Pengamat: Jokowi jangan buru-buru Realisasikan Janji Politik

id Presiden Jokowi

Selain itu kebijakan-kebijakan yang dihasilkan bisa terkesan kurang disiapkan secara matang
Mataram,  (Antara) - Pengamat ekonomi dari Universitas Mataram Dr M Firmansyah menilai Presiden Joko Widodo sebaiknya tidak perlu terburu-buru merealisasikan janji politiknya karena bisa menyebabkan komunikasi pemerintah dengan masyarakat di daerah cenderung terbatas.

"Selain itu kebijakan-kebijakan yang dihasilkan bisa terkesan kurang disiapkan secara matang," katanya di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat.

Sikap terburu-buru Jokowi, menurut dia, akan berdampak ditolaknya kebijakan-kebijakan Jokowi di daerah.

Implikasinya beberapa daerah sudah menolak beberapa program Jokowi.

Firmansyah melihat melihat indikasi ditolak secara luas di daerah akan terjadi pada daerah-daerah lain.

Bila program tidak dilakukan perencanaan sistematis, maka yang menjadi sasaran masyarakat adalah pemerintah yang ada di daerah, sehingga kepala daerah tidak akan mengambil resiko menyetujui kebijakan Jokowi yang berpeluang menimbulkan masalah ke depan.

"Saya kira, semua paham bahwa untuk membuat kebijakan perlu perencanaan yang matang," ujarnya.

Menurut Ketua Pusat Kajian Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Mataram, ini pada tahun kedua pemerintahan Jokowi cukup ideal untuk diimplementasikan program-program pemerintah sesuai janji politiknya.

"Satu atau dua tahun ini Jokowi perlu sering membangun komunikasi dan merencanakan dahulu programnya secara matang," ucapnya.

Kasus moratorium calon pegawai negeri sipil (CPNS) misalnya. Menurut Firmansyah, kebijakani itu sangat rentan untuk ditolak.

Pemerintah pusat tidak boleh menyapu rata CPNS untuk dimoratorium karena ada beberapa daerah yang secara rill masih butuh banyak aparatur pemerintahan.

Pemerintah jangan hanya membuat kebijakan moratorium saja, namun harus ada kebijakan pendukung lain yang akan mengurangi dampak sosial dari pembatasan penerimaan CPNS.

"Menurut saya menjadi PNS itu sudah menjadi cara pandang masyarakat untuk hidup. Bila itu dibatasi, dikhawatirkan akan terjadi gejolak sosial jangka pendek di masyarakat," katanya.

Apalagi, lanjut Firmansyah, jumlah sarjana yang berharap menjadi PNS relatif tidak sedikit.

Oleh sebab itu, mengubah cara berpikir masyarakat untuk bekerja selain menjadi PNS tidak bisa dalam waktu singkat.

Harus juga dipahami, kata dia, bahwa unsur PNS merupakan salah satu tombol kebijakan pemerintah berupa "government spending" dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi.

Peran PNS sangat besar dalam meningkatkan permintaan perumahan, kendaraan bermotor dan barang-barang produksi lain.

"Maka bila dihentikan penerimaan CPNS dalam waktu relatif panjang (lima tahun) maka pelambatan pertumbuhan ekonomi susah dielakkan," kata Firmansyah.