Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan, Antarjo Dikin, mengatakan dalam pertemuan yang digelar selama dua hari ini, Pemerintah Indonesia menekankan pentingnya penanganan isu lingkungan (sustainability) dan ancaman pencemaran kimia berbahaya dari proses minyak sawit.
"Bagi Indonesia, pertemuan ini sangat penting dan bisa memberi kontribusi pada peningkatan ekspor," kata Antarjo melalui keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu.
Antarjo menjelaskan pertemuan CPOPC berpotensi besar pada peningkatan pendapatan petani sawit, pengentasan kemiskinan, membuka akses lapangan pekerjaan dan membuka peluang usaha lainya.
Baca juga: Indonesia "buka-bukaan" soal sawit dan gambut di Norwegia
Dalam pertemuan itu, pemerintah memperjuangkan harga minyak sawit agar dapat naik dan mengangkat kesejahteraan petani. Apalagi, Indonesia adalah negara besar dengan total produksi sawit cukup banyak.
Sejumlah masalah yang berkaitan dengan industri minyak kelapa sawit juga dibahas, termasuk kebijakan perdagangan internasional dan akses pasar, keterlibatan bisnis dan petani kecil, dan Agenda PBB 2030 untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Baca juga: Indonesia kenalkan sawit berkelanjutan di Norwegia
Para menteri dalam pertemuan tersebut menyayangkan atas pemberlakuan Regulated Act mulai 10 Juni lalu. Baik Pemerintah Malaysia maupun Indonesia menyatakan bahwa kedua pihak sedang mengkaji hubungan Uni Eropa dan negara-negara anggotanya, serta berkomitmen menentang kebijakan "Delegated Act" melalui Badan Penyelesaian Sengketa WTO.
Ada pun Delegasi RI dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Turut hadir pada pertemuan tersebut Direktur Eksekutif CPOPC Tan Sri Datuk Dr Yusof Basiron, Wakil Direktur Eksekutif Dupito D Simamora, Direktur Strategi dan Kebijakan Mohammad Jaaffar Ahmad dan Direktur Keberlanjutan dan Pengembangan Petani Kecil Dr Witjaksana Darmosarkoro, Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono.