ATASI GIZI BURUK MELALUI GERAKAN MENGUMPULKAN TELUR Oleh Masnun

id

        Bocah berusia delapan tahun itu tergolek lemah di tempat tidur beralaskan tikar pandan. Badannya nyaris tinggal tulang terbalut kulit dan perut buncit. Kendati usianya memasuki delapan tahun, namun berat badannya hanya 10 kilogram.

       Penyakit asma dan batuk yang dideritanya sejak masih bayi tak kunjung sembuh menyebabkan ia tidak mau makan. Di gubug bertiang bambu beratap daun kelapa, bocah malang itu tinggal bersama neneknya sejak ditinggal ibunya menjadi tenaga kerja wanita di Arab Saudi.

       Siti Maemunah (8), bocah penderita gizi buruk itu hingga kini masih dirawat intensif di ruang Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tanjung, Kabupaten Lombok Utara. Sudah hampir dua bulan ini ia dirawat hanya ditunggu neneknya yang juga sakit-sakitan.

       Siti adalah, salah satu seorang dari ratusan, bahkan mungkin ribuan anak yang menderita gizi buruk di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kasus gizi buruk di provinsi yang dikenal dengan julukan Bumi Gogo Rancah (Gora) ini masih cukup tinggi termasuk di kabupaten termuda Lombok Utara.

       Kondisi ini menimbulkan "kegalauan" bagi masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Lombok Utara. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan kasus gizi bermasalah ini, termasuk dengan melaksakan gerakan mengumpulkan telur ayam.  

       Gerakan Mengumpulkan Telur ayam yang telah dicanangkan Pemerintah Kabupaten Lombok Utara untuk mengatasi kasus gizi buruk itu mendapat sambutan baik dari masyarakat setempat.  

Masyarakat pun secara sukarela menyumbang telur ayam untuk dibagikan kepada para penderita gizi buruk.

       Wakil Bupati Lombok Utara Najmul Ahyar mengatakan, seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD), para pelajar dan pengusaha. Bahkan para kepala desa dan dan kepala dusun ikut mencari telur.

       "Di luar dugaan ketika dicanangkan GMT beberapa waktu lalu dalam satu jam berhasil dikumpulkan 61.000 butir telur sumbangan dari para kepala dinas secara pribadi dan pengusaha termasuk saya dan bupati ," ujarnya.

       Hingga kini Pemkab Lombok Utara berhasil mengumpulkan sebanyak 330.000 butir telur yang dibagikan kepada balita penderita gizi buruk setiap minggu selama tiga bulan.

       Kasus gizi buruk di Kabupaten Lombok Utara cukup tinggi mencapai 2.500 kasus. Karena itu awalnya pemerintan daerah di kabupaten yang kini memasuki usia empat tahun itu berkeinginan untuk menganggarkan dana APBD.

       Namun karena membutuhkan proses cukup lama, maka Pemkab Lombok Utara mencoba melaksanakan Gerakan Mengumpulkan Telur Ayam. Cara ini tidak membutukan waktu lama dibandingkan dengan harus menggarkan dana dari APBD.

       "Kami sengaja tidak menggunakan dana APBD untuk menangani kasus gizi buruk tersebut, karena prosesnya cukup lama. Karena itu upaya yang kita tempuh adalah dengan melaksanakan gerakan mengumpulkan telur yang kemudian dibagikan kepada balita penderita gizi buruk tersebut," ujarnya.  

       Dipiilihnya telur sebagai salah satu upaya untuk mengatasi tingginya kasus gizi buruk tersebut agaknya beralasan, karena telur memiliki kandungan gizi tinggi, sehingga cocok untuk meningkatkan asupan gizi bayi usia lima tahun (balita) penderita gizi buruk.

       "Menurut Dinas Kesehatan telur memiliki potensi besar untuk mengatasi kekurangan gizi. Telur ini sekaligus untuk melengkapi program makanan tambahan berupa bubur kacang hijau dan vitamin," katanya.

       Menurut Najmul hingga kini belum ada laporan mengenai adanya balita yang meninggal dunia karena gizi buruk, semuanya berhasil ditangani.

       Upaya tersebut, menurut Najmul, cukup berhasil menekan kasus gizi buruk di Lombok Utara. Karena itu ikhtiar tersebut akan terus dilakukan guna mengurangi balita penderita gizi bermasalah di daerah ini.

       Upaya lain yang dilakukan pemerintah kabupaten bermoto "Tioq Tata Tunaq" ini adalah para balita gizi buruk tersebut juga dirawat di ruang VIP RSUD Tanjung. Para penderita gizi buruk mendapat pelayanan secara gratis.

       "Kami menargetkan pada akhir 2012 angka gizi buruk bisa ditekan sekecil mungkin, bahkan kalau mungkin pada 2013 kasus gizi buruk di Lombok Utara tidak ada lagi. Berdasarkan laporan dari pos pelayanan terpadu (posyandu) kasus gizi buruk itu mengalami penurunan cukup signifikan," kata Najmul.



                                                   Pola asuh  

       Persoalan lain yang menjadi penyebab tingginya kasus gizi buruk di Kabupaten Lombok Utara adalah pola asuh yang salah. Jadi tingginya gizi bermasalah itu tidak hanya persoalan gizi, tetapi cara para orang tua mengasuh anak kurang baik.

       Pola asuh yang salah menjadi salah satu penyebab tingginya kasus gizi buruk di daerahnya yang kini jumlah penceritanya mencapai 2.500 orang.

       "Banyak bayi usia di bawah lima tahun (balita) menderita gizi buruk, karena diasuh oleh neneknya setelah ditinggal ibunya menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri," katanya.

       Ia mengaku pernah keliling di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tanjung hingga pukul 01.00 Wita. Hampir semua balita penderita gizi buruk dijaga oleh neneknya, karena ibunya bekerja di luar negeri.

       "Ketika saya tanya mereka mengatakan para balita itu ditinggal ibunya bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) di Arab Saudi, Korea atau Malaysia sejak usianya dua hingga tiga bulan. Neneknya tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi para balita tersebut, bahkan masih ada balita yang hanya diberikan nasi "papak" (nasi yang dikunyah)," kata Najmul .

       Asupan gizi balita tersebut seharusnya sebagian besar berasal dari air susu ibu (ASI), namun itu tidak bisa dipenuhi karena ibunya bekerja di luar negeri. Mengharapkan asupan gizi dari susu formula juga tidak memungkinkan karena orangtua tidak mampu membeli.

       Persoalan lainnya, menurut dia, adalah budaya yang masih ditemukan di Lombok Utara, yakni para ibu menyusui tidak boleh makan ikan dan daging yang mengandung gizi tinggi, hanya boleh makan sayur komak.

       "Kondisi ini menyebabkan kualitas ASI ibu menyusui relatif rendah, ini merupakan salah satu penyebab tingginya angka penderita gizi buruk di Lombok Utara," kata Najmul.

       Karena itu, menurut Najmul, tingginya kasus gizi buruk di daerahnya buka semata-mata, karena tingginya angka kemiskinan

Dia mengatakan, di Pemenang yang merupakan kecamatan yang paling tinggi sirkulasi ekonominya di Kabupaten Lombok Utara, kasus gizi buruknya paling tinggi.

       "Karena itu kalau kita tarik benang merahnya, tingginya kasus gizi buruk tidak semata-mata karena kemiskinan, tetapi karena pola asuh yang salah," katanya.

       Karena itu, Najmul, telah meminta instansi terkait terutama Dinas Kesehatan untuk terus menggelar sosialisasi agar para balita diasuh secara baik dan memperhatikan kecukupan asupan gizi agar balita tidak menderita gizi buruk.

       Tingginya kasus gizi buruk di kabupaten/kota itu menyebabkan kasus gizi buruk di Provisi NTB hingga kini masih cukup tinggi. Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi NTB, selama 2012 ini terdapat 507 kasus gizi buruk.

       "Sedikitnya 20 anak meninggal dalam kurun waktu 10 bulan terakhir, sejak januari sampai Oktober 2012," kata Kepala Seksi Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi NTB, Taufik Hari Suryanto.

       Data itu dihimpun dari seluruh kabupaten dan kota di NTB. Dinas kesehatan provinsi telah mengaudit laporan itu. Kebanyakan, penderita gizi buruk itu berasal dari Kabupaten Lombok Timur.

       Para penderita yang meninggal usianya maksimal lima tahun. Penderita gizi buruk yang meninggal itu pada umumnya juga mengidap penyakit penyerta, seperti TB, ispa, diare, dan kelainan sejak lahir.

       Pemerintah Provinsi NTB telah melakukan berbagai upaya untuk merawat penderita gizi buruk itu. Para penderita gizi buruk itu dirujuk ke Rumah Sakit Umum Provinsi NTB. Selama menjalani perawatan pebderita gizi burul mendapat asupan gizi serta penanganan khusus tim medis.

       Kepala Bidang Pelayanan dan Penunjang Medis RSUP NTB Lalu Hamzi Fikri, mengatakan dalam tiga bulan ini, sebanyak 22 pasien penderita gizi buruk dirawat. Tiga pasien yang masih balita meninggal dunia.



                                          Penyakit penyerta

       Pasien gizi buruk yang dirujuk ke RSU Provinsi NTB itu sebagian juga mengidap penyakit penyerta seperti Tuberkulosis (TBC), infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), bahkan ada yang komplikasi. Penyakit penyerta itulah menyebabkan penderita tidak mau makan dan akhirnya menyebaban kematian.

       "Setiap bulan kami merawat pasien yang bermasalah dengan gizi. Ini karena berbagai faktor seperti pola asuh orangtua, pengaruh lingkungan dan asupan gizin kurang," kata Hamzi 

       Hingga saat ini, RSUP NTB masih merawat empat pasien gizi buruk, masing-masing berinisial SH (8 tahun) asal Sumbawa, S (6 bulan) asal Prya Lombok Tengah, R (8 tahun) asal Labuapi Lombok Barat dan RR (2 tahun) asal Ampenan, Kota Mataram. Keempat pasien itu dirawat sejak tanggal 6 Oktober 2012.

       Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dr Moch Ismail mengatakan, kasus gizi buruk atau malnutrisi yang mencuat di 2012, belum dikategori Kejadian Luar Biasa (KLB), karena jumlah pasiennya masih tergolong sedikit jika dibanding tahun-tahun sebelumnya.

       "Belum KLB, pasiennya sedikit jika dibanding tahun-tahun sebelumnya, tetapi kami akan berupaya mengintervensi dalam berbagai bentuk program penanganan, termasuk asupan gizi berimbang," katanya.

       Menurut data, RSUP NTB, sejak Juli hingga pekan kedua Oktober 2012, tercatat 22 orang pasien gizi buruk disertai komplikasi penyakit yang menjalani perawatan di rumah sakit itu. Tiga orang pasien diantaranya akhirnya meninggal dunia.

       Gejala klinis gizi buruk itu yakni badan kurus, dan wajah terlihat lebih tua dari usia yang menunjukkan gejala kekurangan karbohidrat (marasmus), serta adanya komplikasi penyakit kronis seperti kelainan penglihatan, dan gangguan pernapasan.

       Ismail mengatakan, penderita gizi buruk di wilayah NTB pada umumnya disebabkan oleh kurangnya asupan gizi di kalangan balita dan anak-anak dan hal itu erat kaitannya kemampuan para orangtua dan tingkat kesejahteraan keluarga.

        Kurangnya asupan gizi itu akan mengarah kepada gizi buruk jika tidak segera ditangani secara baik. Apalagi, balita dan anak-anak kurang gizi itu juga diserang penyakit.

       Karena itu intervensi pemerintah lebih mengarah kepada pemberian makanan bergizi sekaligus penyembuhan penyakit yang diderita pasien gizi buruk itu.

       "Salah satu program penanganan gizi buruk secara terpadu yakni gerakan makan bergizi seimbang yang merupakan penyempurnaan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu hamil dan menyusui serta balita," ujarnya.

       Menurut dia, gerakan makan bergizi seimbang itu juga diterapkan di sekolah dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI), selain program peningkatan derajat kesehatan balita dan anak-anak melalui posyandu dan puskesmas.

       Berbagai ikhtiar mulai dari Gerakan Mengumpulkan Telur Ayam dan Pemberian Makanan Tambahan Air Susu Ibu (PMT ASI) itu bermuara pada upaya menekan angka gizi buruk yang hingga kini masih cukup tinggi di Provinsi "Bumi Gora".(*)