Jakarta (ANTARA) - Aktivis Greenpeace menyerahkan bukti kegiatan ilegal pembabatan hutan oleh Sinar Mas kepada Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan untuk mendesak segera menghentikan semua izin pembabatan hutan Sinar Mas, di Jakarta, Jumat.
Dalam kesempatan ini, para aktivis Greenpeace, termasuk dua orangutan, membentangkan banner bertuliskan "Pak Zulkifli Hasan Hentikan Penjahat Hutan" di pintu masuk kantor Departemen Kehutanan, yang berlangsung sesaat setelah Unilever sebagai pembeli terbesar minyak kelapa sawit di dunia mengumumkan penghentian semua pembelian minyak kelapa sawit dari Sinar Mas, dalam keterangan pers yang diterima ANTARA.
Langkah Unilever ini terjadi sehari setelah Greenpeace meluncurkan laporan "Kegiatan Pembabatan Hutan Ilegal dan Greenwash RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil)".
Laporan tersebut membeberkan bagaimana perusahaan-perusahaan milik Sinar Mas terlibat dalam pembabatan hutan alam besar-besaran di Indonesia, juga perusakan lahan gambut dalam dan kegiatan ilegal lainnya.
Menurut laporan Greenpeace, perusahaan kertas raksasa asal Finlandia, UPM, juga menghentikan kontrak senilai 30 juta Euro dengan perusahaan pulp and paper raksasa Indonesia, Asia Pacific Resources International Holding Limited (APRIL) sehari setelah Greenpeace melakukan aksi menghentikan perusakan hutan yang terjadi di hutan gambut Riau oleh APRIL, November lalu.
Hal tersebut kemudian memaksa Menteri Kehutanan menghentikan sementara izin APRIL sambil menunggu hasil investigasi.
"Perusahaan-perusahaan multinasional itu melakukan tindakan karena mereka tidak mau lagi terhubung dengan perusakan hutan dan perubahan iklim, dan kita berharap perusahaan lain akan mengikuti langkah itu," ujar Joko Arif, Jurukampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara.
Ia mengatakan bahwa dalam rangkaian kegiatan tentang perusakan hutan oleh perusahaan kertas ini mengirim pesan jelas kepada pemerintah Indonesia bahwa masyarakat dan juga dunia industri ingin segera melihat langkah nyata dalam penyelamatan hutan Indonesia.
Greenpeace menyerukan Menteri Zulkifli untuk melakukan aksi nyata terhadap Sinar Mas seperti yang dia lakukan terhadap APRIL dan menghentikan izin mereka. Lebih jauh lagi dia harus menghormati komitmen Presiden Indonesia yang dilontarkan di forum Internasional G20 di Pitsburgh September lalu, yang akan menurunkan emisi Indonesia hingga 41 persen dengan bantuan internasional, dengan mendeklarasikan moratorium (penghentian sementara) penebangan hutan dan perusakan lahan gambut.
Menurut Greenpeace, Indonesia adalah satu negara dengan tingkat deforestasi tercepat di dunia. Kerusakan hutan lahan gambut di negara ini saja tercatat sebagai 4 persen penyumbang emisi gas rumah kaca dunia, yang menjadikan Indonesia sebagai negara terbesar ketiga penyumbang emisi global setelah Amerika Serikat dan China.
Sinar Mas adalah produsen terbesar minyak kelapa sawit, terlibat dalam kegiatan perusakan hutan di Riau, Kalimantan dan Papua. Mereka menyuplai perusahaan multinasional seperti Nestle, Kraft dan Procter&Gamble.
Greenpeace memperkirakan emisi karbon yang dihasilkan seluruh perusahaan Grup ini di Provinsi Riau saja sudah menghasilkan 113,5 juta ton CO2 per tahun (6).
Laporan Greenpeace ini hadir di tengah Pertemuan Iklim Penting PBB di Kopenhagen dimana perlindungan hutan untuk mengurangi emisi akan didiskusikan. Greenpeace merekomendasikan terbentuknya dana global untuk menghentikan deforestasi di negara seperti Indonesia dan Brasil, dimana negara maju harus menginvestasikan dana 45 miliar dolar AS per tahun untuk perlindungan hutan.(*)