Mataram (ANTARA) - Komunitas Akar Pohon dan Tastura Mengajar menggelar kegiatan bedah buku sastrawan asal Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, Kiki Sulistyo yang berjudul "Bedil Penebusan". Ilda Karwayu, Direktur Program Akar Pohon melalui siaran persnya yang diterima Antara, Senin, mengatakan kolaborasi antar komunitas sudah saatnya dilebarkan agar ruang diskusi dan sirkulasi pengetahuan semakin merata di seluruh wilayah di Lombok.
"Jadi tidak hanya di Mataram, kita akan terus melakukan kegiatan-kegiatan serupa hingga ke daerah-daerah lain," ujar Ilda.
Ia menerangkan, saat ini Lombok sedang berada di masa subur kesusastraan. Hal itu harus dilihat juga sebagai peluang untuk memupuk semangat sastra di Lombok agar bisa tumbuh dengan baik.
"Sekarang sastrawan kita didominasi oleh anak-anak muda. Mereka tidak boleh dilepaskan begitu saja. Harus dibuat lingkungan yang dapat mendukung semangat mereka," ucapnya.
Sementara itu, Shulhi Islami selaku pelaksana kegiatan sekaligus yang bertugas sebagai pembedah, merasa senang mendapat kesempatan membedah buku salah seorang sastrawan terkenal di Lombok.
Baca juga: Jalan sunyi "Sang Presiden Malioboro", mengenang Umbu Landu Paranggi
Baca juga: Kenang sastrawan Umbu Landu Paranggi, ANTARA NTB gelar diskusi
Ia menjelaskan, forum-forum serupa, perlu diadakan lagi sebab, karakter tiap sastrawan di Lombok memiliki kekayaan bentuk yang dapat digali terus menerus. "Dari kegiatan-kegiatan seperti ini, kita tidak hanya menambahkan pengetahuan, tetapi juga dapat mengenal lebih dekat sastrawan kita," ucapnya.
Dijelaskan Shulhi, ke depan Tastura Mengajar pun akan melakukan pemetaan tentang jumlah sastrawan yang ada di Lombok Tengah, daerah tempat mereka aktif bergiat. "Mungkin selanjutnya, kita yang dari Lombok Tengah akan berkunjung ke Mataram. Begitu seterusnya sampai pola kolaborasinya bisa diwariskan," ujarnya.
Tentang apa yang ditemukannya dari hasil bedah buku Kiki Sulistyo yang berjudul Bedil Penebusan, Shulhi mengatakan Kiki Sulistyo mengungkapkan sejarah dengan cara yang halus dengan sudut pandang yang tidak bisa diduga-duga.
"Ia pun tidak berupaya menunggangi narasi dari sejarah yang sudah besar. Kiki masuk dari narasi kecil yang mungkin tidak pernah diketahui orang-orang. Misal, dalam banyak ceritanya, ia banyak menciptakan kesan dari situasi yang terjadi di Ampenan pada jaman Orde Baru," urainya.*
Berita Terkait
Komunitas Akar Pohon gelar bedah buku di "Halaman Belakang ANTARA NTB"
Sabtu, 26 Maret 2022 22:54
ANTARA NTB-Komunitas Akar Pohon gelar diskusi buku "Berdiang di Perapian Buya Syafii"
Rabu, 23 Februari 2022 1:09
Miris, Pemerintah NTB kurang peduli seni dan sastra
Rabu, 26 Januari 2022 17:57
Bocah empat tahun ditemukan meninggal tersangkut akar pohon di lubang mata air Pringgabaya Lotim
Sabtu, 2 Januari 2021 9:45
Disperkim: Pohon tumbang di Kota Mataram akibat akar tidak kuat
Senin, 16 November 2020 15:32
Puluhan Warga Mataram Lakukan Aksi Gunduli Kepala
Jumat, 21 Agustus 2015 15:53
Haji- 60 Persen Calon Haji Mataram Risiko Tinggi
Rabu, 19 Agustus 2015 21:37
Bupati Sumbawa Barat Evaluasi Jelang Akhir Jabatan
Selasa, 11 Agustus 2015 7:40