"MEWARISKAN" JEJAK HIJAU DI BUKIT BATU HIJAU Oleh Masnun

id

    Gugusan perbukitan ujung barat Pulau Sumbawa itu kini mulai nampak rimbun ditumbuhi berbagai jenis pepohonan meski deru mesin alat berat dan kepulan asap masih mewarnai aktivitas penambangan di bukit yang menyimpan jutaan ton mineral tembaga dan logam mulia itu.
     {jpg*2}
     Sejatinya aktivitas penambangan kekayaan alam di perut bumi ujung selatan Kabupaten Sumbawa Barat itu memang telah mengubah segalanya tidak hanya bentang alam. Namun tak dapat dipungkiri kondisi kehidupan penduduknya jauh lebih meningkat dibandingkan dengan belasan tahun silam.
     Kehadiran perusahaan tambang tembaga dan emas PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) itu telah mengubah kondisi kehidupan masyarakat mulai dari sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan hingga gaya hidup. Di era 80-an masyarakat di ujung selatan Sumbawa Barat itu hanya mengandalkan kuda sebagai alat transportasi.
     Bagi sebagian warga yang kini masuk wilayah lingkar tambang, berbagai alat komunikasi canggih semisal handphone, sepeda motor bahkan mobil bukan lagi barang mewah.  
     Namun yang paling penting dan hakiki sebenarnya bukan itu. Kelangsungan hidup dan kesiapan masyarakat dalam menghadapi era pascatambang, jauh lebih utama. Ini membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, pondasi perekonomian yang kuat dan yang tidak kalah pentingnya adalah alam yang lestari.
     Kendati demikian sejak awal masa operasi hingga sekarang ini Newmont Batu Hijau lekat dengan stigma negatif. Tudingan sebagai perusak lingkungan terus menerpa perusahaan tambang tembaga dan emas yang kini masuki 12 tahun masa produksi.
     Tudingan miring itu antara lain datang dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
     Bahkan LSM lingkungan ini menyurati Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait pemberian Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara tahun 2011 kepada sejumlah perusahaan tambang salah satunya PT Newmont Nusa Tenggara.
     Alasan Walhi, terkait dengan praktek pembuangan "tailing" (limbah tambang) sebanyak 140.000 ton ke laut oleh PT Newmont Nusa Tenggara  merusak lingkungan laut.
     Wawancara yang dilakukan Walhi terhadap masyarakat sekitar tempat pembuangan tailing itu pada Mei 2011 yang mengeluhkan tangkapan ikan sejak pembuangan tailing ke laut.
     Selain itu, Pansus Tailing DPRD Kabupaten Sumbawa Barat, pada September 2011 menyatakan bahwa telah terjadi penurunan tangkapan ikan nelayan, kerusakan rumput laut serta air laut berlumpur di sekitar tempat pembuangan limbah Newmont Nusa Tenggara.
     Bahkan protes itu berujung di pengadilan. Walhi menggugat  Kementerian Lingkungan Hidup terkait perpanjangan izin penempatan tailing PTNNT oleh Kementerian Lingkungan Hidup pada 21 Mei 2011.      
     Hingga kini gugatan tersebut masih dalam proses persidangan dengan menghadirkan sejumlah saksi ahli dan kesaksian dari beberapa masyarakat di Kabupaten Sumbawa Barat termasuk dari kalangan nelayan.
     Pada umumnya para saksi tersebut menyatakan bahwa perpanjangan izin penempatan tailing di dasar laut atau Submarine Tailing Placement (STP) sesuai dengan prosedur dan peraturan perundangan yang berlaku.       
      Ahli hukum administrasi negara Prof Dr Philipus M Hadjon menyatakan Menteri Lingkungan Hidup berwenang memperpanjang izin penempatan "tailing" atau limbah tambang di dasar laut oleh PT Newmont Nusa Tenggara.
     Pernyataan tersebut disampaikan pada sidang di PTUN Jakarta atas  gugatan Walhi terhadap Kementerian Lingkungan Hidup terkait perpanjangan izin penempatan "tailing" PT NNT.
     Para tergugat menghadirkan tiga saksi, yakni ahli hukum administrasi negara Prof Dr Philipus M Hadjon SH yang kesaksiannya memperkuat pernyataan Dra Masnellyarti MSc, Deputi IV Kementerian Lingkungan Hidup pada sidang sebelumnya.
     Dalam kesaksiannya, Philipus menyatakan, penerbitan kembali izin penempatan "tailing" di dasar laut (STP) pada 21 Mei 2011 oleh KLH kepada PT NNT telah sesuai dengan prosedur dan peraturan perundangan yang berlaku.
     Hal itu mengacu pada Pasal 18 ayat (1) PP Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut dan peraturan di bidang otonomi daerah (PP Nomor 38 Tahun 2007).
     Saksi ahli itu menegaskan bahwa Menteri  KLH berwenang untuk menerbitkan izin penempatan "tailing" di dasar laut.
     Saksi ahli lainnya, Prof Irwandy Arief selaku ahli di bidang pertambangan menjelaskan mengenai proses pertambangan secara umum dan kaidah teknik pertambangan yang baik.
     Selain itu dalam kesaksiannya juga menyatakan  bahwa perusahaan tambang wajib menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sebelum izin konstruksi diberikan serta merupakan bagian dari studi kelayakan untuk operasi tambang. Hal yang sama juga berlaku terhadap izin STP.
     Irwandy menyatakan bahwa PTNNT telah menyiapkan dan menerima persetujuan Amdal.
     Menurut Irwandy, ada 6-7 kajian tambahan yang harus dilakukan oleh PT NNT sebagai syarat untuk memperoleh izin STP.
     Dia mengatakan, para ahli telah melakukan studi untuk mengevaluasi metode penempatan "tailing" di darat dan di dasar laut dengan berbagai pertimbangan yang mencakup aspek geologi, ekonomi dan lingkungan.
     Di samping itu juga kajian Amdal yang melibatkan berbagai ahli di bidang ilmu kelautan, kemasyarakatan dan kesehatan. Metode penempatan "tailing" di dasar laut adalah pilihan terbaik bagi PT NNT.
     "STP merupakan pilihan terbaik bagi tambang Batu Hijau," kata  Irwandy yang pernah menjadi anggota tim penyusun Amdal untuk Bukit Asam dan beberapa perusahaan tambang yang lain.
     Ia juga menyebutkan bahwa beberapa perusahaan tambang logam di sejumlah negara memakai metode STP untuk penempatan "tailing", seperti di Inggris, Prancis, Cili, Norwegia dan Turki. Izin STP di negara-negara tersebut tidak dicabut.
     Sedangkan saksi lainnya, Jumadi, seorang nelayan di Desa Kertasari Kabupaten Sumbawa mengaku selama bertahun-tahun mencari ikan, tidak pernah melihat lumpur "tailing" naik ke permukaan perairan Selat Alas.
     "Berbeda dengan penyataan Walhi dan KSB yang menyatakan tangkapan ikan di desa kami mengalami penurunan," katanya.
     Jumadi juga mengungkapkan bahwa hasil tangkapan ikan para nelayan di Desa Kertasari tidak pernah menurun dan tidak pernah menyaksikan menghilangnya jenis ikan tertentu.
     Keterangan para saksi ahli dan kesaksian sejumlah warga itu menjadi salah satu indikator bahwa PTNNT dinilai telah menaati aturan dalam pembuangan limbah dan ini sekaligus memperkuat komitmen perusahaan tambang itu dalam perlindungan lingkungan.
     Terkait dengan kewajiban perlindungan lingkungan itu PT Newmont Nusa Tenggara atau yang juga dikenal dengan sebutan Newmont Batu Hijau  itu telah melaksanakan kewajiban reklamasi pada lahan-lahan bekas penambangan.
{jpg*4}
                                               Reklamasi
     Presiden Direktur (Presdir) PT Newmont Nusa Tenggara Martiono Hadianto pihaknya telah melaksanakan reklamasi meski operasi tambang masih berjalan. Reklamasi itu dilakukan dengan menanam 1.800 pohon per hektar di dalam areal seluas 689 hektare dari lahan yang sempat terganggu akibat kegiatan penambangan.
     Reklamasi dimulai dari proses pembibitan 48 jenis pohon lokal dan selanjutnya ditanam sesegera mungkin pada lahan-lahan yang dibuka untuk meminimalkan luas tanah terbuka dan mencegah erosi yang dapat mempengaruhi mutu air.
     Saat ini PT NNT sedang menyiapkan program kerja reklamasi dalam rangka melaksanakan kewajiban yang tertera dalam Peraturan Menteri Kehutanan No.P63/2011 tentang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan.
     Selain reklamasi lahan bekas tambang, PT NNT juga mendukung program penghijauan yang kini sedang digalakkan pemerintah, antara lain melalui One Man One Tree dan One Billion Indonesian Trees (ONIT) yang telah dicanangkan oleh Kementerian Kehutanan, katanya.  
     Salah satunya melalui penanaman pohon lokal, cemara laut, dan mangrove di sejumlah desa sekitar area tambang. Newmont Batu Hijau juga memberikan dukungan pada upaya Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat yang kini sedang menggalakkan penghijauan pada lahan di dalam maupun di luar kawasan hutan.
      Newmont Batu Hijau juga meraih Proper Hijau sebanyak enam kali berturut-turut dari Kementerian Lingkungan Hidup.
      PROPER Hijau diraih perusahaan tambang itu pada 2011 merupakan penghargaan yang keenam di bidang lingkungan.
      "Kami merasa bangga untuk keenam kalinya, termasuk lima kali terakhir kami memperoleh penghargaan PROPER Hijau karena kinerja kami dinilai lebih baik dari standar yang telah ditetapkan oleh KLH dalam hal perlindungan lingkungan yang di dalamnya termasuk juga aspek tanggung jawab sosial," kata Martiono.
      Ada lima peringkat yang ditetapkan dalam penilaian PROPER yakni tingkat Emas, Hijau, Biru, Merah, dan Hitam. Peringkat Hijau berarti suatu perusahaan telah melakukan upaya pengendalian kemungkinan pencemaran dalam melindungi lingkungan dan kinerja perusahaan tersebut telah sesuai bahkan lebih baik dari peraturan yang berlaku.
      Selain enam kali penghargaan PROPER Hijau, PTNNT juga telah menerima dua kali penghargaan lingkungan ADITAMA dari Kementerian ESDM.
      Upaya penanaman pohon, diikuti dengan pemeliharaan hingga besar, sehingga setiap penghijauan diharapkan tingkat keberhasilannya cukup tinggi.    
      "Kami tidak hanya menanam, tapi juga melakukan pemeliharaan (pemupukan, penyiraman, penyulaman, pendangiran, pembersihan gulma) dan pemantauan rutin hingga tanaman minimal sampai umur 2-3 tahun," kata Manajer Senior Lingkungan PTNNT Potro Soeprapto
     Selain reklamasi di areal lahan dalam kawasan tambang, PTNNT juga melakukan penghijauan baik di wilayah Sumbawa Barat, Sumbawa maupun Pulau Lombok termasuk dalam rangka mendukung Program Penanaman Satu Miliar Pohon.
  {jpg*3}                                                   
                                                          "NTB Hijau"                           
     Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat mengakui kontribusi perusahaan tambang itu dalam bidang perlindungan lingkungan dengan partisipasi aktif.
     Tekad Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan melalui program unggulan "NTB Hijau" nampaknya mendapat dukungan dari berbagai pihak, diantaranya Newmont.
     Di Kabupaten Sumbawa Barat, perusahaan tambang yang berkantor pusat di Denver Colorado Amerika Serikat tersebut telah melaksanakan reklamasi secara bertanggungjawab.
     Kepala Dinas Kehutanan Perkebunan dan Perikanan Kabupaten Sumbawa Barat Muslimin mengatakan, reklamasi lahan di dalam kawasan tambang, memang merupakan kewajiban perusahaan tambang itu.
     Selain itu, perusahaan juga melaksanakan program "turus" jalan atau penanaman pohon pelindung di kanan kiri jalan di wilayah Kecamatan Jereweh, Maluk dan Sekongkang yang dilakukan sekitar sepuluh tahun lalu dan kini sebagian tanaman pelindung tersebut sudah besar.
     Kegiatan reklamasi di wilayah pantai dengan menanam pohon bakau atau mangrove di beberapa lokasi, antara lain di Benete, Satuan Pemukiman (SP-2) di Desa Tatar, Kecamatan Sekongkang.
     "Penghijauan tersebut juga melibatkan siswa SD dan SMP yang sekaligus untuk meningkatkan pemahaman para siswa mengenai pentingnya kelestarian lingkungan," katanya.
     Pada 2013 Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat akan mereklamasi lahan tandus seluas 300 hektare di Kecamatan Poto Tano yang sudah dilaksanakan sejak setahun terakhir dengan dukungan perusahaan swasta itu.
     "Kami sedang menggas reklamasi di Kecamatan Poto Tano yang sudah dimulai sejak setahun lalu. Kita harapkan swasta ikut berperan dalam program tersebut," kata Muslimin.
     Penanaman pohon pada lahan tandus di Kecamatan Poto Tano itu akan dilakukan dengan perlakuan khusus. Artinya pohon itu tidak hanya ditanam, tetapi juga dipelihara dan disiram agar bisa tumbuh dengan baik.
     "Pohon yang akan kita tanam adalah nimba, asam, kesambik dan akasia. Jenis tanaman ini memang cocok untuk lahan kritis seperti di Kecamatan Poto Tano dan agar pohon tersebut bisa tumbuh dengan baik dilakukan penanaman dengan 'treatment' khusus," ujarnya.
      Menurut dia, kegiatan reklamasi akan dilaksanakan pada lahan tandus seluas 300 hektare. Sebagian  sudah direklamasi dan melalui program kemitraan dengan perusahaan tambang emas dan tembaga itu akan dilakukan reklamasi lahan seluar 150 hektare.
      Muslimin mengatakan, penghijauan lahan kritis di Poto Tano  itu akan dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama pada 2013 akan direklamasi seluas 150 hektare, kemudian dilanjutkan pada tahap berikutnya seluas 150 hektare.
     "Kalau program reklamasi itu berhasil, maka Poto Tano yang merupakan pintu gerbang memasuki Kabupaten Sumbawa Barat melalui transportasi laut tersebut tidak lagi menyerupai padang pasir seperti sekarang ini," ujarnya.
      Sepatutnya sebuah perusahaan yang telah mendapatkan manfaat dari bumi Indonesia untuk memberikan kontribusi dengan "mewariskan" jejak hijau di bukit batu Hijau. (*)

KETERANGAN FOTO: ANGKUT BATUAN MINERAL- Shovel sedang mengisi batuan mineral untuk dibawa ke konsentrator di kawasan tambang PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) .

REKLAMASI- Perataan tanah sebelum dilakukan reklamasi pada lahan bekas penambangan.

PEMBIBITAN - Pembibitan tanaman lokal yang akan ditanam pada lahan yang direklamasi.

(AntaraMataram.com-Masnun)