Mataram, 16/12 (ANTARA) - Komandan Korem 162/Wira Bhakti Kolonel Inf Heru Suryono mengatakan, aparat TNI dituntut menyiapkan kemampuan penguasaan wilayah agar dapat membantu masyarakat memecahkan persoalan keamanan di wilayah tersebut.
"Aparat TNI dituntut untuk meningkatkan profesionalisme dalam menjalankan tugas, salah satunya kemampuan penguasaan wilayah," kata Suryono di Mataram, Kamis, ketika menjelaskan peran aparat TNI dalam kehidupan bermasyarakat masa kini.
Ia mengatakan, TNI dituntut untuk semakin profesional karena pemerintah terus berupaya meningkatkan kesejahteraan prajurit, terutama yang bertugas di lapangan.
Apalagi, pemerintah tengah mengupayakan remunerasi untuk aparatur negara, termasuk satuan TNI dan Polri, agar semakin profesional dalam menjalankan tugas negara.
DPR pun telah menyetujui usulan remunerasi untuk TNI dan Polri serta empat institusi lainnya, dalam rapat koordinasi pimpinan DPR dan komisi-komisi dengan sejumlah menteri di gedung DPD, Rabu (15/12).
Selain aparat TNI dan Polri, aparatur di Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan Kementerian Koordinator (Kemko) Kesejahteraan Rakyat (Kesra), Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) dan Kementerian Koordinator (Kemko) Kesejahteraan Rakyat (Kesra), serta Kemenko Politik dan Keamanan (Polkam) juga mendapat remunerasi.
Versi Menko Kesra Agung Laksono, aparat TNI mendapat remunerasi terbanyak yakni sebesar Rp3,3 triliun, disusul Polri sebesar Rp1,9 triliun, Kemhan sebesar Rp36 miliar, Kemeneg PAN sebesar Rp6,9 miliar, Kemko Polkam sebesar Rp6,7 miliar dan Kemko Kesra sebesar Rp5,8 miliar.
Remunerasi itu berlaku efektif Juli 2010, sehingga akan dirapel untuk enam bulan terakhir bagi sebanyak 887.754 orang, masing-masing mendapat remunerasi sebesar Rp1 juta/bulan.
"Pemerintah terus memperhatikan kesejahteraan aparat TNI dan aparat lainnya, sehingga prajurit TNI di lapangan dituntut semakin profesional, dan khusus aparat teritorial harus mampu menguasai wilayahnya," ujar Danrem Suryono.
Dia mendefinisikan penguasaan wilayah teritorial sebagai tindakan responsif lingkungan seperti mengetahui tempat-tempat rawan gangguan keamanan, termasuk aktivitas demokrasinya, mengenali tokoh masyarakat setempat, tokoh pendidikan dan pihak terkait lainnya.
Aparat teritorial itu juga dituntut memahami kondisi sosial budaya dalam kehidupan bermasyarakat, terutama kehidupan beragama di wilayah setempat.
"Semua itu didata dan diupayakan penanganannya secara preventif dan persuasif bersama komponen bangsa lainnya, sehingga diharapkan situasi keamanan tetap kondusif," ujarnya. (*)