Kuasa hukum klarifikasi soal pernikahan sesama jenis

id pernikahan sejenis,klarifikasi kasus,polres lobar,kuasa hukum,pernikahan waria

Kuasa hukum klarifikasi soal pernikahan sesama jenis

Ilham, kuasa hukum dari waria berinisial SU yang memiliki nama samaran Mita menunjukan salinan swafoto kliennya bersama MU sebelum akhirnya menikah pada 2 Juni 2020, di kamar MU, Desa Gelogor, Kecamatan Kediri, Lombok Barat, NTB, Kamis (11/6/2020). (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Kuasa hukum dari waria berinisial SU (25) yang memiliki nama samaran Mita, mengatakan bahwa kliennya kerap tidur sekamar dengan pria asal Kediri, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, sebelum akhirnya mereka menikah di hadapan penghulu pada 2 Juni 2020.

"Jadi klien kami ini sudah pacaran dengan pelapor kurang lebih 6 bulan lamanya. Mereka sering ketemu diluar dan dirumah pelapor. Bahkan klien kami sering menginap dirumah pelapor dan tidur sekamar," kata Ilham, kuasa hukum dari Mita dalam jumpa persnya didampingi rekan pengacara lainnya, Kasim dan Riska di Mataram, Kamis.

Pelapor yang menikahi Mita pada 2 Juni 2020 di wilayah Gelogor, Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat, berinisial MU (31). Pria tersebut melaporkan SU ke Polres Lombok Barat dengan dugaan penipuan terkait pernikahan sejenis dan meminta ganti rugi sejumlah mahar senilai Rp20 juta.

Dari adanya laporan tersebut, Ilham bermaksud memberikan klarifikasi terkait tuduhan penipuan yang mengarah kepada kliennya. Ilham menyatakan bahwa klien beserta pihak keluarganya merasa dirugikan terkait tuduhan pelapor.

"Memang benar klien kami menikah dengan pelapor pada 2 Juni 2020 dengan wali hakim dari pihak pelapor. Tapi pernikahan itu dilaksanakan atas dasar suka sama suka, tidak ada niat dari klien kami untuk menipu pelapor," ucapnya.

Karenanya Ilham menjelaskan terkait laporan MU yang menyatakan bahwa kliennya melarikan diri beberapa hari setelah menikah, tidak dibenarkan. Melainkan pelapor dikatakan dengan sengaja menyembunyikan kliennya di sebuah kamar hotel, beberapa hari usai pernikahannya digelar.

"Jadi sangkaan yang menyebutkan klien kami minta cerai dan kabur dari rumah pelapor itu tidak benar. Melainkan klien kami ini diantarkan ke sebuah kamar hotel lalu ditinggal begitu saja," ujarnya.

Begitu juga dengan keterangan pelapor yang menyatakan kliennya menolak berhubungan badan pada malam pertama karena alasan sedang haid.

"Untuk malam pertama mereka, malah klien kami mengaku sempat berhubungan badan dengan pelapor," kata dia.

Kemudian untuk kelengkapan syarat pernikahan, Ilham mengatakan, pada awalnya Mita menyetujui ajakan pelapor untuk menikah. Namun belakangan, kliennya diminta oleh pelapor untuk memalsukan data dirinya sebagai syarat pernikahan pada umumnya.

"Klien kami mengakui kalau dirinya disodorkan KTP milik orang oleh pelapor. Kemudian disuruh tempel foto diri dengan wujud perempuan di KTP tersebut," kata Ilham.

Bahkan segala urusan administrasi pernikahan diurus oleh pelapor. Mulai dari mengumpulkan persyaratan nikah di tempat asal kliennya, di wilayah Pejarakan, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, sampai ke jenjang persyaratan nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) wilayah Kabupaten Lombok Barat.

"Segala urusan memang klien kami ini ikut dengan pelapor, tapi dia disuruh diam, tidak boleh bicara, yang bicara di situ si pelapor, dia hanya tahu tanda tangan saja," ucapnya.

Lebih lanjut, Ilham bersama rekan pengacara lainnya berkomitmen untuk terus mengawal proses hukum yang menjerat Mita, yakni terkait dugaan penipuan pemalsuan identitas diri yang kini sedang ditangani Penyidik Satreskrim Polres Lombok Barat.

Ilham melihat bahwa tidak hanya kliennya yang harus diproses secara hukum. Melainkan Ilham mengklaim banyak pihak yang terlibat dalam kasus ini, termasuk pelapor yang diduga memanfaatkan situasi ini demi keuntungan pribadi.

"Jadi kami menganggap pelapor berbohong dan memberikan keterangan yang tidak benar di hadapan kepolisian. Karenanya, kami berharap kepada penyidik untuk melakukan pengembangan lebih lanjut," kata Ilham.