Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyatakan bahwa Indonesia akan memamerkan beberapa inovasi finansial yang sudah dilakukan di Indonesia dalam agenda High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships (HLF-MSP) 2024.
Seperti diketahui, salah satu sub tema pembahasan dalam HLF-MSP 2024 adalah “Advancing Development through lnnovative Financing” dari tema besar "Strengthening Multi-Stakeholder Partnerships: Towards a Transformative Change”.
“DI HLF-MSP nanti, akan ada sesi khusus, satu sesi utama yang akan membicarakan tentang inovasi finansial. Dalam hal ini, kita juga akan meng-showcase (memamerkan) beberapa inisiatif yang sudah dilakukan Indonesia untuk kemudian ditularkan atau didiskusikan di tingkat global,” ucap Direktur Politik Luar Negeri dan Kerja Sama Pembangunan Internasional Kementerian PPN/Bappenas Hendra Wahanu Prabandani dalam Media Briefing Road to HLF-MSP dan Indonesia Africa Forum II 2024 secara virtual di Jakarta, Kamis.
Misalnya adalah Global Blended Finance Alliance (GBFA) yang mewakili inisiatif inovatif untuk menerapkan prinsip-prinsip pendanaan campuran guna mendukung transisi ramah lingkungan bagi negara-negara berkembang dan negara-negara kepulauan, serta South-South Cooperation.
Selain itu juga green sukuk yang merupakan instrumen investasi berupa obligasi atau underlying asset berbasis prinsip syariah dengan tujuan mendukung proyek-proyek ramah lingkungan serta berkelanjutan.
Forum HLF-MSP juga mengangkat sub tema “Multi-Stakeholder Partnerships for Strengthening South-South and Triangular Cooperation”. Menurut dia, terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi negara-negara berkembang. Mulai dari keterbatasan kapasitas sumber daya manusia (SDM) handal yang agak tertinggal dari negara-negara maju, defisiensi teknologi, hingga ketergantungan impor terhadap komoditas-komoditas tertentu
Berdasarkan konteks tersebut, Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST) dinilai dapat meningkatkan produktivitas ekonomi di negara berkembang guna memperkecil gap (jarak) antara negara maju (global north). Hal ini dilakukan dengan kolaborasi antara negara-negara berkembang, sektor privat, dan negara maju.
Karena itu, diharapkan Indonesia maupun negara berkembang lainnya dapat memperbesar peluang dan akses yang lebih mudah ke teknologi baru, sehingga dapat meningkatkan produktivitas ekonomi dan efisiensi integrasi ke perdagangan global.
“Ini nanti diharapkan ke depannya bisa akan meningkatkan produktivitas ekonomi dan efisiensi serta integrasi, khususnya dalam global supply chain (rantai pasok global),” ungkap dia.
Adapun sub tema terakhir yaitu “Enhancing Welfare and Sustainability through Sustainable Economy”.
“Jadi kita ingin terus membangun, ingin terus maju, menjadi setara dengan negara maju memimpin negara-negara global south, namun juga kita promosikan bahwa pembangunan ini adalah pembangunan yang berkelanjutan atau sustainable development, dalam hal ini melalui circular economy atau sustainable economy,” kata Hendra.
Dalam kesempatan lain, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menekankan urgensi mempersiapkan informasi yang kuat dan realistis kepada publik, terutama terkait solusi pembiayaan alternatif untuk memenuhi target-target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs). Tujuannya adalah menarik perhatian dan menjalin solidaritas global melalui kemitraan multi pihak, terutama dengan negara-negara Selatan, termasuk Afrika.
Upaya ini dinilai penting dilakukan dalam agenda HLF-MSP 2024 dan IAF II 2024 yang akan diadakan di Bali pada 1-3 September 2024.
Baca juga: Pameran GIIAS sangat berpengaruh pada industri otomotif
Baca juga: GJAWxLifestyle diyakini bakal pancing pengunjung
Suharso mengatakan Indonesia sedang bekerja untuk membentuk mekanisme pembiayaan yang akan memfasilitasi belanja pembangunan di Afrika. Pihaknya melihat ada potensi besar dari Afrika dalam 10 tahun ke depan, di mana wilayah tersebut akan mendominasi pertumbuhan populasi dunia.
Komitmen pembiayaan alternatif ini diharapkan dapat menarik perhatian global, serta dapat memperkuat hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara Selatan, khususnya Afrika, dalam bidang ekonomi dan pembangunan.