JEMBATAN BANTUAN JEPANG PENGHUBUNG JALAN TANAH Oleh Anwar Maga

id

Puluhan murid Sekolah Dasar (SD) berbaris di tepi jalan lingkar selatan Pulau Sumbawa, tepatnya di Desa Tatar, Kecamatan Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Nusa Tenggara Barat (NTB), sambil melambai-lambaikan bendera kertas menyambut kedatangan rombongan kendaraan bermotor.
Barisan murid SD Negeri 3 Tatar dengan pakaian seragam di bagian kanan jalan melambai-lambaikan bendera Merah Putih (Indonesia ) dan barisan murid di sebelah kiri jalan melambai-lambaikan bendera Putih dengan Lingkaran Merah di tengah (Jepang).
Nur Ainum, salah seorang guru di SD Negeri 3 itu, mengaku sengaja menghadirkan murid-murid SD itu di tepi jalan untuk menyambut Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto dan Wakil Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Toru Maeda, beserta rombongan, Sabtu (21/2) pukul 10.30 Wita.
Kedatangan Menteri PU beserta rombongan itu untuk meresmikan penggunaan delapan jembatan bantuan Jepang di jalur lingkar selatan Pulau Sumbawa.
Namun, kehadiran murid SD di lokasi proyek jalan saat jam pelajaran itu pun didukung oleh kepala sekolah dan aparat pemerintahan setempat yang terlihat ikut mengatur posisi berbaris murid-murid SD itu.
Rupanya, mereka ingin menunjukkan bahwa murid SD pun ikut bergembira karena Pemerintah Jepang melalui Badan Kerjasama Internasional Jepang (JICA) telah membangunkan delapan unit jembatan yang relatif mahal dan kokoh di sepanjang jalur lingkar selatan Pulau Sumbawa itu.
Delapan unit jembatan itu merupakan bantuan hibah Pemerintah Jepang yang bernilai 675 juta yen atau sekitar Rp87,75 miliar, atau pemberian cuma-cuma.
Jembatan tersebut berada di ruas jalan provinsi dari Tatar, melewati perkampungan Sejorong KSB hingga perkampungan Lunyuk, Kecamatan Labangka, Kabupaten Sumbawa yang terisolir dari keramaian.
Delapan jembatan itu diberi nama Tanaman I berukuran panjang 35 meter dengan konstruksi beton pratekan (span composit PC-1 Girger), tiga unit jembatan beton pratekan lainnya yakni Puna III (23 meter), Tabisu I (24 meter), Tongolaka Sakura (48 meter).
Empat unit jembatan lainnya dibangun dengan konstruksi konvensional (span RC-T Girder) yakni Tabisu II (20 meter), Tabisu III (22 meter), Tabisu IV (22 meter) dan Tabisu V juga panjangnya 22 meter. Delapan unit jembatan itu dikerjakan oleh kontraktor nasional Jepang, Hazama Coorporation, dan dalam pengawasan konsultan Jepang, Katahita & Engineers International.
Delapan jembatan itu tergolong mahal dan kokoh karena nilai proyeknya jauh dari nilai proyek jembatan yang dikerjakan kontraktor Indonesia, dan jenis kontruksinya pun jauh lebih baik.
Acara peresmian delapan jembatan itu diawali dengan pengguntingan pita di salah satu jembatan yakni Jembatan Tanaman I di Desa Tatar, Kecamatan Sekongkang, sekitar satu kilometer dari "base camp" Hazama Coorporation.
Menteri PU dan Wakil Dubes Jepang bersama-sama menggunting pita dan membuka lampion berisi spanduk dan pernak-pernik tanda kemeriahan.
Turut menyaksikan peresmian jembatan bantuan Jepang itu, Gubernur NTB, KH M. Zainul Majdi dan wakilnya Badrul Munir serta sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi NTB, Bupati Sumbawa Barat KH Zulkifli Muhadly dan Bupati Sumbawa H. Jamaluddin Malik.
Setelah pengguntingan pita, dilanjutkan dengan acara penandatangan naskah peresmian delapan jembatan itu di "base camp" Hazama Coorporation.


Perbaikan jalan
Saat peresmian delapan jembatan itu, Wakil Duta Besar Jepang Untuk Indonesia, Toru Maeda, mengungkapkan berbagai hal yang melatari pembangun jembatan di lingkar selatan Pulau Sumbawa itu.
Menurut dia, kehadiran delapan unit jembatan itu sangat dibutuhkan untuk memperlancar interaksi sosial masyarakat di wilayah setempat.
Pihaknya sangat berharap jembatan itu berguna karena kawasan pemukiman di jalur lingkar selatan Pulau Sumbawa itu sering dilanda erosi akibat luapan air laut saat musim hujan.
"Pada tahun 2002 lalu sering terjadi erosi sehingga transportasi antarpermukiman terhambat karena itu perlu diatasi dengan membangun jembatan hingga menggapai pemukiman terpencil di Lunyuk," ujar Maeda.
Namun, Maeda menghendaki Pemerintah Indonesia segera membangun jalan yang representatif karena JICA telah membangun jembatan kokoh untuk memperlancar transportasi di kawasan itu.
Ruas jalan di sepanjang jalur lingkar selatan Pulau Lombok itu mencapai 84 kilometer mulai dari Benete (daerah sekitar tambang emas dan tembaga PT Newmont Nusa Tenggara) menuju Desa Tatar hingga perkampungan terpencil Lunyuk yang berada di balik bukit perbatasan wilayah Sumbawa dan KSB.
Sejauh ini, ruas jalan di lingkar selatan Pulau Sumbawa yang dikategorikan jalan provinsi itu masih berbentuk jalan tanah, hanya sebagian kecil yang sudah beraspal lapisan penetrasi (lapen).
"Harapan kami jembatan ini dijaga dan dimanfaatkan sebaik-baiknya, dan segeralah bangun jalan," ujar Maeda dalam bahasa Indonesia.
Permintaan Wakil Dubes Jepang agar Pemerintah Indonesia segera membangun jalan beraspal yang cukup representatif itu tentu bukan hanya karena menghendaki delapan jembatan hibah itu dapat berguna sebagaimana tujuan pembangunannya.
Pemerintah Indonesia dituntut untuk memaknai isyarat bahwa JICA masih ingin membangun jembatan lainnya di jalur lingkar selatan Pulau Sumbawa itu agar perkampungan Lunyuk tidak lagi terisolir dari keramaian.
Pada 24 Oktober 2008, Konsultan Katahira & Engineers International, Igarashi, menemui Gubernur NTB, KH.M. Zainul Majdi, guna menyampaikan program lanjutan pembangunan 15 unit jembatan di jalur lingkar selatan Pulau Sumbawa karena delapan unit jembatan dalam program tahap pertama sudah hampir rampung saat itu.
Setelah delapan unit jembatan bantuan JICA itu terbangun, masih ada puluhan kilometer ruas jalan ke permukiman terpencil di Lunyuk (wilayah paling barat Kabupaten Sumbawa Barat) yang membutuhkan jembatan penghubung.
Menurut perkiraan konsultan Katahira & Engineers International yang menemui Gubernur NTB di Mataram itu, untuk membuka isolasi permukiman Lunyuk itu dibutuhkan sedikitnya 21 unit jembatan.
JICA bersedia membiayai pembangunan 15 unit jembatan dalam program pembangunan jembatan tahap kedua, yang menghubungkan perkampungan Tatar dengan Lunyuk sehingga enam unit jembatan lainnya dari total 21 jembatan itu menjadi tanggungan Pemerintah Indonesia.
Meskipun sudah bersedia menambah 15 unit jembatan di jalur selatan Pulau Sumbawa itu, namun hingga akhir Pebruari 2009, rencana itu belum ditindaklanjuti dengan aksi nyata di lapangan.
Malah, para pekerja Hazama Coorporation yang ditemui di lokasi saat peresmian delapan unit jembatan bantuan JICA yang sudah terbangun itu, mengaku akan segera bertolak ke Kalimantan untuk proyek bantuan Jepang di daerah itu.
Ada kemungkinan JICA masih menunggu upaya Pemerintah Indonesia membangun jalan beraspal agar delapan jembatan yang sudah terbangun tidak lagi menghubungkan jalan tanah.
Sementara Gubernur NTB, KH. M. Zainul Majdi, mengharapkan JICA tetap pada komitmennya untuk melanjutkan program pembangunan jembatan tahapan kedua di jalur lingkar selatan Pulau Sumbawa itu.
"Dulu, ada istilah 'saudara tua' bagi Jepang dan 'saudara muda' bagi Indonesia, sehingga kami berharap 'saudara tua' tetap mau membantu 'saudara muda' dalam penataan jembatan dan jalan di kawasan ini," ujar gubernur saat peresmian delapan jembatan bantuan JICA tahap pertama ini.
Gubernur juga mengharapkan dukungan Menteri PU dalam penataan jalan tanah menjadi jalan beraspal di lingkar selatan Pulau Sumbawa itu. karena keterbatasan dana APBD dalam penanganan jalan provinsi itu. Demikian pula, Bupati Sumbawa Barat, KH. Zulkifli Muhadli, yang sangat mengharapkan dukungan pemerintah pusat dalam penataan ruas jalan di kawasan selatan Pulau Sumbawa yang belum terbenahi itu.

Upayakan terakomodir
Menteri PU, Djoko Kirmanto, yang ditemui usai acara peresmian delapan jembatan bantuan Jepang itu, mengakui, pihaknya akan berupaya mengakomodir pembangunan jalan beraspal di jalur lingkar selatan Pulau Sumbawa itu.
"Kami upayakan karena anggaran PU untuk NTB tahun ini cukup besar yakni Rp748 miliar dan Rp212 miliar diantaranya untuk jalan di Pulau Sumbawa, tetapi saya belum tahu pasti apakah ada yang diperuntukkan bagi jalan ini (jalur lingkar selatan Pulau Sumbawa)," ujarnya.
Sementara Dirjen Bina Marga, Hermanto Dardak, yang mendampingi Menteri PU mengakui, dana penataan infrastruktur jalan tahun anggaran 2009 untuk Pulau Sumbawa itu termasuk penataan jalan di lingkar selatan Pulau Sumbawa itu.
"Ada Pak Menteri," tambah Dardak saat wartawan meminta ketegasan Menteri PU tentang pengalokasian anggaran untuk membantu Pemerintah Provinsi NTB menata jalan provinsi yang masih berbentuk jalan tanah padahal JICA telah membangun delapan unit jembatan mahal dan kokoh di jalur itu.
Baik Menteri PU maupun Dirjen Bina Marga, mengakui, dana APBN untuk penataan jalan di wilayah NTB lebih diperuntukkan bagi jalan nasional, namun tidak menutup kemungkinan dialokasikan untuk jalan provinsi dan kabupaten/kota.
Dana APBN untuk penataan jalan provinsi dan kabupaten/kota memungkinkan jika tergolong skala prioritas, seperti jalan akses nasional di kawasan pariwisata.
"Seperti ruas jalan di kawasan wisata Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, yang dikategorikan jalan provinsi namun berada di kawasan wisata sehingga disebut jalan akses nasional," ujar Kirmanto.
Menurut Kirmanto, setiap tahun anggaran tidak semua jalan nasional dapat ditata karena anggarannya terbatas, sehingga harus ditentukan skala prioritasnya.
"Kadang-kadang ada jalan nasional yang seolah-olah terabaikan, karena anggaran yang ada diprioritaskan di tempat lain yang lebih membutuhkannya," ujarnya. (*)