar di Gili Trawangan.
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Pipit Rismanto menyatakan, mendukung penuh keputusan yang diambil oleh Gubernur NTB dan meminta kepada pihak Kejati NTB dan satgas investasi untuk menyiapkan tim untuk menghadapi apabila ada gugatan maupun perlawanan yang dilakukan oleh PT GTI nantinya.
"Kami juga di Bareskrim Polri sudah siap dan mendukung atas keputusan yang diambil oleh Pemprov NTB. Bersama satgas dan pihak terkait kami akan tetap membantu sampai proses ini selesai," ujarnya saat memimpin rapat tentang progres PT GTI bersama Gubernur NTB, H Zulkieflimansyah melalui virtual di Mataram, Jumat.
Ia menjelaskan, dengan adanya keputusan yang disampaikan Gubernur NTB untuk memutuskan kontrak dengan pihak PT GTI dengan pertimbangan bahwa sebagian besar lahan itu telah dimanfaatkan oleh masyarakat dengan baik. Maka otomatis pengelolaan lahan tersebut akan dikembalikan kepada pihak Pemerintah Provinsi NTB.
Selain itu, ia berharap bahwa pihak Kejati dan Pemrov NTB untuk segera membentuk tim untuk melakukan inventarisasi atas lahan-lahan milik pemerintah NTB yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat Gili Trawangan untuk dibina sesuai aturan yang berlaku. Sehingga masyarakat yang mengelolah lahan itu dapat memberikan manfaat kepada pariwisata, pemerintah dan tentunya bagi masyarakat itu sendiri.
"Untuk itu, kami mendukung keputusan gubernur NTB, sehingga dampak-dampak ke depannya kita siap membantu," tegasnya.
Sementara itu, Gubernur NTB Zulkieflimansyah menegaskan keputusan untuk mengakhiri kontrak dengan GTI merupakan solusi terakhir setelah pemerintah melakukan berbagai upaya dan kebijakan untuk menjaga perjanjian ini berjalan sebagaimana mestinya. Namun, karena tidak ada respon baik dan dinilai pihak GTI tidak memiliki keseriusan untuk mengelola lahan itu maka atas dukungan semua pihak, pemerintah memutuskan untuk mengakhiri kontrak dengan PT GTI.
"Sehingga tidak ada solusi lain kecuali kami mengambil keputusan untuk mengakhiri kontrak dengan pihak GTI dan pemerintah siap untuk mengelola lahan itu dengan baik," katanya.
Menurut gubernur, keputusan pemutusan kontrak GTI berdasarkan dukungan semua pihak karena pihak GTI belum mampu merealisasikan perjanjiannya yang sudah ditetapkan.
"Oleh karena itu, setelah melihat keadaan, memutuskan kontrak dengan pihak GTI dan kami sendiri bisa mengelolah lahan tersebut dengan baik," tegasnya.
Dalam rapat progres dengan PT GTI tersebut dipimpin oleh Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Pipit Rismanto, Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Imam Soejoedi, Kepala Kejati NTB, Tomo Sitepu serta stakeholder lainnya.
Gubernur menjelaskan, di antara 65 hektar yang dialokasikan pengelolaannya oleh GTI, ternyata 60 hektarnya telah dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat dengan kegiatan ekonomi yang cukup bagus. Sehingga dari lahan itu yang tersisa hanya 5 hektar yang belum dimanfaatkan alias masih kosong.
"Untuk itu, secara kasat mata dengan logika sederhana karena investasi masyarakat juga sudah sangat bagus. Tidak mungkin kami mengusir masyarakat kita sendiri untuk salah satu investasi yang belum pasti," ucapnya.
Berangkat dari polemik ini, lanjut Bang Zul sapaan akrabnya, karena lahan terlanjur dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga berbagai upaya dan komunikasi telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi bersama Kapolda NTB, Danrem 162/WB dan Kejati NTB, yang salah satunya adalah membuat kebijakan addendum.
Dalam addendum tersebut, Pemprov NTB mencoba menawarkan kepada pihak GTI untuk memanfaatkan lahan sisa tersebut guna membuktikan bahwa pihak GTI memiliki keseriusan untuk berinvestasi di Gili Trawangan.
"Sehingga tidak ada solusi lain kecuali kami memutuskan kontraknya. Karena ternyata suasana batin masyarakat di Gili Trawangan merasa lebih aman berkontribusi keuntungan kepada pemerintah daerah ketimbang berkontribusi dengan PT GTI yang tidak kelihatan," jelas Gubenur.
Selain itu, gubernur mengakui bahwa pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk membuka ruang dialog dengan pihak GTI namun tidak direspon dengan baik. Sehingga banyak acara yang dibatalkan karena menunggu kabar dari pihak GTI dan ini sangat keterlaluan.
"Oleh karenanya, tanpa ragu-ragu merasa tidak perlu ada lagi addendum karena pihak GTI tidak menunjukkan itikad baik. Kami sepakat untuk memutus kontraknya," katanya.