Mataram, 22/11 (ANTARA) - Kementerian Perdagangan mendorong penetapan pelabuhan ekspor di Bandara Internasional Lombok agar ada peningkatan nilai ekspor bukan tambang yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah.
"Itu salah satu terobosan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketahanan ekspor nasional," kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, pembukaan Forum Ekspor Kawasan Timur Indonesia, di Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa.
Forum Ekspor Kawasan Timur Indonesia yang akan berlangsung hingga 23 November 2011 itu juga melibatkan instansi teknis terkait seperti perpajakan dan kepabeanan serta Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, selain bidang terkait di Kementerian Perdagangan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Juga diagendakan kegiatan konsultasi bisnis guna mendiskusikan peluang pasar, yang melibatkan Atase Perdagangan dari Republik Rakyat Thiongkok (RRT) dan Korea Selatan (Korsel).
Bayu mengaku telah berbicara langsung dengan Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, untuk bersama-sama melihat peluang penetapan pelabuhan ekspor di Bandara Internasional Lombok (BIL) yang berlokasi di Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah.
"Tentu ada persyaratannya, dan yang paling utama yakni volume ekspor yang menjadikan bandara itu layak memiliki pelabuhan ekspor," ujarnya.
Menurut Bayu, pemerintah pusat dan daerah dapat secara bersama-sama melengkapi fasilitas pendukung pelabuhan ekspor di Bandara Internasional Lombok itu, termasuk kelembagaan ekspor.
Upaya menghadirkan pelabuhan ekspor di Bandara Lombok itu merupakan tantangan berat, namun berpeluang besar terealisasi karena bandara itu dan kawasan pariwisata Mandalika merupakan sasaran pengembangan ekonomi sesuai Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Dalam MP3EI, NTB berada dalam koridor yang sama dengan Provinsi Bali dan NTT yang memprioritaskan pembangunan di bidang pariwisata dan pangan.
"Peluang menghadirkan pelabuhan ekspor di Bandara Lombok itu cukup besar karena bagian dari sasaran MP3EI. Tetapi, bagaimana kerja sama pemerintah pusat dan daerah untuk mendorong peningkatan ekspor, itu yang paling utama," ujarnya.
Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, yang juga ditemui usai pembukaaan Forum Ekspor Kawasan Timur Indonesia, itu, mengakui keberadaan pelabuhan ekspor di wilayah NTB sangat diperlukan, karena selama ini belum ada.
Sejauh ini aktivitas ekspor dari wilayah NTB masih harus melalui pelabuhan muat yang menyebar di lima lokasi yakni Pelabuhan Benete, Sumbawa (NTB), Bandara Soekarno Hatta (Jakarta), Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya) dan Bandara Selaparang (Mataram) yang kini beralih ke Bandara Internasional Lombok.
Pelabuhan muat Benete, Sumbawa Barat, pun berada dalam pengelolaan perusahaan tambang emas dan tembaga, PT Newmont Nusa Tenggara (NNT), bukan pelabuhan ekspor untuk umum.
Karena itu, komoditi unggulan NTB yang telah diekspor ke puluhan negara itu juga masih berbentuk bahan baku atau barang setengah jadi karena NTB belum memiliki pelabuhan ekspor.
Padahal, NTB juga berpotensi sebagai daerah produsen komoditi andalan Indonesia yang layak jual di luar negeri.
"Memang dibutuhkan, tetapi tentu terkait volume ekspor. Sekarang volume ekspor masih kecil, dan seiring dengan semakin meningkatnya volume ekspor nanti kami minta untuk jadi pelabuhan ekspor," ujar Zainul.
Sejauh ini telah lebih dari 20 jenis komoditi unggulan NTB yang diekspor ke 22 negara, terutama lima negara yang menjadi tujuan utama yakni Jepang, Korea, Philipina, India dan Jerman, dengan nilai ekspor yang semakin meningkat.
Total volume ekspor NTB selama 2008 tercatat sebanyak 406.750 ton dengan nilai ekspor 760,20 juta dolar AS, yang mengalami peningkatan menjadi 1,2 miliar dolar AS di tahun 2009, dan meningkat lagi hingga mencapai 1,72 miliar dolar AS di 2010.
Nilai ekspor yang berdampak perolehan devisa itu umumnya bersumber dari tiga jenis komoditi unggulan yakni konsentrat tembaga, mutiara bulat dan kerajinan gerabah.
Namun, nilai ekspor itu didominasi oleh komoditi ekspor hasil pertambangan sehingga manfaatnya lebih banyak dinikmati oleh kalangan pengusaha atau belum banyak menyentuh pemberdayaan masyarakat.
"Dari volume ekspor 2010 itu, 99,88 persen merupakan komoditi hasil pertambangan sehingga hanya 0,12 persen saja atau sebagian kecil saja komoditi nontambang atau komoditi rakyat, sehingga masih perlu ditingkatkan," ujarnya. (*)