Kapolres Mataram AKBP Heri Prihanto kepada wartawan di Mataram, Rabu, mengatakan, pengembangan kasus akan dilakukan berdasarkan keterangan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan saksi maupun korban.
"Sebagian korban saya tanyakan, ada yang tidak mengusulkan, tapi malah dapat. Kalau dari segi tingkat pendidikan, ada yang sudah SMA juga dapat, berarti kan ada yang tidak tepat sasaran, nantinya penanganannya akan berkembang," kata Heri.
Untuk itu, Heri mengindikasikan adanya kesalahan dalam mekanisme pelaksanaan program ini dan rencananya tim penyidik akan mengecek persoalan tersebut hingga ke tingkat Pemprov NTB.
"Nantinya kami akan cek, masalahnya dimana, apa di pemkab-nya ataukah di pemprov," ujar mantan Kapolres Lombok Timur tersebut.
Kasus yang kini telah masuk tahap penyidikan tersebut, dikatakannya masih terus melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi maupun korban.
"Sejauh ini yang diperiksa sudah lebih dari lima orang, utamanya saksi yang merupakan korban, setidaknya pihak penerima yang sudah mencairkan dananya itu kita periksa, termasuk 37 lainnya yang belum menerima," kata Heri.
Marzuki tertangkap tangan di wilayah Mambalan, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, pada Kamis (19/1) sore, sesaat setelah tersangka menerima uang dari salah seorang penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) bernama Hidayataun Sani.
Berdasarkan hasil penggeledahan badan, petugas menemukan sebuah amplop putih berisi uang tunai Rp500 ribu dalam pecahan Rp100 ribu sebanyak lima lembar.
Selain itu, dari hasil penggeledahan dirumahnya, polisi juga turut mengamankan daftar nama penerima program indonesia pintar, 37 KIP, 11 kartu belajar dan sejumlah stempel PKBM Hayatun Nufus.
Dari hasil pemeriksaan, Marzuki mengaku bahwa uang yang diamankan adalah hasil pungli terhadap para penerima KIP. Setiap pencairan dana KIP senilai Rp1 juta, Marzuki mengantongi Rp500 ribu. (*)