PRODUSEN TEMPE DI MATARAM KELUHKAN HARGA KEDELAI

id

     Mataram, 24/7 (ANTARA) - Produsen tempe di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengeluhkan kenaikan harga kedelai dan beberapa bahan tambahan lainnya yang cukup tinggi.

     "Harga kedelai dari Rp5.500 naik menjadi Rp8.000 per kilogram (kg). Sementara harga jual tempe di pasar tidak bisa dinaikkan. Kalau harga dinaikkan, pembeli ngomel, maunya malah diturunkan." kata

Ruminah,  produsen tempe di Kelurahan Kekalik, Kota Mataram, Selasa.

      Ia mengatakan, jumlah kedelai yang dihabiskan untuk satu kali proses produksi sebanyak 200 kilogram. Kedelai tersebut diperoleh dari pegadang besar di Ampenan, Kota Mataram.

     Ruminah mengaku menjual satu tempe yang panjangnya sekitar 10 cm, lebar 4 cm dan tebal 1 cm seharga Rp1.500.  Harga tersebut tergolong murah jika dibandingkan dengan biaya produksi yang harus dikeluarkan.

     Selain harga kedelai yang mengalami kenaikan, harga bahan tambahan lainnya berupa kulit kacang kering untuk bahan bakar membuat tempe juga ikut naik dari Rp6.000  menjadi Rp8.000 per karung (ukuran 50 kg).

     Sementara biaya tenaga kerja tidak dikeluarkan karena yang bekerja adalah anggota keluarga.

     "Kalau saya pakai tenaga kerja di luar keluarga, bisa bangkrut. Dari mana saya dapat uang untuk membayar gaji karyawan. Makanya, yang membantu membuat tempe ini anak-anak," ujarnya.

     Meski demikian, Ruminah mengaku pasrah dengan kondisi tersebut dan tidak bisa menaikkan harga karena khawatir produknya tidak laku terjual.

     Ia juga tidak bisa menghentikan usaha memproduksi tempe karena tidak ada pekerjaan lain yang bisa menghidupi keluarganya.

     "Kalau saya berhenti mau makan apa. Tidak apa-apa untung sedikit, yang penting bisa makan dulu. Mudah-mudahan pemerintah mau memperhatikan kondisi rakyat kecil, paling tidak harga kedelai bisa diturunkan," ujarnya.

     Sementara itu, Haerani (48) produsen tahu di Kelurahan Kekalik, Kota Mataram, mengaku tidak bisa berbuat banyak menghadapi tingginya harga kedelai sebagai bahan baku membuat tahu.

     Ia tidak mengetahui pasti penyebab pedagang besar kedelai di wilayah Ampenan, Kota Mataram, menaikkan harga. Namun yang pasti kenaikan harga itu membuat keuntungan usaha yang digelutinya selama belasan tahun menurun drastis.

     "Kenaikan harga kedelai sangat membebani pengusaha kecil seperti kami. Bahkan, ada rekan-rekannya yang tidak mau memproduksi untuk sementara waktu, sambil menunggu harga kedelai turun," ujarnya.      

     Haerani berharap pemerintah bisa mengambil kebijakan membantu pengusaha tahu dan tempe agar tidak bangkrut. Salah satunya dengan memberikan dana subsidi seperti yang dilakukan pada 2008. (*)