Jaksa ajukan banding terkait putusan terdakwa BPR

id jaksa banding,kasus bpr,terdakwa bpr

Jaksa ajukan banding terkait putusan terdakwa BPR

ilustrasi kejaksaan (/)

Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat, mengajukan banding terkait putusan dua terdakwa penyimpangan dana operasional merger (penggabungan) delapan Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat menjadi perseroan terbatas pada tahun
Mataram (Antaranews NTB) - Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat, mengajukan banding terkait putusan dua terdakwa penyimpangan dana operasional merger (penggabungan) delapan Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat menjadi perseroan terbatas pada tahun anggaran 2016.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Ery Harahap di Mataram, Jumat, mengatakan pengajuan banding itu terkait putusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram soal kerugian keuangan negara yang tidak dibebankan kepada dua terdakwa, Mutawalli dan Ikhwan.

"Hakim tidak menggunakan keterangan ahli dari BPKP, padahal sudah jelas dalam persidangan disebutkan kerugiannya, tapi di situ hakim malah menggunakan keterangan terdakwa. Makanya kita banding, karena menurut saya putusan itu tidak tepat," kata Ery Harahap.

Dalam tuntutan pidananya, JPU membebankan kepada dua terdakwa yang berperan sebagai ketua dan wakil dari tim konsolidasi PT BPR NTB mengganti kerugian keuangan negara dengan nominal beban masing-masing sebesar Rp382.041.250.

Namun jika nilai tersebut dijumlahkan, belum menyentuh nilai kerugian keuangan negara yang diperoleh dari hasil audit BPKP NTB sebesar Rp1.063.578.853. Karena, dari hasil pengurangan, masih tersisa nominal kerugian negara sebesar Rp299.500.000 yang tidak secara jelas dibebankan kepada siapa.

Karena itu, di akhir putusannya, majelis hakim yang dipimpin AA Ngurah Rajendra mengembalikan seluruh barang bukti kepada penyidik kejaksaan. Pengembaliannya menjadi bentuk dukungan hakim kepada jaksa untuk menyeret pihak yang bertanggung jawab dalam kerugian negara dari kasus merger PT BPR NTB tersebut.

Kemudian, terkait dengan putusan pidana penjara kepada dua terdakwa yang selama 2,5 tahun dengan denda pidana Rp50 juta subsidair dua bulan kurungan, Ery Harahap tidak membahas dalam materi bandingnya.

Menurut dia, yang menjadi keberatan jaksa terkait dengan kerugian keuangan negara yang tidak dibebankan kepada dua terdakwa.