MEMBANGUN DESA BUDAYA BUKIT MANTAR Oleh Masnun Masud

id

     Hamparan persawahan diselingi kebun berpagar pohon banten menghiasi perkampungan di perbukitan yang berada pada ketinggian 630 meter di atas permukaan laut itu. Tak jauh dari lokasi itu nampak rumah-rumah panggung berjejer rapi.
   
     Pepohonan hijau yang mengelilingi perkampungan dan hawa dingin khas pegunungan terasa kental dengan nuansa pedesaan. Kehidupan warganya yang tetap mempertahankan tradisi leluhur menciptakan suasana damai dan harmonis.
     Mantar yang masuk wilayah Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat itu merupakan desa di atas pegunungan atau "village on mountain"  yang menyimpan sejuta pesona dan kedamaian. Desa Mantar masuk wilayah administratif Kecamatan Poto Tano dengan luas wilayah 3.085 kilometer persegi dan jumlah penduduk 1.455 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki 711 jiwa dan perempuan 744 jiwa.        
     Desa di atas perbukitan Mantar itu pernah menjadi lokasi pengambilan gambar film "Serdadu Kumbang" garapan sutradara kondang Ari Sihasale yang mengisahkan tentang kehidupan tiga bocah yang hidup dalam kondisi serba kekurangan.
     Tokoh masyarakat yang juga Ketua Adat Desa Mantar M Nasir B mengisahkan konon penduduk Desa Mantar merupakan keturunan dari bangsa Portugis yang kapalnya terdampar dan rusak di perairan pantai di bawah Bukit Mantar tahun 1814 silam yang kini masuk wilayah Desa Tuananga, Kecamatan Poto Tano.
     Para penumpang kapal itu terpaksa menetap di Desa Kuang Buser dan Tuananga. Bangsa Portugis tersebut kemudian mendaki lereng bukit dan akhirnya mereka kemudian menetap di pucak bukit berketinggian 630 meter di atas permukaan laut yang kini menjadi di Desa Mantar.
     Terlepas dari benar tidaknya asal muasal nenek moyang warga Desa Mantar itu. Kini desa yang yang berada di atas perbukitan Mantar yang dihuni oleh warga yang masih tetap mempertahankan kearifan lokal itu telah ditetapkan menjadi "Desa Budaya".
     Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat menjadikan Desa Mantar, Kecamatan Poto Tano itu sebagai desa budaya guna menarik minat wisatawan kunjungan ke daerah ini.
     Bupati Sumbawa Barat KH Zulkifli Muhadli mengatakan, Mantar akan dijadikan desa budaya yang nantinya akan didukung dengan berbagai fasilitas penunjang. Namun infrastruktur yang akan dibangun tetap mempertahankan keasliannya agar benar-benar bernuansa pedesaan.
     "Saya ingin menjadikan Mantar sebagai desa budaya yang mirip dengan  sebuah desa budaya di Cina, yakni Desa Wisata "Hallstatt". Jadi nantinya semua bangunan rumah penduduk berarsitektur khas Sumbawa, yakni rumah panggung," katanya.
     Selain itu, Zulkifli menginginkan di semua halaman rumah penduduk ditanami bunga, sehingga akan nampak indah dan asri agar para wisatawan merasa betah menikmati libur di desa yang berada pada ketinggian 630 meter di atas permukaan laut itu.
     Kyai Zul, panggilan akrab KH Zulkifli Muhadli mengatakan, kini di Desa Mantar hanya sebagian yang menempati rumah panggung. Ke depan semuanya akan dilakukan perubahan secara total, sehingga semunya rumah panggung. Rumah permanen yang ada sekarang ini akan diganti dengan rumah yang berarsitektur khas Sumbawa.
    
      Ia juga merencanakan semua petani di Desa Mantar menggunakan peralatan tradisonal untuk mengolah lahan pertanian. Kalau sekarang masih ada sebagian petani menggunakan alat dan mesin pertanian (Alsintan), seperti traktor tangan, nantinya akan diganti dengan alat bajak tradisional yang terbuat dari kayu dan ditarik kerbau.
     "Ini dimaksudkan agar Desa Mantar benar-benar bernuansa pedesaan," katanya.
     Terkait dengan rencana penggantian sebagian rumah penduduk dengan rumah panggung dan alat pertanian menggunakan peralatan tradisional Kyai Zul berjanji akan dimusyawarahkan dengan warga.
     "Saya memastikan bahwa penggantian rumah penduduk dan peralatan pertanian menggunakan peralatan tradisional itu tidak akan dilakukan secara paksa dan tidak akan merugikan masyarakat, karena semuanya dilakukan secara musyawarah dan dibiayai oleh pemerintah," katanya.          
     Di samping itu di beberapa titik strategis, Pemkab Sumbawa Barat akan membangun pos terutama di sekitar tebing yang berbatasan dengan pesisir pantai. Dari lokasi ini wisatawan bisa menikmati keindagan pemandangan laut.
     Konsep pembangunan pariwisata di Desa Budaya Bukit Mantar ini akan mengedepankan pariwisata berbasis masyarakat, artinya para wisatawan yang berkunjung ke desa ini bisa menginap di rumah penduduk yang berfungsi sebagai homestay.
     Ini akan menjadi sumber pendapatan masyarakat, karena para wisatawan akan membayar penginapan dan makanan yang disuguhkan untuk para wisatawan. Dengan cara ini masyarakat benar-benar akan menikmati dampak pariwisata.
     Obyek wisata Budaya Bukit Mantar menawarkan suasana pedesaan yang penuh kedamaian. Tak ada hotel bintang atau restoran mewah, para tamu yang menginap akan disuguhkan menu makanan khas Sumbawa, seperti "sepat" dan "singang" (masakan berbahan ikan).
     Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral Kebudayaan dan Pariwisata (ESDM Budpar) Kabupaten Sumbawa Barat Hajamuddin mengatakan, terkait dengan penetapan Mantar sebagai desa budaya pihaknya akan membangun berbagai fasilitas penunjang.
     Untuk tahap awal Pemkab Sumbawa Barat akan menuangkan program tersebut dalam peraturan bupati dan selanjutnya akan dibuatkan peraturan daerah (Perda).
     "Pengembangan Mantar menjadi desa budaya itu akan diatur dengan perda agar pembiayaannya bisa dianggarkan dari dana APBD. Pembangunan desa budaya tersebut akan kita mulai pada 2012," ujarnya.    
                                           Berbagai keunikan
     Kepala Desa Mantar Mustafa AZ mengisahkan nenek moyang warga Mantar yang kapalnya yang kandas perairan sekitar Tuananga ratusan tahun silam itu membawa lima benda, yakni dua buah guci dan satu gong. Saat ini dua guci bergaya Cina itu bisa dilihat di masjid Desa Mantar.      
     Dua guci tersebut kini digunakan sebagai tempat berwudhu di Masjid Desa Mantar. Sementara satu buah gong peninggalan nenek moyang warga Mantar itu tersimpan di "Ai Mante"  atau Air Mantar yang merupakan sumber mata air di bukit Mantar yang tidak pernah kering sepanjang tahun.
     Keunikan lainnya adalah tujuh bocah "albino". Konon jumlah mereka selalu tujuh orang. Jika ada satu albino yang meninggal maka akan lahir albino yang baru, begitu seterusnya yang berlangsung sejak dulu. Dan ada sumur di atas bukit yang airnya tidak pernah kering walaupun sedang musim kemarau.
     Kendati berbagai keunikan itu tidak bisa dibuktikan secara ilmiah, namun warga setempat tetap mempercayai termasuk tujuh bocah albino itu jumlahnya selalu tujuh orang, sehingga jika ada satu orang lain, maka akan ada yang meninggal dunia.
     Masyarakat terutama anak-anak yang tinggal di desa yang berhawa sejuk itu hingga kini tetap mempertahankan permainan rakyat tempo dulu seperti main "badempa" (sejenis permainan rakyat di Sumbawa Barat, "pake" (permainan gasing),  "gentao" dan "kelar".
      Demikian juga jenis kesenian "ratub" (sejenis kesenian bernafas Islam) dan gong genang yang diwarisi secara turun temurun tetap dipertahankan hingga sekarang ini.
     Dari atas perbukitan dengan ketinggian sekitar 630 meter di Desa Mantar akan dibangun "pemanto" atau pemantau. Dari lokasi ini para wisatawan bisa melihat secara langsung seluruh wilayah Kecamatan Seteluk dan sekitarnya serta gugusan "gili" (pulau kecil).      
       "Dari Desa Mantar kita juga dapat melihat dengan jelas Pulau Lombok dan Gunung Rinjani, serta Selat Alas yang menghubungkan antara Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok," kata Kepala Desa Mantar Mustafa HZ.
     Selain itu dari atas perbukitan itu juga bisa menikmati keindahan gugusan pulau-pulau kecil (gili) di sekitar Tanjung Poto Tano, seperti Gili Kenawa yang menjadi salah satu obyek wisata masyarakat setempat dan gili-gili lainnya dan dari puncak bukit itu juga terlihat permukiman penduduk desa-desa yang berada di bawahnya, seperti Desa Senayan, Desa tapir dan Seteluk.
     Sebelumnya hanya ada ada satu jalan setapak dari Desa Senayan menuju Mantar. Namun kini Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat sudah membuka jalan yang bisa dilalui kenaraan roda empat, sehingga masyarakat tidak perlu lagi melewati jalan setapak menuju Desa Mantar.
    "Dengan adanya jalan tembus tersebut, masyarakat Desa Mantar lebih memilih menggunakan kendaraan roda empat sebagai alat transportasi untuk naik-turun pegunungan Mantar," kata Mustafa.
    Kondisi jalan menuju permukiman penduduk Desa Mantar yang berada di puncak bukit dengan ketinggian 630 meter di atas permukaan laut itu hingga kini hanya bisa dilalui kendaraan roda dua roda empat   
    
     Sebelumnya hanya ada ada satu jalan setapak dari Desa Senayan menuju 
Mantar. Namun kini Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat sudah membuka jalan yang bisa dilalui kenaraan roda empat, sehingga masyarakat tidak perlu lagi melewati jalan setapak menuju Desa Mantar.
      "Dengan adanya jalan tembus tersebut, masyarakat Desa Mantar lebih memilih menggunakan kendaraan roda empat sebagai alat transportasi untuk naik-turun pegunungan Mantar," kata Mustafa.
     Permukiman penduduk di puncak Bukit Mantar yang berada pada ketinggian 630 meter di atas permukaan laut itu hanya bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat "doble gardan" atau 4x4 WD, karena harus melalui tanjakan terjal dan berbatu. 
     Suasana pedesaan terasa semakin ketal di Desa Budaya Bukit Mantar. Untuk berkomunikasi dengan dunia luar warga terpaksa menggunakan antene sederhana terbuat dari batang bambu yang dilengkapi kabel dan potongan sandal jepit kemudian telepon seluler ditempelkan agar ada signal.
     Karena itu dalam  fim "Serdadu Kumbang" garapan sutradara kondang Ari Sihasal ada sepenggal dialog yang cukup menggelitik, ketika Amek yang diperankan Aji Santosa (9) membeli nomor pedana kartu siam atau "SIM Card" untuk menelpon bapaknya Zakaria (Jack) yang diperankan Asrul Dahlan yang sedang bekerja di Malayasia, Amek dengan lugu mengatakan. "beli kartu pak sekalian dengan signalnya.         
     Namun sudah ada wisatawan yang berkunjung ke objek wisata yang akan dirancang menjadi ikon pariwisata Kabupaten Sumbawa Barat itu. 
     Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat terus berjuang mengembangkan sektor pariwisata dengan memanfaatkan potensi yang ada. Selain objek wisata Pantai Maluk, Jelenga dan sejumlah destinasi wisata lainnya, pemerintah daerah di "Bumi Undru" (nama lain Kabupaten Sumbawa Barat) kini tengah berjuang membangun Desa Budaya Mantar". (*)