Dua tersangka penipuan beli tanah di Kateng Lombok Tengah disangkakan TPPU

id kasus penipuan,tppu penipuan,pembelian tanah

Dua tersangka penipuan beli tanah di Kateng Lombok Tengah disangkakan TPPU

Kepala Bidhumas Polda NTB Kombes Pol. Artanto (tengah) didampingi Wadir Reskrimum Polda NTB AKBP Feri Jaya Satriansyah (kanan) dan anggotanya menunjukkan barang bukti kasus penipuan tanah dengan tindak lanjut TPPU dalam konferensi pers di Mataram, NTB, Kamis (30-6-2022). ANTARA/Dhimas B.P.

Mataram (ANTARA) - Dua tersangka kasus dugaan penipuan pembelian tanah di Kateng, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, berinisial CW dan LB, turut disangkakan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Karena dari pidana asal ada aliran dana dari kedua tersangka yang secara bersama-sama melakukan, mengirim, membelanjakan, atau mengalihkan uang hasil tindak pidana penipuan sehingga kami turut terapkan Undang-Undang TPPU," kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Ajun Komisaris Besar Polisi Feri Jaya Satriansyah dalam konferensi pers di Mataram, Kamis.

Baca juga: Tipu pembelian tanah di Janapria Lombok Tengah, Polda NTB tahan dua tersangka

Selain menerapkan sangkaan Pasal 378 KUHP tentang penipuan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, penyidik turut menyertakan kedua tersangka Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman pidana 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.

"Jadi, penyidikan pidana asal dengan TPPU-nya jalan bersamaan. Makanya, kedua tersangka kami terapkan pasal pidana demikian," ujarnya.

Kasus pidana berawal dari dugaan penipuan kedua tersangka yang berkaitan dengan pembelian 32 bidang tanah dalam satu hamparan seluas 16,9 hektare di Kateng, Kabupaten Lombok Tengah.

Pembelian itu berlangsung mulai Mei 2018 dengan pembelinya seorang pria asal Jakarta bernama Handy. Kepada korban, CW yang berperan sebagai notaris menawarkan lahan tersebut bersama dengan LB yang mengaku sebagai pemilik lahan. Harga per are ditawarkan kepada korban senilai Rp10 juta.

Dengan tawaran demikian, korban tergiur sampai akhirnya membuat kesepakatan pembelian dengan CW.

"Korban saat itu bersedia membayar dengan syarat seluruh bidang tanah telah bersertifikat atas nama korban," kata dia.

Tersangka CW kemudian menyatakan kesediaan untuk memenuhi permintaan tersebut dengan syarat balik, korban harus mengeluarkan jaminan uang 70 persen dari harga tanah, sekitar Rp11,8 miliar.

"Jika sampai 10 Desember 2019 tidak dapat dilakukan peralihan, uang jaminan dikembalikan utuh kepada korban," ucapnya.

Uang jaminan pun dikirim via perbankan senilai Rp11,8 miliar ke rekening CW. Namun, hingga Maret 2020 korban tidak kunjung mendapat kabar baik dari CW.

"Uang jaminan yang dikirim korban kepada tersangka CW sudah habis ditarik tunai dan digunakan untuk bayar utang pribadi dan juga dikirim ke berbagai rekening," kata Feri.

Sebagian uang, lanjut dia, ada yang dikirim ke LB. Sama seperti CW, LB menghabiskan uang kiriman tersebut untuk kebutuhan pribadi.

"Jadi, bukan disimpan sebagai jaminan, melainkan habis digunakan untuk berbagai keperluan tersangka CW dan LB," ucapnya.

Dari hasil penyidikan turut terungkap, dari 32 bidang tanah yang dijanjikan akan dilebur dalam satu sertifikat, tersangka CW baru bayar dan alihkan hak 5 bidang tanah dengan luas 2,7 hektare.

"Selebihnya tidak dapat karena 27 bidang tanah lain masih milik warga yang diakui tidak pernah dijual kepada siapa pun, termasuk kepada tersangka CW," ujarnya.

Dengan kronologis penyidikan yang demikian, CW dan LB kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Modus dari perbuatan kedua pelaku dinyatakan telah penuhi unsur perbuatan melawan hukum.

Lebih lanjut Feri mengatakan bahwa kedua tersangka kini telah menjalani penahanan di Rutan Polda NTB. Berkas perkara mereka telah dinyatakan lengkap oleh jaksa.

"Karena berkas sudah dinyatakan lengkap, jadi hari ini kami lakukan tahap dua ke penuntut umum," kata Feri.