Jakarta (ANTARA) - Pengemudi ojek daring (online) mengeluhkan soal pemotongan pajak yang dilakukan operator tanpa melampirkan bukti dan meminta Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Ketua Umum Gaspool Lampung Miftahul Huda ditemui di sela pertemuan dengan Kementerian Perhubungan di Jakarta, Jumat, mengaku pihaknya memaklumi soal adanya pemotongan pajak sesuai aturan, yakni untuk pengemudi dengan penghasilan di atas Rp4,5 juta per bulan.
"Tapi yang kita pertanyakan itu tidak ada bukti setorannya dan kami tidak dimintai NPWP," katanya.
Dengan kondisi itu, Miftah mengkhawatirkan jika potongan pajak justru disetor atas nama perusahaan, bukan atas nama pengemudi.
Miftah juga mempertanyakan potongan pajak yang dilakukan hanya oleh operator Grab, sementara Gojek belum melakukan hal serupa.
"Ya, ini baru untuk Grab, untuk Gojek belum," katanya.
Direktur Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Ahmad Yani menuturkan pembahasan bersama pengemudi ojek online itu memang membahas soal setoran pajak.
"Soal pajak sudah clear bahwa setiap pengemudi yang punya penghasilan dengan batas tertentu, ada tiga kriteria itu akan kena pajak. Kalau penghasilannya dalam sebulan lebih dari Rp4,5 juta maka dia jadi wajib pajak," katanya.
Soal masalah bukti setoran hingga kartu NPWP, Yani mengatakan bahwa potongan pajak tetap dikenakan jika melewati batas penghasilan itu.
"Setelah driver kena pajak nanti akan ada tanda bukti dari aplikator, sekian persen dari pendapatan yang didapat dari (aplikator) Grab. Jadi sudah jelas apa yang ditarik, siapa yang narik dan besarannya berapa, tadi sudah disampaikan," katanya.
Ada pun terkait implementasi penarikan pajak yang baru dilakukan Grab, Yani mengatakan nantinya pihak Ditjen Pajak akan melihat apakah penghasilan dari Gojek sudah bisa dikenakan pajak atau belum.
"Jadi yang (ditarik pajaknya) itu yang dibayar Gojek (aplikator) seperti bonus-bonus kalau melebihi Rp4,5 juta. Jadi bukan penghasilan dari dia (driver) mengantar sekian kilometer," jelasnya.