DPRD BIMA DORONG KEPUTUSAN BERSAMA PENCABUTAN IUP

id

     Mataram, 28/12 (ANTARA) - DPRD Kabupaten Bima mendorong pencapaian keputusan bersama pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) yang berpolemik hingga mencuat tragedi Pelabuhan Sape, 24 Desember 2011.

     "Kami menginginkan ada solusi terbaik yang dicapai dalam keputusan bersama pihak-pihak terkait. Kalau mau cabut izin itu maka harus disepakati bersama untuk disampaikan kepada pemerintah pusat," kata Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bima H Najib Ali, yang dihubungi dari Mataram, Rabu.

     Najib sedang berada di Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima, guna mendampingi Tim DPR yang tengah menghimpun data dan keterangan terkait tragedi Sape yang menelan korban jiwa dua orang dan puluhan lainnya luka-luka.

     Ia mengatakan, saat ini suasana di Kecamatan Lambu, masih mencekam karena aksi blokade jalan masih berlangsung, meskipun hanya ruas jalan tertentu, seperti di Desa Soru dan Melayu.

     Semula aksi blokade jalan terjadi di 12 desa yang menjadi titik eksplorasi tambang emas PT Sumber Mineral Nusantara (SMN), yang berangsur-angsur dibuka hingga menyisakan blokade jalan di Desa Soru dan Melayu.

     Penyebab blokade jalan yang dilakukan warga Lambu itu, selain karena masih dilanda trauma bentrokan fisik dengan aparat kepolisian, juga karena tuntutan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) merupakan harga mati.

     IUP bernomor 188/45/357/004/2010 itu diterbitkan Bupati Bima Ferry Zulkarnaen, yang mencakup areal tambang seluas 24.980 Hektare, yang mencakup wilayah kecamatan Lambu, Sape dan Langgudu.

     "Harga mati atas pencabutan IUP PT SMN itu yang melatarbelakangi kenekatan warga Lambu untuk berunjuk rasa memblokade jalan di Pelabuhan Sape, hingga mencuat tragedi berdarah, dan masih ada blokade jalan kecamatan" ujarnya.

     Di sisi lain, Bupati Bima Ferry Zulkarnaen juga tidak memiliki dasar hukum untuk mencabut IUP PT SMN jika tidak bermasalah, kecuali keputusan penghentian sementara aktivitas tambang emas itu yang sudah ditempuh pascatragedi Sape.

     Jika Bupati Bima memaksakan diri mencabut IUP itu maka dikategorikan melanggar undang undang.

     Dengan demikian, kedua kubu yakni rakyat Lambu dan Bupati Bima tidak bisa sepaham sehingga diperlukan keputusan bersama untuk menyelesaikan konflik tambang antara pemerintah dan rakyat itu.

     Menurut Najib, keputusan bersama dapat mengarah kepada kesepakatan untuk mencabut IUP itu, setelah semua pihak terkait mengemukakan dasar pertimbangannya.

     "Boleh saja izin itu dicabut karena terkait persoalan stabilitas keamanan negara. Tapi, tentu harus berbentuk keputusan bersama agar dapat dipertanggungjawabkan di kemudian hari," ujarnya.

     Najib berharap, dalam pencapaian keputusan bersama itu, bukan hanya di tingkat kabupaten, tetapi juga di provinsi dan pusat.

     Karena itu, perlu dibentuk tim terpadu penyelesaian masalah yang melibatkan 10 instansi terkait baik dari kabupaten maupun provinsi.

     "Tim terpadu itu yang diharapkan dapat menerbitkan keputusan bersama untuk mencabut Izin usaha pertambangan itu," ujarnya.

     Saat ini, Komnas HAM juga sedang menghimpun data lapangan terkait aksi penolakan tambang hingga mencuat tragedi Sape itu.  

    Tim Mabes Polri pun sedang menindaklanjuti dugaan pelanggaran HAM dalam penanganan unjuk rasa di Bima.

     "Diharapkan Pak Gubernur juga ke lapangan, agar bisa digelar pertemuan terpadu hingga menghasilkan kesepakatan bersama

Pencabutan izin pertambangan itu," ujar Najib.

     Semenjak unjuk rasa hingga mencuat tragedi Sape, Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi belum sempat meninjau lokasi kejadian dan menemui warga pengunjuk rasa. (*)