Jakarta (ANTARA) - PT Adaro Energy Indonesia (ADRO) mencatat kenaikan volume penjualan sebesar tujuh persen menjadi 34,94 juta ton pada semester I 2024. Namun demikian, pendapatan justru turun sebesar 15 persen menjadi 2.973 juta dolar AS, karena adanya penurunan 19 persen pada harga jual rata-rata (ASP) yang selaras dengan melemahnya harga jual batu bara.
"Walaupun harus menghadapi kondisi harga yang sulit baik untuk batu bara termal maupun metalurgi, Grup Adaro mampu menunjukkan resiliensi kinerja keuangan berkat komitmen terhadap keunggulan operasional dan efisiensi. Resiliensi tersebut merupakan cerminan dedikasi kolektif dari tim kami. Kami tetap berfokus pada eksekusi proyek dalam upaya untuk mengkonversikan visi jangka panjang kami menjadi nilai nyata bagi para pemegang saham," kata Presiden Direktur dan Chief Executive Officer Garibaldi Thohir lewat keterangannya di Jakarta, Rabu.
Laporan keuangan Adaro pada paruh tahun 2024 mencatat penurunan laba inti sebesar 11 persen menjadi 911 juta dolar AS.
EBITDA operasional juga tercatat menurun 11 persen menjadi 1.234 juta dolar AS serta margin EBITDA di angka 42 persen. Adaro pun berkomitmen untuk memberikan pengembalian bagi para pemegang saham dalam bentuk pembagian dividen tunai serta program pembelian kembali saham perusahaan.
Baca juga: Jepang hibahkan 25 juta dolar AS untuk amonia hijau
Baca juga: Biomass co-firing boosts economy, cuts emissions
Di tengah kondisi harga pasar yang bersaing, kas dan setara kas Adaro tercatat sebesar 2,794 juta dolar AS atau meningkat 1 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Total aset pada akhir semester I 2024 juga dilaporkan naik 5 persen menjadi 10.264 juta dolar AS, dari 9.736 juta dolar AS pada semester I 2023.
Total liabilitas tercatat sebesar 2.564 juta dolar AS atau turun 6 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya serta arus kas dari aktivitas operasi naik signifikan secara yoy hingga 1.033 juta dolar AS dari 72 juta dolar AS karena penurunan pembayaran royalti dan pajak penghasilan badan.