Mataram (ANTARA) - Lembaga Kajian Sosial Politik M16 menilai penanganan dan penanggulangan penyebaran COVID-19 yang dilakukan Pemprov dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi NTB masih setengah hati dan belum maksimal.
"Kita lihat selama ini Pemprov belum maksimal dan masih setengah hati. Semua masalah masih tertumpu dan ditangani pemerintah kabupaten dan kota, belum ada koordinasi yang baik," kata Direktur M16, Bambang Mei Finarwanto di Mataram, Minggu.
Ia menilai koordinasi yang dibangun provinsi dengan kabupaten/kota tidak berjalan baik, bahkan semua persoalan diserahkan kepada pemda kabupaten/kota, belum nampak kebijakan strategis yang cepat dan tepat yang dilakukan oleh Pemprov NTB.
Tak hanya itu, Pemrov NTB juga belum terlihat melakukan upaya pemutusan rantai penyebaran COVID-19. Hal ini semakin menunjukkan Pemprov NTB kurang serius di masa pandemi COVID-19.
Menurutnya, menyusul perkembangan kasus positif yang mencapai 33 kasus dan jumlah PDP, ODP dan OTG yang terus meningkat, Pemprov NTB perlu segera lebih memperketat pintu masuk, seperti bandara dan pelabuhan.
"Di pintu masuk juga mulai harus dilakukan skrining awal menggunakan rapid test. Nah bagi yang hasilnya nonreaktif bisa langsung pulang dan melakukan isolasi mandiri, sedangkan yang hasilnya reaktif harus segera dikarantina di lokasi terpadu. Ini perlu untuk memastikan yang masuk NTB ini benar-benar 'clear' dari COVID-19," tuturnya.
Pemprov juga disarankan menyiapkan lokasi karantina terpadu yang merupakan tanggung jawab provinsi. Tentu saja dengan berkoordinasi dengan pemda kabupaten dan kota.
Didu (panggilan akrab) menambahkan bagi masyarakat yang diisolasi, baik mandiri maupun terpadu, Pemprov harus memberikan jaminan dan pelayanan pangan serta kesehatan berdasarkan Undang-undang No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
"Dalam situasi pandemi ini, Gubernur NTB harus mampu mengambil peranan sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Jangan sampai NTB ini penambahan kasusnya semakin banyak karena salah urus dan bekerja tidak sistematis, terstruktur serta masif," katanya.
Menurut dia, untuk imbauan dan anjuran "social distancing", "physical distancing", dan menerapkan pola hidup sehat, hendaknya tidak hanya sekadar imbauan, tetapi pemerintah juga harus mulai menyiapkan sarana untuk mendukung hal tersebut.
Misalnya, melibatkan semua UMKM untuk pembuatan masker, APD dan tempat cuci tangan, sehingga masyarakat bisa menggunakan masker dan aparat serta tim medis tidak kekurangan APD.
Selain upaya contact tracing, papar Didu, penanganan ODP dan OTG juga harus maksimal dan tegas dilakukan dengan berkoordinasi dengan pemda kabupaten dan kota.
"Penerapan 'social distancing' dan 'physical distancing' juga harus tegas, apalagi saat ini semua aktivitas pasar masih belum disiplin, masih banyak yang melaksanakan ibadah sholat Jumat, padahal sumber virus pertama bersumber dari klaster Gowa, Jakarta dan Bogor. Seharusnya itu dulu diperiksa agar bisa dilakukan penanganan yang lebih komprehensif," paparnya.
Didu menekankan Gugus Tugas Pemprov NTB hendaknya tidak hanya sekadar merilis data perkembangan kasus dan melakukan imbauan-imbauan semata, sementara belum punya strategi yang jelas dalam menghadapi pandemi COVID-19.
"Pemprov NTB juga harus segera menyalurkan bantuan kebutuhan pokok untuk masyarakat miskin, pekerja sektor informal di NTB yang terdampak selama masa pandemi COVID-19," katanya.