Indonesia ingin investasi yang berkualitas dari China

id indonesia,china,retno marsudi,wang yi,investasi,perdangangan

Indonesia ingin investasi yang berkualitas dari China

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bertemu dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi dalam kerangka Komisi Bersama Kerja Sama Bilateral (Joint Commission for Bilateral Cooperation atau JCBC) ke-5 di Wisma Negara Diaoyutai, Beijing, China pada Jumat (23/8/2024). (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

Beijing (ANTARA) - Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menekankan bahwa Indonesia terbuka untuk investasi yang berkualitas dari China.

"Tadi kami sampaikan bahwa yang ingin kami lihat adalah investasi berkualitas yaitu yang menghormati ESG, 'Environment, Sustainability and Governance' dan juga ada prinsip-prinsip PBB hal tersebut," kata Menlu kepada ANTARA di Beijing, China, pada Jumat.

Pernyataan itu disampaikan Retno usai dirinya bertemu dengan Menlu China Wang Yi dalam pertemuan Komisi Bersama Kerja Sama Bilateral (Joint Commission for Bilateral Cooperation atau JCBC) ke-5 di Wisma Negara Diaoyutai, Beijing.

Kerja sama ekonomi Indonesia-China, menurut Retno, menjadi bidang yang menonjol dalam 10 tahun terakhir.

"Untuk investasi saja, bila kita lihat data BKPM (Badan Koordinator Penanaman Modal) pada 2014, nilai investasi China di hanya 800 juta dolar AS tapi sekarang sudah 7,43 miliar dolar AS," ujarnya. 

Angka tersebut menjadikan China sebagai investor kedua terbesar ke Indonesia, setelah Singapura.

Namun dalam diskusi JCBC, Retno menyebut Menlu Wang mengatakan jumlah investasi tersebut lebih besar karena belum memasukkan investasi Hong Kong ke Indonesia.

Terlebih, kata Retno dengan mengutip Wang, investasi dua arah dapat mencapai 55 miliar dolar AS dengan proporsi 33 miliar dolar AS adalah investasi China ke Indonesia dan 22 miliar dolar AS adalah investasi dari Indonesia ke China.

"Itu menurut data Menlu Wang Yi, karena kalau kita bicara investasi, bukan hanya satu arah dari China ke Indonesia tapi juga dari Indonesia ke China," ujarnya.

Sedangkan di sektor perdagangan, Retno juga menunjukkan ada peningkatan signifikan dalam sembilan tahun terakhir.

Retno mengutip data kepabeanan China, yang pada 2014 menunjukkan angka perdagangan Indonesia-China mencapai 63,66 miliar dolar AS. Indonesia mengalami defisit 14,48 miliar dolar AS.

Namun sembilan tahun kemudian, data 2023 memperlihatkan bahwa angka perdagangan kedua negara mencapai 139,26 miliar dolar AS.

Baca juga: Saudi bahas bahas eskalasi ketegangan di kawasan
Baca juga: Revitalisasi ARF mendesak agar tetap relevan di masa kini


"Yang berarti penambahannya lebih dari 100 persen dan Indonesia sudah surplus. Tahun 2023 lalu surplus kita hampir 9 miliar dolar AS dan kita sudah mengalami surplus 4 tahun ke belakang, ini menurut data kepabeanan China," tutur Retno.

JCBC juga membahas antara lain penguatan kerja sama di bidang energi terbarukan, hilirisasi industri, serta upaya untuk membangun ekosistem kendaraan listrik.