Mataram (ANTARA) - Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nusa Tenggara Barat (NTB) akan memberikan sertifikat halal kepada 40 jenis produk makanan dan minuman yang diproduksi pengusaha lokal.
Ketua MUI NTB, H. Syaiful Muslim, di Mataram, Senin, mengatakan rencana pemberian sertifikat halal kepada 40 produk makanan dan minuman produksi lokal itu bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) NTB, sebagai penyandang dana sertifikasi.
"Kita belum tahu pasti berapa jumlah dana yang akan diberikan untuk membantu operasional para petugas yang akan melakukan pengecekan ke setiap pabrik tempat produk-produk itu diproduksi," katanya
Menurut dia, pemberian sertifikat halal itu bertujuan untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada konsumen terutama yang beragama Islam dalam mengkonsumsi sebuah produk makanan atau minuman karena itu merupakan hak mereka sebagai konsumen.
Selain itu, dengan adanya sertifikat halal yang dimiliki oleh sebuah produk makanan ataupun minuman bisa menjadi sebuah alat untuk memasarkan produk itu, sehingga bisa menarik minat konsumen untuk membelinya.
"kepercayaan masyarakat Indonesia khususnya di wilayah NTB terhadap makanan yang mereka konsumsi saat ini cukup tinggi. Jadi, urgensi dari kepemilikan sertifikat halal sangat besar. Ya Salah satunya memberikan rasa aman dan nyaman itu," katanya.
Muslim mengatakan pemberian sertifikat kepada sejumlah pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di NTB yang memproduksi makanan atau minuman itu sebagai salah satu upaya melindungi konsumen dari ketidakhalalan produk makanan dan minuman yang banyak beredar tanpa identitas halal yang jelas.
Ia menduga di wilayah NTB terdapat banyak produk pangan berlabel halal ilegal atau yang sebenarnya belum mengantongi sertifikat halal yang sudah beredar luas di pasaran. Termasuk juga di sejumlah rumah makan yang menggunakan label halal padahal pemiliknya belum mengurus sertifikat halal.
"Produk makanan ataupun minuman berlabel halal ilegal banyak tetapi kita tidak bisa memberikan sanksi kepada para pengusaha yang memanipulasi label halal tersebut karena belum ada aturan undang-undang," terangnya.
Untuk itu, MUI sangat berharap kepada para pengusaha makanan dan minuman yang sudah maju agar mau melakukan sertifikasi halal terhadap produknya, sehingga konsumen tidak dirugikan dari segi higienitas produk.
Pihaknya tidak membebankan biaya tinggi untuk pengurusan sertifikat. Para pengusaha cukup mengeluarkan biaya pokok tanpa dibebani biaya tambahan lain. Biaya-biaya tersebut untuk membantu biaya transportasi para petugas yang melakukan survei terhadap usaha.
"Kita berharap jika nanti undang-undangnya tentang sertifikat halal itu sudah disahkan bisa menjadi pemicu bagi para pengusaha untuk mau mensertifikasi halal produknya," ujarnya.(*)