Konsultan pengawas proyek dermaga di Gili Air jalani sidang perdana

id korupsi proyek dermaga,dermaga gili air,konsultan pengawas,sidang perdana,manipulasi laporan,pengadilan mataram

Konsultan pengawas proyek dermaga di Gili Air jalani sidang perdana

Dua terdakwa kasus korupsi proyek pembangunan dermaga di kawasan wisata Gili Air pada Dinas Perhubungan, Kelautan, dan Perikanan Kabupaten Lombok Utara, Tahun Anggaran 2017, dengan peran dari pihak konsultan pengawas, Slamet Waloejo (kedua kiri) dan Luqmanul Hakim (kedua kanan) usai mengikuti sidang perdana di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, NTB, Rabu (9/2/2022). (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Pihak konsultan pengawas proyek pembangunan dermaga di kawasan wisata Gili Air pada Dinas Perhubungan, Kelautan, dan Perikanan Kabupaten Lombok Utara, Tahun Anggaran 2017, menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Konsultan pengawas yang hadir dalam sidang sebagai terdakwa itu adalah Direktur CV Karya Mahardika 97, Slamet Waloejo dan Luqmanul Hakim yang berperan sebagai tenaga ahli atau (team leader) pengawasan proyek pembangunan dermaga dengan nilai kontrak Rp6,28 miliar.

"Bahwa perbuatan kedua terdakwa mengakibatkan munculnya kerugian negara sesuai hasil audit Inspektorat NTB pada 23 September 2020 senilai Rp782 juta," kata Budi Tridadi Wibawa mewakili Jaksa Penuntut Umum membacakan dakwaan pertama untuk terdakwa Slamet Waloejo di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Rabu.

Dalam sidang dengan susunan Majelis Hakim, Kadek Dedy Arcana sebagai hakim ketua bersama anggota, Mahyudin Igo dan Fadhli Hanra, kerugian negara tersebut juga disampaikan dalam dakwaan Luqmanul Hakim.

Dari dakwaan, Jaksa Penuntut Umum dalam sidang kedua terdakwa yang digelar secara bersamaan itu menyebutkan bahwa perbuatan mereka melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Jaksa Penuntut Umum menyebutkan, perbuatan kedua terdakwa yang menyebabkan munculnya kerugian negara tersebut dilihat dari kajian ahli konstruksi.

Pertama, soal kurangnya volume pekerjaan dengan nilai pengganti kerugian senilai Rp98,138 juta. Kemudian, muncul kerugian lain dari kelebihan pembayaran yang meliputi tiga item. Nilainya mencapai Rp684,238 juta.

Pada dakwaan, Jaksa Penuntut Umum turut menyampaikan bahwa munculnya angka kerugian tersebut akibat pengawasan oleh Direktur CV Karya Mahardika 97, Slamet Waloejo yang memberi kuasa kepada Luqmanul Hakim tidak berjalan dengan benar.

"Luqmanul Hakim yang mendapat kuasa penuh secara lisan dari Slamet Waloejo, melaksanakan pengawasannya secara tidak baik dan tidak sebagaimana mestinya," ujar Budi.

Fajar Alamsyah Malo, anggota Jaksa Penuntut Umum lainnya, yang melanjutkan pembacaan dakwaan mengatakan bahwa adanya manipulasi pengawasan oleh Luqmanul Hakim itu terlihat dari laporan harian.

Pertama, soal laporan yang menguraikan progres pekerjaan proyek oleh kontraktor pelaksana dari PT Gelora Megah Sejahtera, terhitung mulai 20 Juni hingga 9 Juli 2017.

"Namun pada nyatanya, CV Karya Mahardika 97 sendiri baru ditunjuk sebagai konsultan pengawas pada 10 Juli 2017," ucap Fajar.

Begitu juga dengan laporan yang menguraikan tentang pekerjaan pemasangan tiang pancang mulai 28 September hingga 30 Oktober 2017. Dalam laporannya, konsultan pengawas menyebut pekerjaan itu dengan status sudah selesai.

"Sementara, sesuai dengan berita acara 'kalendering' pemancangan yang dibuat oleh PT Gelora Megah Sejahtera untuk pekerjaan pemancangan, belum ada tiang pancang yang dilakukan penyambungan, dan belum ada pemancangan yang dipancang sampai kedalaman 18,5 meter sesuai gambar perencanaannya dan 'shop drawing'," katanya.

Konsultan pengawas juga telah menyetujui perubahan volume pekerjaan pemancangan yang tidak berdasar pada kajian teknis maupun adenddum kontrak.

"Namun perubahan ini (volume pekerjaan) yang pada akhirnya menjadi dasar pencairan termin ketiga pada 30 November 2017," ujar dia.

Slamet Waloejo dan Luqmanul Hakim dalam kapasitasnya sebagai konsultan pengawas juga telah menerbitkan rekapitulasi kemajuan pekerjaan yang menyatakan telah mencapai bobot 100 persen.

"Laporan itu yang kemudian menjadi dasar dilakukannya pembayaran pekerjaan hingga 100 persen yang senyatanya pekerjaan tersebut belum selesai 100 persen," ucap Fajar.

Usai mendengar dakwaan tersebut, kedua terdakwa yang hadir ke hadapan Majelis Hakim dalam sidang bersama itu menyatakan melalui tim penasihat hukumnya untuk tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan.

Mendengar hal demikian, Majelis Hakim yang dipimpin Kadek Dedy Arcana menyatakan sidang dilanjutkan pada pekan depan, Rabu (16/2), untuk agenda pembuktian dari pemeriksaan saksi-saksi.

"Kepada Jaksa Penuntut Umum dipersilahkan untuk menyiapkan saksi-saksi dalam sidang pembuktian pada agenda pekan depan," kata Kadek yang kemudian menutup sidang perdana tersebut.