Jakarta (ANTARA) - Ketua Majelis Nasional Turkistan Timur Seyit Tumturk memperkirakan sekitar lima juta umat Muslim Uighur masih berada di kamp penampungan Xinjiang, China.
"Data ini jauh lebih banyak dari yang diperkirakan PBB dan Parlemen Eropa yaitu sekitar satu juta Muslim di kamp penampungan," kata dia di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan selama tiga tahun program kamp penampungan tersebut berjalan, maka selama itu pula pemerintah China mengingkari dan tidak mengakui bahwa adanya kamp tersebut.
Namun, setelah adanya berita dan investigasi yang dilakukan PBB menggunakan satelit gambar barulah pemerintah China mengakui tetapi disebut sebagai kamp rehabilitasi dan pendidikan.
"Ini adalah suatu bukti bahwa kamp tersebut memang ada," kata dia.
Minggu lalu, sebuah berita viral yang juga dirilis oleh The New York Times terkait sekitar 400 halaman lebih informasi tentang adanya kamp pengungsian dan juga adanya kezaliman di kamp tersebut.
Pemerintah China juga mengakui bahwa file itu memang ada. Namun, sampai sekarang belum ada iktikad untuk membuka file tersebut meskipun telah mendapat desakan dari Amerika Serikat dan Eropa.
"Tentunya file ini berisi tentang kezaliman yang dilakukan pemerintah China di kamp ke masyarakat Uighur," ujarnya.
Sejauh ini Majelis Nasional Turkistan Timur telah melakukan sejumlah upaya menyikapi tragedi Muslim Uighur di Xinjiang, China. Salah satunya melalui kunjungan ke beberapa negara untuk berdiplomasi.
"Banyak kunjungan negara yang kita lakukan salah satunya Indonesia. Seperti dua hari yang lalu kunjungan ke MPR RI untuk menjelaskan hal ini termasuk pula dengan MUI," katanya.
Ia menyakini sekitar 250 juta penduduk Indonesia akan mendukung penuh serta membantu mencarikan penyelesaian masalah umat manusia yang sedang terjadi di Xinjiang, China.
Upaya diplomasi ke berbagai negara tersebut semata-mata tidak hanya karena adanya tragedi Uighur. Namun, juga berlaku bagi seluruh bangsa di dunia apabila terjadi masalah kemanusiaan.
"Kejadian ini sedang menimpa Uighur, ke depan bisa saja dialami Asia bahkan negara lainnya," katanya.