"TKI ini patut diteladani, ia mampu menghasilkan 33 ribu ringgit dalam enam bulan, atau lebih dari 5.000 ringgit setiap bulannya," kata Md Amin Salleh, Pengerusi Jawatankuasa Induk Felda Plantations Sdn Bhd, saat menyerahkan bonus uang tunai sebesar 1.000 ringgit kepada Zakirman (32).
Bonus itu diserahkan dalam pertemuan silaturahmi Duta Besar RI untuk Malaysia Marsekal TNI (Pur) Herman Prayitno, dengan ribuan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berlangsung di gedung Dewan Rajawali Felda Residence Trolak, Negeri Selangor, Malaysia, 3 November 2012.
Pertemuan silaturahmi atau yang disebut Majelis Ramah Mesra oleh suku Melayu Malaysia itu, sengaja digelar karena jenderal berbintang empat purnawirawan TNI AU itu baru dua bulan lebih menjabat Dubes RI untuk Malaysia sehingga ingin menyerap aspirasi secara langsung dari para TKI.
Lebih dari seribu TKI dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk dari Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), memadati gedung pertemuan milik Felda Plantations Sdn Bhd (Perusahaan perkebunan kelapa sawit milik Kerajaan Malaysia), di Trolak, sekitar dua jam perjalanan menggunkaan bus dari Kuala Lumpur, ibukota negara Kerajaan Malaysia.
Sekilas, nama Lombok, NTB, harum dimata Dubes RI untuk Malaysia, karena Zakirman sebagai salah seorang TKI asal Lombok dipuji majikannya yakni pejabat Felda Plantations.
Zakirman memang tidak seperti TKI pada umumnya yang rata-rata menghasilkan 800 hingga 900 ringgit sehari.
Pria satu anak itu mampu menghasilkan lebih dari 5.000 ringgit sebulan atau setara dengan sekitar Rp15 juta.
Hanya saja, pekerjaannya tergolong berat dan tidak banyak TKI yang mampu melakukannya. Ia bekerja di hutan karet, menyadap karet dan itu harus dilakukan di malam hari, dan ketika itu oksigen (O2) relatif kurang karena disedot karbondioksida (CO2).
Zakirman bekerja dari pukul 05.00 AM (17.00 Wita) hingga pukul 08.00 PM (08.00 Wita), bahkan hingga pukul 10.00 PM (10.00 Wita) atau rata-rata 15 jam sehari. Waktu istirahat malam ia berada di hutan karet. Pantas saja, ia mampu mengumpulkan 33 ribu ringgit atau setara dengan hampir Rp100 juta hanya dalam tempu enam bulan.
Lalu, mengapa TKI asal Desa Kesik, Kecamatan Masbagik, Kabupaten Lombok Timur, NTB, itu mau melakukan pekerjaan berat itu?.
Saat tampil menerima bonus 1.000 ringgit itu, Zakirman tidak tampil loyo karena kelelahan. Badannya pun terlihat gemuk dan bugar, meskipun dua bola matanya tampak memerah karena kurang tidur.
Semestinya, waktu pertemuan silaturahmi Dubes RI untuk Malaysia dengan para TKI itu, ia sedang terbaring di tempat tidur, karena waktunya untuk beristirahat.
"Inilah kondisi saya, dan saya bersyukur bisa tetap sehat hingga mampu melakukan pekerjaan ini," ujarnya ketika ditemui puluhan wartawan yang mengajaknya berbincang-bincang lebih jauh soal kehidupannya.
Puluhan wartawan itu merupakan merupakan bagian dari 26 wartawan dari berbagai media massa di wilayah NTB yang melawat ke Negeri Selangor, Malaysia, 31 Oktober hingga 4 November 2012, guna melihat dari dekat kondisi kehidupan para TKI asal NTB.
Lawatan Forum Wartawan Pemprov NTB itu, memang dimulai dari Sime Darby Plantation Academy (SDPA) di Carey Island, sekitar tiga jam perjalanan menggunakan bus dari arah Kuala Lumpur, ibukota negara Kerajaan Malaysia, namun beda arah dengan markas Felda Plantations, meskipun masih dalam wilayah Negeri Sembilan, Malaysia.
Kegiatan peninjauan kehidupan TKI di markas Sime Darby dilakukan sejak 1 hingga 2 November, kemudian dilanjutkan di markas Felda Plantations hingga 3 November 2012, dan keesokan harinya bertolak dari Kuala Lumpur menuju Jakarta, Indonesia.
Kepada wartawan NTB, Zakirman mengaku terpaksa bekerja keras agar sanak keluarganya keluar dari himpitan kesulitan ekonomi.
Sebelum bekerja di ladang karet Felda Plantations, ia pernah bekerja di ladang sawit di Malaysia Barat, hingga kembali ke kampung halamannya dengan tabungan penghasilan apa adanya.
Selanjutnya, ia menikah dengan pujaan hatinya di kampung halamannya di Lombok Timur, dan saat prosesi perkawinan ia berhutang Rp35 juta dengan jaminan gadai lahan sawah milik keluarganya.
Untuk menebus hutang puluhan juta rupiah itu, ia kembali menjadi TKI namun pekerjaan berat di ladang karet yang dipilihnya. {jpg*5}
"Alhamdullilah utang saya sudah lunas hanya dalam tempo empat bulan, saya sudah dua kali kirim uang masing-masing Rp15 juta dan Rp20 juta. Uang yang ada di tangan saya akan say kumpul untuk beli mobil yang dapat dipakai berbisnis di kampung halaman," ujarnya.
Zakirman mengaku telah bertekad untuk mewujudkan impiannya membeli mobil untuk kepentingan bisnis, hingga mampu membangun rumah dan mengangkat sanak keluarganya dari belenggu kemiskinan.
Ia berjanji tidak akan meninggalkan lahan karet milik Felda Plantations, jika impiannya belum terwujud, dan menurutnya sangat mungkin digapai, jika merujuk kepada hasil kerjanya selama enam bulan terakhir.
"Insya Allah bisa, istri dan anak saya akan bahagia, karena saya bekerja keras. Semoga kesehatan dan kebugaran selalu saya dapat. Dengan bekerja keras seperti ini, maka saya yakin sanak keluarga saya tidak akan kesulitan ekonomi lagi," ujarnya disertai mimik wajah penuh semangat.
Beri semangat
Dubes RI untuk Malaysia Herman Prayitno, dalam pertemuan silaturahmi dengan ribuan TKI itu, menyemangati para TKI agar lebih giat bekerja, namun tetap menjaga kesehatan karena penghasilan yang dapat diraih sangat tergantung kondisi fisik.
"Saya datang ke sini karena ingin monitor kondisi TKI, lihat langsung dan menyerap aspirasi, karena lebih dari sebulan saya mengamati warga Indonesia yang mengurus paspor di kedutaan cukup banyak dengan wajah-wajahnya sedih, sehingga saya pun pertanyakan bagaimana kondisi para TKI," ujarnya.
Herman juga menyampaikan pesan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada para TKI, yang pada intinya tetap menjadi pahlawan devisa bangsa Indonesia di Malaysia yang juga menjaga hubungan baik antarbangsa.
"Apa yang sudah baik ini kita pelihara, tingkatkan kinerja dan harus selalu bersemangat. Kalau pun ada masalah maka cari solusi terbaiknya, dan kami dari keduataan akan selalu memberi perlindungan dan membantu mencarikan solusinya," ujar mantan Komandan Pangkalan TNI AU (Lanud) Rembiga Mataram tahun 2008-2009 itu dihadapan seribuan TKI berkostum hitam, biru, dan oranye disertai topi sesuai kelompok usaha di ladang perkebunan.
Versi KBRI di Malaysia, 1,1 juta TKI legal yang berkerja di Malaysia. Sebanyak 450 ribu diantaranya bekerja di ladang perkebunan.
Jumlah itu belum termasuk sekitar 1,3 juta warga Indonesia yang bekerja secara tidak resmi (illegal) di Malaysia, dan keberadaan mereka diketahui ketika mencuat beragam masalah.
Secara keseluruhan, KBRI Malaysia mencatat jumlah tenaga kerja asing di Malaysia sebanyak 2,1 juta orang lebih, dan sebanyak 1,1 juta orang diantaranya merupakan TKI.
Warga Indonesia yang bekerja di negara itu terbagi dalam enam kategori, yakni TKI legal sejak berangkat dari negara asal hingga bekerja di majikannya, TKI yang sat berangkat legal namun akhirnya menjadi ilegal karena kabur dari majikan.
Kategori lainnya, TKI legal namun sampai di Malaysia menjadi ilegal karena berganti pekerjaan yang tidak sesuai dokumen, TKI ilegal tanpa dokumen, dan TKI yang saat datang ke Malaysia menggunakan paspor wisatawan kemudian bekerja, serta WNI yang luntang-lantung di Malaysia hingga mengadu ke KBRI.
Dalam dialog dengan para TKI itu, sempat mencuat keluhan sejumlah TKI yang mengaku penghasilannya belum mencapai nilai minimal 800 ringgit perbulan. Namun, setelah diklarifikasi ternyata hal itu hanya persoalan teknis pembayaran yang mengacu kepada beban kerja.
Pihak Felda Plantations pun berjanji akan memperhatikan upah kerja tersebut, apalagi mulai 2013 akan diberlakukan upah terendah TKI sebesar 900 ringgit perbulan.
Sehari sebelum pertemuan silaturahmi dengan para TKI itu, Dubes RI untuk Malaysia, mengunjungi Residence Utama Felda Plantations, yang berjarak sekitar lima kilometer dari gedung pertemuan Dewan Rajawali Felda Residence Trolak.
Dalam pertemuan itu, Dubes RI juga mengungkapkan upaya-upaya yang sedang dan akan dilakukan kedutaan RI terkait berbagai hal yang berkaitan dengan TKI, dan visi dan misi lainnya dari KBRI di Malaysia.
Pada kesempatan yang sama Tan Sri (Komisaris Utama) Pengerusi Kumpulan Felda Plantations Muhammad Isa mengungkapkan, perusahaan perkebunan milik Kerajaan Malaysia yang berdiri sejak 1956 itu telah menguasai lahan perkebunan yang dulunya milik rakyat (pembebasan lahan) seluas 335 ribu hektare.
Lahan perkebunan Felda Plantations itu tergolong paling luas karena mencapai 355 hektare dari total lahan perkebunan di Malaysia seluas 500 ribu hektare.
Felda telah mempekerjakan sebanyak 28.220 orang TKI di ladang perkebunan dari total 42.400 orang tenaga kerja yang dimiliki perusahaan tersebut, dan sebagian besar pekerja ladang pun berasal dari Lombok, NTB.
"Dari hari ke hari memang prestasi TKI semakin baik, saya pun yakin dan percaya hal ini akan terus berlanjut, dan ini akan semakin mempererat hubungan baik Indonesia dan Malaysia. Saya perlu ingatkan bahwa mulai 2013 kami akan berlakukan upah terendah 900 ringgit/bulan/orang tenaga kerja di semua sektor," ujar Isa.
Petinggi Felda Plantations itu pun berharap upah hasil kerja para TKI hendaknya diteruskan ke kampung halamannya agar sanak keluarganya semakin sejahtera.
Ia tidak ingin para TKI berfoya-foya dengan upah kerja sehingga tekad hendak mengubah nasib keluarga melalui profesi TKI tidak kesampaian.
"Saya yakin uangnya akan balik ke kampung halaman, untuk digunakan keluarga. Ini yang harus diperhatikan," ujar Isa.
Apa yang diungkapkan Sri Tan Pengerusi Kumpulan Felda itu bukan tanpa alasan, sebab tidak sedikit TKI yang telah bekerja bertahun-tahun, bahkan telah mencapai puluhan tahun, namun sanak keluarganya di kampung halaman belum juga sejahtera meskipun upah hasil kerja tergolong banyak.
Tidak sedikit TKI asal Lombok dan daerah lainnya yang dijumpai di markas Felda Plantations mengaku belum memiliki simpanan, lantaran upah hasil kerja habis untuk kebutuhan konsumtif. Beberapa diantara mereka mengaku upah kerjanya habis dipakai beli menuman memabukkan, seperti yang dilakukan saat masih berada di kampung halamannya.
Agaknya, ketekunan dan semangat bekerja keras merupakan kunci kesuksesan para TKI, selain selalu berupaya menghindari masalah, terutama masalah hukum di Negeri Jiran, sebagaimana dilakukan Zakirman, satu dari sekian banyak TKI yang bersemangat mengangkat sanak keluarganya dari belenggu kemiskinan. (*)