Mataram (Antara NTB) - Komandan Korem 162 Wira Bhakti Kolonel Czi Lalu Rudy Irham Srigede merasa khawatir target 100 ribu ton serapan beras Badan Urusan Logistik Divisi Regional Nusa Tenggara Barat tidak tercapai karena persoalan harga pembelian.
"Kalau target itu tidak terpenuhi, maka target stok beras nasional sebanyak 2,5 juta ton berpotensi gagal terpenuhi," kata Komandan Korem 162 Wira Bhakti (WB) Kolonel Czi Lalu Rudy Irham Srigede, di Mataram, Rabu.
Masalah itu disampaikan ketika mengadakan dialog dengan jajaran Badan Urusan Logistik (Bulog) Divisi Regional Nusa Tenggara Barat (NTB) dan ratusan pengusaha beras mitra Bulog NTB, terkait program penyerapan 100 ribu ton setara beras ke Bulog NTB, sebagai bagian dari program nasional penyerapan beras sebanyak 2,5 juta ton pada 2015.
Ia menyebutkan dari target 100 ribu ton yang harus dipenuhi hingga akhir September 2015, yang sudah terealisasi baru 34,4 ribu ton atau 34 persen saja. Sementara sisa waktu penyerapan kurang dari 30 hari lagi.
Menurut putra asli NTB ini, jika target 2,5 juta ton serapan beras tidak terpenuhi hingga akhir September 2015, maka ada alasan pemerintah melakukan impor beras dari Vietnam untuk menjaga ketahanan pangan nasional.
"Informasi yang saya peroleh harga beras dari Vietnam itu Rp4.000 per kilogram. Ini tentu menjadi kekhawatiran juga karena harga beras atau gabah petani kita bisa jatuh," ucapnya.
Untuk itu, Rudy meminta kepada Bulog Divre NTB agar lebih fleksibel dalam menentukan harga pembelian beras dari pengusaha mitranya, sehingga target bisa terpenuhi dalam waktu 30 hari ke depan.
Ia mengaku sudah.berbicara langsung dengan sejumlah pengusaha terkait dengan ketersediaan beras. Bahkan pihaknya sudah melakukan pengecekan ke sejumlah gudang.
"Masih banyak pengusaha yang menyimpan gabah dan beras. Hanya saja pengusaha maunya harga beras di atas harga pembelian pemerintah sebesar Rp8.600/kg. Ada yang mau Rp8.650, bahkan ada yang minta Rp9.000/kg," ucapnya.
Rudy meminta agar Bulog Divre NTB mengkomunikasikan persoalan harga pembelian beras komersial tersebut dengan Bulog Pusat, agar tidak selalu bergantung pada HPP, tapi mengikuti harga pasar.
"Perlu dikomunikasikan, karena di daerah lain bisa membeli dengan harga lebih tinggi di atas HPP. Kenapa di NTB, beda," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Divre Bulog NTB M Sugit Tedjo Mulyono, menjelaskan harga pembelian beras komersial ditentukan berdasarkan kajian kondisi pasar, sehingga tidak menimbulkan inflasi.
Pihaknya juga berkoordinasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, Kantor Perwakilan Bank Indonesia NTB dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan NTB.
"Kalau Bulog berani membeli dengan harga lebih mahal, maka pasar akan ikut menaikkan. Tapi pada intinya kami berani membeli dengan harga sedikit lebih tinggi dari harga pasar, yang penting barangnya ada," katanya. (*)