"MUSIBAH" TAHUNAN ITU KEMBALI MENGHANTUI NELAYAN AMPENAN Oleh Masnun Masud dan Awaludin

id

         Pagi itu perempuan paruh baya berkulit gelap nampak kusut. Semalam suntuk ia bersama suaminya terpaksa berjaga-jaga, karena pada malam sebelumnya perkampungan nelayan di pesisir pantai "kota tua" itu diterjang gelombang.

        Muhalimah (51), adalah salah seorang dari ratusan keluarga nelayan di sepanjang pesisir pantai Ampenan, Kota Mataram yang tidak bisa tidur nyenyak setelah perkampungan nelayan itu dilanda gelombang tinggi pada Minggu malam (6/1) yang mengakibatkan air laut naik dan menggenangi perkampungan nelayan itu.

        Gelombang perairan laut pantai Ampenan yang "mengganas" disertai tiupan angin cukup kencang itu mengakibatkan air laut naik setinggi lutut orang dewasa yang mengakibatkan sejumlah rumah nelayan di Kelurahan Binato, Kecamatan Ampenan Utara rusak.

        Perahu-perahu yang berjejer rapi di pesisir pantai sepanjang perkampungan nelayan di Kelurahan Binaro itu juga porak poranda, terseret hingga perkampungan. Para nelayan pun terpaksa bekerja keras hingga subuh memindahkan peahu mereka ke tempat yang lebih aman.

        "Pada malam hari, kami terpaksa terus siaga menghadapi kemungkinan terjadinya gelombang tinggi seperti yang terjadi pada Minggu malam," kata perempuan bernanak tiga itu dengan wajah yang penuh kecemasan.

        Gelombang tinggi yang "mengamuk" dan menerjang perkampungan nelayan di "Kota Tua" Ampenan itu menyebabkan ratusan perahu yang ditambat di pesisir pantai itu hanyut terseret gelombang ke perkampungan warga.

        Tidak ada laporan korban jiwa akibat bencana itu, namun sejumlah nelayan terpaksa mengungsi ke rumah keluarga yang lebih aman untuk menghindari kemungkinan naiknya air laut pada malam hari.

        Bahkan para nelayan juga terpaksa memanfaatkan badan jalan untuk mengamankan perahu mereka dari terjangan gelombang. Bahkan halaman mushala dan rumah pun dimanfaatkan nelayan sebagai tempat menambat perahu mereka.

       "Semua perahu yang sebelumnya diparkir di pinggir pantai sudah dibawa ke daratan yang lokasinya lebih aman. Kami terpaksa menggotong perahu tengah malam hingga menjelang subuh. Hampir semua nelayan tidak ada yang tidur tadi malam itu," kata M Nasir, nelayan lainya di pesisir Ampenan.

        Gelombang tinggi yang datang pada musim angin barat itu telah menjadi "musibah" tahunan bagi para nelayan di pesisir pantai Ampenan. Selain merasa was-was terhadap kemungkinan rumah meraka diterjang banjir.

        Para nelayan yang kondisdi kehidupannya kurang beruntung itu juga harus menghadapi beban hidup yang terasa berat, karena sejak sebulan terakhir sejak memasuki musim barat, mereka terpaksa istirahat melaut. Ini berarti rezeki mereka juga ikut terhenti.

        Wira (21), nelayan lainnya di pesisir pantai Ampenan mengaku sudah sebulkan tidak melaut, karena gelombang laut yang kian "mengganas" akibat tiupan angin barat tak mungkin dihadapi dengan perahu kecil yang hanya bermesin ketinting.

        

            Menganggur

       "Musibah" tahunan ini telah memaksa para nelayan di sepanjang pesiri pantai Ampenan, bahkan sebagian besar nelayan di Lombok terpaksa menganggur karena tidak ada pekerjaan alternatif yang bisa dilakukan agar bisa tetap bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

        "Inilah kondisi nelayan. Hingga saat ini pemerintah belum turun melihat kondisi kehidupan kami yang kian terpuruk akibat cuaca yang tidak bersahabat. Apalagi memberikan bantuan bahan makanan," kata pria berkukit gelap itu dengan wajah tampak sedih.

         Kepala Bidang Kelautan dan Perikanan Dinas Pertanian, Kelautan dan Perikanan Kota Mataram Lalu Alwan Basri mengakui kondisi nelayan saat ini sedang mengalami kesulitan hidup akibat sulitnya mencari ikan saat cuaca buruk.

         Pada saat kondisi seperti ini kehidupan para nelayan cukup memprihatinkan karena mereka tidak memiliki pekerjaan alternatif yang bisa mendatangkan penghasilan tambahan.

         Pemerintah Kota Mataram sudah berupaya memberikan pekerjaan alternatif kepada para nelayan melalui program budi daya ikan bawal dan lobster dengan sistem keramba jaring apung dan budi daya rumput laut.

         "Program itu memang masih dilakukan di beberapa titik. Belum semua nelayan bisa  tersentuh. Namun, ini program bertahap dan ke depan kami upayakan semua nelayan dapat dibantu," katanya.

         Pemerintah Kota Mataram nampaknya tidak berpangku tangan melihat nasib para melayan di pesisir pantai Ampenan dan Tanjung Karang yang tak berdaya menghadapi "musibah" tahunan yang cukup menyengsarakan kehidupan para nelayan itu.        

         Untuk mengurangi dampak gelombang tinggi yang selalu menyisakan penderitaan bagi para nelayan itu Pada 2013 Pemerintah Kota Mataram,  akan membangun pemecah gelombang di empat lokasi di Penghulu Agung, Keluarahan Ampenan Selatan, pada 2013.

         Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Mataram H Mahmudin Tura  mengatakan pembangunan pemecah gelombang di Kecamatan Ampenan itu akan menggunakan anggaran yang bersumber dari dana bencana alam.

         "Kita membangun sembilan unit pemecah gelombang dan kini baru dibangun tiga unit dan pada 2013 dibangun empat unit lagi yang diperkirakan menelan dana Rp1,4 miliar," katanya.

         Di Pantai Penghulu Agung sendiri, tanggul penahan gelombang di pinggir pantai itu roboh terkena hantaman gelombang pada tahun 2011. Kalau tanggul itu dibangun lagi, maka tidak akan bisa bertahan lama, selain itu juga pantai akan rusak.

         Pembangunan pemecah gelombang di Kota Mataram yang memiliki pantai sepanjang sembilan kilometer sangat mendesak. Di Pantai Penghulu Agung setidaknya di bangun di  Kali Ancar, Kali Meninting, Kali Unus dan Kali Mapak.

         "Kalau di muara sungai tidak ada pemecah gelombang, muara ini akan selalu terutup. Sedangkan gelombang membawa pasir, pasir ini akan menutup muara. Ketika terjadi hujan, maka air akan bisa mengalir dan menimbulkan genangan kemudian meluap ke permukiman penduduk," ujarnya.

         Dengan adanya pemecah gelombang, air akan lancar mengalir ke laut  dan sedimentasi yang selama ini terjadi bisa dicegah dan permukiman warga di pesisir pantai akan aman dari terjangan gelombang yang datang setiap musim angin barat.

         Mahmuddin mengatakan, imprastruktur itu akan akan dibangun secara bertahap sesuai kemampuan anggaran. Pemerintah tidak akan membiarkan masyarakat teritama para nelayan hidup mederita akibat cuaca yang tidak bersahabat itu.(*)