BUANG HAJAT SEMBARANGAN DIUMUMKAN DI MASJID Oleh Masnun Masud

id

           Mataram, 21/1 (ANTARA) - Kesadaran masyarakat di Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan nampaknya mulai meningkat.
           Peningkatan itu boleh jadi ada hubungannya dengan ketentuan setempat, bahwa warga yang terbukti buang air besar sembarangan (BABS) akan dipermalukan dengan cara mengumumkan namanya melalui alat pengeras suara di masjid.
          Bahkan ada kelurahan yang memberlakuan "awiq-awiq" (aturan adat) yang mengatur larangan buang hajat di sembarangan, dengan denda Rp5.000 bagi warga yang terbukti buang hajat di kali maupun di kebun. Ini murni gerakan masyarakat dalam rangka mengurangi kebiasaan buang air di sembarang tempat.
          Awiq-awiq yang terkesan unik itu diberlakukan warga masyarakat di Keluarahan Sayang-sayang, Kecamatan Cakranegara. Nama warga yang terbukti buang hajat sembarangan akan diumumkan melalui pengeras suara di masjid.
         Camat Cakranegara Akhsanul Khalik mengatakan, di Keluarahan Sayang-Sayang, warga yang buang air besar sembarangan, namanya akan diumumkan melalui pengeras suara di masjid setempat. Ini dimaksudkan agar yang bersangkutan merasa malu dan tidak lagi buang hajat sembarangan.
         "Namun, tentu saja awiq-awiq ini diberlakukan setelah warga yang  buang air besar di sembarang tempat itu diberikan peringatan secara tertulis maupun lisan tiga kali berturut. Ini dimaksudkan agar yang bersangkutan tidak lagi buang air besar di kali atau di kebun," katanya.
         Sementara awiq-awiq larangan buang air besar sembarangan dengan denda sebesar Rp5.000 diberlakukan masyarakat di Kampung Karang Bagu, Kelurahan Karang Taliwang, Kecamatan Cakranegara.
         Awig-awig yang berisi larangan buang air sembarangan di sungai atau di tempat yang tidak semestinya itu merupakan kesepakatan bersama seluruh warga di Kampung Bagu, Kelurahan Karang Taliwang. Aturan adat itu juga mengatur larangan membuang sampah di sungai.
         Namun denda Rp5.000 yang terkumpul tidak akan dipergunakan untuk keperluan konsumtif, tetapi dimanfaatkan untuk pembangunan dan perbaikan fasilitas milik desa, berupa jamban umum bantuan Pemerintah Kota Mataram.
         Pemungutan denda dari warga yang melanggar aturan adat itu baru dibayar ketika yang bersangkutan mengurus administrasi kependudukan. Jadi kalau ada laporan warga mengenai pelanggaran aturan adat, tidak langsung dieksekusi.
         Denda atas pelanggaran buang air besar sembarangan itu  akan ditagih ketika yang bersangkutan mengurus keperluan administrasi kependudukan. Pada saat itu akan dikenakan biaya tambahan sebesar Rp5.000.
        
Kota ODF
        Gerakan tidak buang air sembarangan itu dihajatkan untuk mendukung Mataram menjadi kota ODF (Open Defecation Free), atau bebas dari buang air sembarangan.
         Dalam kaitan itu, Pemerintah Kota Mataram mengajak seluruh kepala lingkungan lainnya untuk menerapkan aturan adat seperti yang sudah diberlakukan di dua kelurahan itu.
         "Kalau semua warga di sempadan sungai bisa tergerak untuk sadar tidak buang air sembarangan, maka kualitas air sungai akan maningkat, bahkan bisa menjadi sumber ekonomi," ujar Akhsanun.     
         Awiq-awiq itu, menurut Akhsanul, sebagai wujud kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan di wilayah perkotaan yang saat ini kondisinya dinilai buruk.
         Agaknya ironis, kalau Kota Mataram yang merupakan ibukota Provinsi NTB, kalah dari Kota Bima dan Kabupaten Sumbawa Barat yang sudah dinyatakan bebas dari buang air besar sembarangan oleh Kementerian Kesehatan.
         Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram Usman Hadi mendukung pemberlakuan denda sebesar Rp5.000 bagi warga yang terbukti buang air besar sembarang, dalam rangka mempercepat tercapainya ODF.
         "Saya mendukung gerakan masyarakat di sejumlah kelurahan yang memberlakukan awiq-awiq (aturan) dalam rangka mengurangi kebiasaan sebagian warga yang masih buang air besar sembarangan," katanya di Mataram, Senin.
          Ia mengatakan, hingga 2011 kelurahan yang bebas dari BABS baru enam keluarahan, pada 2012 bertambah menjadi 26 kelurahan dari 50 kelurahan yang ada di Kota Mataram. Ini sebagai dampak positif dari sosialisasi mengenai larangan BABS yang telah dilakukan selama ini.
         Dia mengakui hingga kini belum ada kecamatan di Kota Mataram yang sudah bebas dari buang air besar sembarangan. Diharapkan pada 2013 ini dua kecamatan sudah menyandang status sebagai wilayah bebas buang air sembarangan.
        "Kami menargetkan dua kecamatan bebas dari BABS pada 2013. Diharapkan pada Februari Kecamatan Cakranegara bisa dideklarasikan sebagai kecamatan bebas BABS, kemudian pada tahap selanjutnya Kecamatan Ampenan," kata Usman.
         Sejalan dengan kian meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kebersihan lingkungan, hingga kini sekitar 95 persen dari 400.000 jiwa penduduk tidak lagi buang air besar sembarangan.
         Persentase itu cukup tinggi, menurut Usman, sebagai dampak positif dari sosialisasi yang telah dilakukan selama ini. Namun dari sisi jumlah kelurahan yang bebas dari BABS, baru mencapai 26 dari 50 kelurahan yang ada di Kota Mataram.
        "Kita mengupayakan paling lambat pada 2015 seluruh kelurahan di Kota Mataram bebas dari BABS. Ini sejalan dengan sasaran Millienium Development Goals (MDGs)," katanya.
         Menurut dia, yang paling utama adalah mengubah perilaku masyarakat agar tidak lagi buang air sembarangan baik di kali maupun kebun, karena akan berdampak buruk terhadap kesehatan.
         Perubahan perilaku masyarakat itu, menurut Akhsanul, penting karena jika tidak walapaun ada jamban mereka akan tetap buang air besar di kali atau di kebun.
         Melalui program Gerakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), kata Usman, pemerintah tidak membangun jamban, tetapi lebih ditekankan pada upaya mengubah perilaku masyarakat untuk tidak BABS, seperti di kali atau di kebun.
         "Sebelum memberikan bantuan kepada masyarakat yang ingin membangun jamban, terlebih dahulu kita tanya dan jika mereka mengaku malu buang air di sembarang tempat baru kemudian kita minta Dinas Pekerjaan Umum untuk membangun jamban," ujarnya.
         Dengan cara ini, katanya, berarti mereka benar-benar membutuhkan jamban, sehingga fasilitas yang dibangun akan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, masih banyak yang tidak menggunakan jamban yang telah dibangun oleh pemerintah.
          Sementara itu Kepala Balai Laboratorium Lingkungan, Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian (BLHP) Provinsi NTB Gatot Soesanto   mengatakan, penyebab rendahnya kualitas air sungai di Kota Mataram, tidak lepas dari pola hidup masyarakat yang masih memanfaatkan sungai sebagai tempat membuang sampah dan buang air besar sembarangan.
         Kebiasaan buruk tersebut, menurut dia,  disebabkan terbatasnya sarana bak sampah di pinggir jalan atau sungai dan kendaraan pengangkut sampah rumah tangga.
         Faktor lainnya adalah masih adanya warga memanfaatkan sungai sebagai tempat buang air besar, meski mereka sudah memiliki kamar mandi, cuci dan kakus (MCK) secara khusus.
         Gatot mengatakan, kondisi tersebut menyebabkan berkembangnya bakteri "e-coli", salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
         "Pembuangan limbah oleh pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) nonformal ke sungai juga ikut andil menurunkan kualitas air sungai di Kota Mataram," ujarnya.
         Data pemantauan kualitas air yang dilakukan BLHP NTB pada 2010 di Sungai Jangkok yang merupakan sungai terbesar di Kota Mataram, kandungan "e-coli" mencapai 240.000 MPN (most probable number) per 100 mililiter atau jauh di atas standar baku mutu air kelas II sebesar 1.000 MPN/100 ml.
         Upaya mempermalukan warga yang buang hajat sembaranan dengan mengumumkan namanya melalui pengeras suara di masjid, salah satu ikhtiar dalam rangka mewujudkan Mataram sebagai kota bebas dari buang air sembarang menuju Mataram Kota Sehat.(*)