Direktur Utama Pupuk Indonesia Bakir Pasaman mengatakan pemanfaatan energi ramah lingkungan dari amonia harus dioptimalkan lantaran saat ini Pupuk Indonesia adalah pemain utama amonia di Indonesia.
"Green energy ini yang sangat menarik, artinya sebagai pemain amonia tentunya kami menjadi leading sector di Indonesia atau di wilayah Asia sebagai produsen blue ammonia maupun green ammonia,” ujarnya dalam sebuah webinar di Jakarta, Selasa.
Bakir menuturkan volume perdagangan ammonia saat ini mencapai 21 juta ton di seluruh dunia. Namun pada tahun 2030, volume perdagangan ammonia untuk sumber energi diprediksi mencapai 30 juta ton. Menurutnya, seluruh dunia mulai memikirkan untuk memproduksi amonia agar menjadi energi ramah lingkungan yang selaras dengan program pengurangan emisi karbon untuk mencegah pemanasan global.
Selain berpotensi menjadi pemain utama di Asia, lanjut Bakir, pengembangan amonia hijau dan amonia biru sebagai sumber energi ramah lingkungan juga menjadi salah satu upaya Pupuk Indonesia untuk mendukung target penurunan emisi karbon.
Baca juga: PSSI umumkan 36 pemain TC persiapan Kualifikasi Piala Asia
Baca juga: PSSI umumkan 36 pemain TC persiapan Kualifikasi Piala Asia
Sejauh ini, perseroan telah melakukan berbagai kerja sama untuk mewujudkan hal tersebut, termasuk memilik peta jalan yang terdiri dari tiga tahap. Pertama, tahap jangka pendek pada tahun 2023-2030. Pada tahap ini, Pupuk Indonesia mulai memanfaatkan sumber energi terbarukan, sekaligus mengurangi emisi.
Adapun sumber energi tersebut berasal dari tenaga air yang diperoleh dari PLN. Sumber energi tersebut mulai menggantikan pemakaian minyak atau gas bumi sebagai sumber pembangkit listrik pada pabrik pupuk.
“Itu sudah ada di pabrik Pupuk Kujang dan Petrokimia Gresik. Tahun depan akan diterapkan mulai dari Pusri Palembang, Pupuk Kaltim, dan Pupuk Iskandar Muda. Ini yang bisa kami lakukan dalam short term,” jelas Bakir.
Selain itu, Pupuk Indonesia juga melakukan revamping atau pengembangan pabrik pupuk untuk meningkatkan efisiensi energi dan penurunan emisi karbon, serta pengembangan amonia hijau dengan memanfaatkan pabrik eksisting. Tidak hanya itu, emisi karbon juga akan dimanfaatkan untuk pengembangan produk soda ash yang bermanfaat sebagai bahan baku untuk industri kaca, keramik, dan sebagainya.
“Kami coba memulai menghilangkan karbon dioksida dengan mengkonversi ke dalam bentuk lain, misalnya soda ash yang bahan bakunya itu adalah carbon dioxide, ini bisa kami konversi menjadi soda ash dan bisa mengurangi emisi karbon dioksida dan kami mengurangi energi yang berlebihan, sehingga karbon yang dibuang menjadi lebih sedikit,” terang Bakir.
Baca juga: Ketum PSSI berharap Indonesia masuk lima besar Piala Asia U-17
Baca juga: Ketum PSSI berharap Indonesia masuk lima besar Piala Asia U-17
Selanjutnya, pada jangka menengah periode 2030-2040. Pada tahap itu, Pupuk Indonesia mulai mengembangkan amonia biru. Karbon yang terbentuk dari proses produksi amonia tersebut dapat diinjeksikan ke dalam tanah melalui teknologi carbon capture storage (CCS). Injeksi karbon itu akan lebih efisien jika dilakukan pada reservoir sumur minyak ataupun gas tua di Indonesia.
Pupuk Indonesia sendiri sudah melakukan studi dengan sejumlah perusahaan dari Jepang untuk memproduksi amonia biru. Strategi yang ketiga dilakukan pada periode 2040-2050 atau jangka panjang. Bakir mengungkapkan bahwa grup Pupuk Indonesia akan melakukan pengembangan pabrik baru amonia hijau skala komersil yang diproduksi menggunakan sumber energi terbarukan, seperti pembangkit tenaga air dan panas bumi demi mewujudkan industri ramah lingkungan.
Lebih lanjut Bakir menyebut banyak perusahaan di dunia sudah mulai mengembangkan amonia hijau dan amonia biru. Amonia merupakan media untuk mendistribusikan hidrogen sebagai sumber energi di masa depan.
Ia berharap Pupuk Indonesia bisa menjadi pemain utama di sektor amonia. Bakir optimis dapat menangkap peluang itu karena Pupuk Indonesia memiliki fasilitas dan sangat berpengalaman dalam pengelolaan produksi dan penyimpanan amonia.
Namun demikian, Bakir mengungkapkan terdapat sejumlah tantangan untuk mewujudkannya amonia, di antaranya membutuhkan investasi yang besar. "Namun, Pupuk Indonesia sudah memiliki kerja sama dengan Pertamina dan PLN untuk memanfaatkan ammonia untuk mendukung penyediaan energi baru dan terbarukan," pungkasnya.