Martabe: Tambang yang menumbuhkan kehidupan (Bagian 1)

id Martabe,Tambang ,Menumbuhkan Kehidupan,PT Agincourt Resources Oleh Abdul Hakim

Martabe: Tambang yang menumbuhkan kehidupan (Bagian 1)

Staf PTAR mengambil sampel air dari Sungai Batangtoru untuk memastikan kualitas air sisa proses dari Tambang Emas Martabe. (ANTARA/HO-dok. PTAR)

Mataram (ANTARA) -
Harmoni alam

Pagi di Sungai Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara menghadirkan cerita baru. Air berkilau diterpa cahaya matahari, mengalir lebih jernih dibanding beberapa tahun lalu. Anak-anak berlarian di tepian sungai, riang tanpa rasa takut akan aliran yang kotor atau berbau.

Di sebuah halaman rumah sederhana, sekelompok orang dewasa sibuk menata botol plastik yang sudah diisi potongan sampah anorganik hingga padat. Botol-botol itu dinamakan ecobrick—sampah plastik yang diubah menjadi “batu bata” ramah lingkungan.

Sejak pertengahan 2025, ecobrick menjadi bagian penting dari kehidupan warga Batang Toru. Hanya dalam dua bulan, lebih dari 4.500 botol terkumpul, setara hampir tiga ton plastik yang terselamatkan dari pencemaran. Target mereka ambisius yakni 10 ribu botol sampai akhir tahun. Namun yang lebih berharga adalah kesadaran baru yang lahir. Plastik tak lagi dianggap musuh, melainkan peluang. Setiap botol bernilai rupiah, setiap ecobrick membawa tambahan penghasilan bagi keluarga.

Lebih dari sekadar angka, gerakan ini menunjukkan perubahan pola pikir. Botol plastik yang tadinya berakhir di sungai kini disulap menjadi kursi taman, meja belajar, bahkan gapura desa. Bagi masyarakat, ecobrick adalah cara sederhana namun nyata untuk ikut menjaga lingkungan sekaligus menumbuhkan rasa memiliki terhadap tanah yang mereka tinggali.

Semua ini tumbuh berdampingan dengan keberadaan Martabe, salah satu tambang emas terbesar di Indonesia yang beroperasi di kawasan Batang Toru. Bagi warga, Martabe bukan sekadar pusat kegiatan tambang, tetapi juga mitra dalam membangun kesadaran lingkungan. Prinsip keberlanjutan yang dijalankan perusahaan menjadi pemantik lahirnya berbagai gerakan masyarakat—mulai dari pengelolaan sampah plastik hingga pelestarian sungai—sebagai bukti bahwa pertambangan dan kelestarian bisa berjalan beriringan.

Baca juga: Martabe: Tambang yang menumbuhkan kehidupan (Bagian 2)

Menyemai kehidupan baru

Tak jauh dari kawasan tambang, berdiri sebuah nursery dengan ribuan bibit yang tumbuh teratur di dalam polybag. Dari tanaman cepat tumbuh seperti sengon hingga spesies lokal khas Sumatera, semuanya disiapkan untuk satu tujuan yakni mengembalikan kehidupan di lahan bekas tambang. Kapasitas nursery ini mencapai 65 ribu bibit, dengan produksi rata-rata 6 ribu bibit baru setiap bulan.

Sepanjang 2024, hampir 30 ribu bibit pohon ditanam di area reklamasi. Tidak berhenti di situ, lebih dari 21 ribu seed ball juga ditebar, memperluas jangkauan penghijauan ke area yang sulit dijangkau. Hingga akhir tahun, luas lahan reklamasi mencapai hampir 12 hektare, sementara 150 hektare lainnya telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi permanen.

Proses reklamasi tidak sederhana. Lahan terbuka lebih dulu dipulihkan dengan lapisan tanah subur, kemudian ditanami vegetasi penutup agar tanah stabil. Setelah itu, barulah pohon tegakan ditanam. Dalam beberapa tahun, area yang dulunya gersang berubah menjadi hutan muda, lengkap dengan suara burung yang kembali, serangga yang beterbangan, dan rantai makanan yang berangsur pulih.

Setiap bibit yang tumbuh adalah simbol keberlanjutan. Ia menandakan bahwa tambang bukan akhir dari kehidupan sebuah lanskap, melainkan awal dari ekosistem baru yang lebih seimbang. Di Batang Toru, masyarakat dapat menyaksikan langsung bagaimana lahan bekas tambang bertransformasi menjadi hutan yang kembali hidup.


Energi bersih

Di sisi lain tambang, pemandangan tak kalah menarik hadir dalam bentuk panel-panel surya yang berkilau terkena cahaya matahari. Dengan kapasitas lebih dari dua megawatt, energi bersih dari matahari kini memasok sebagian kebutuhan operasional tambang. Panel surya ini berdiri sebagai simbol bahwa masa depan pertambangan tidak harus bergantung sepenuhnya pada energi fosil.

Selain tenaga surya, penggunaan biofuel B35 dan peralatan hybrid semakin memperkuat langkah menuju operasi yang lebih hijau. Langkah ini sejalan dengan target besar pengelola Tambang Emas Martabe: mengurangi emisi karbon sebesar 30 persen pada 2030. Ambisi itu memang tidak mudah, namun kombinasi energi terbarukan, efisiensi mesin, dan komitmen jangka panjang membuatnya semakin nyata.

Air pun tidak luput dari perhatian. Kebutuhan produksi yang besar dikelola dengan prinsip daur ulang. Sistem tailing storage facility (TSF) memastikan dua pertiga kebutuhan air produksi dipenuhi dari air bekas yang sudah diolah. Proses ini tidak hanya menghemat sumber air baru, tetapi juga menjaga kualitas aliran sungai tetap baik. Air yang keluar dari sistem sudah melalui pengujian ketat, sehingga Sungai Batang Toru tetap jernih dan aman bagi kehidupan di sekitarnya.

Keseluruhan upaya ini menunjukkan transformasi wajah tambang modern. Dari udara, panel surya terlihat seperti lautan kaca berkilau. Dari dekat, lahan reklamasi memperlihatkan pepohonan muda yang tumbuh berlapis. Dari desa, ecobrick hadir sebagai bagian keseharian warga. Semuanya menyatu dalam satu narasi besar bahwa pertambangan dapat selaras dengan prinsip keberlanjutan.

Baca juga: Martabe: Tambang yang Menumbuhkan Kehidupan (Bagian 3)

Tambang yang bertransformasi

Ketiga cerita--ecobrick, nursery, dan energi bersih--adalah potongan dari mosaik besar bernama ESG. Di Batang Toru, ESG bukan sekadar konsep di atas kertas, melainkan kenyataan yang hidup sehari-hari.

Martabe tetaplah tambang emas dengan produksi ratusan ribu ounce per tahun, tetapi kini juga menjadi laboratorium nyata tentang bagaimana industri ekstraktif bisa bertransformasi. Lingkungan tidak sekadar dilindungi, tetapi dipulihkan. Masyarakat tidak sekadar menerima dampak, tetapi ikut berdaya.

Menjelang 2030, perjalanan menuju target emisi yang lebih rendah masih panjang. Namun pengalaman Batang Toru menunjukkan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah sederhana yakni sebuah botol plastik yang diubah menjadi ecobrick, sebatang bibit pohon yang tumbuh menjadi hutan, dan sinar matahari yang disulap menjadi energi bersih.

Di antara semua hasil tambang yang berharga, emas yang paling abadi justru ada di permukaan: sungai yang tetap jernih, hutan yang kembali hijau, udara yang lebih bersih, dan masyarakat yang hidup berdampingan dengan lingkungannya. Warisan itu akan bertahan jauh lebih lama daripada cadangan mineral di perut bumi. Dan di balik warisan itu, berdiri komitmen PT Agincourt Resources untuk menjadikan Tambang Martabe sebagai model pertambangan berkelanjutan di Indonesia.

Baca juga: Jejak harapan di tanah tambang (Bagian 1)
Baca juga: Jejak harapan di tanah tambang (Bagian 2)
Baca juga: Jejak harapan di tanah tambang (Bagian 3)


Editor: I Komang Suparta
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.