APJATI NTB RAGUKAN EFEKTIVITAS KUR TKI
Mataram, (ANTARA) - Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia Nusa Tenggara Barat meragukan efektvitas kredit usaha rakyat khusus bagi tenaga kerja Indonesia karena persoalan jaminan yang belum jelas.
"Memang negara sudah menjamin. Tetapi masalahnya masyarakat masih bingung dan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS) tidak berani," kata Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia H. Muazzim Akbar, di Mataram (16/12).
Di sela kegiatan sosialisasi kredit usaha rakyat (KUR) tenaga kerja Indonesia (TKI), ia menilai PPTKIS tidak berani memfasilitasi calon TKI yang akan diberangkatkan bekerja ke luar negeri dengan dana KUR karena kekhawatiran beban tanggung jawab jika TKI yang bersangkutan kabur dari tempatnya kerjanya.
Praktik pembiayaan pemberangkatan TKI ke luar negeri dengan menggandeng perbankan sudah coba dilakukan oleh beberapa PPTKIS, namun tidak berjalan sesuai harapan karena TKI yang kabur dari tempatnya bekerja.
"Kalau TKI kabur dari tempatnya bekerja siapa yang bertanggung jawab. PPTKIS pasti tidak mau membayar kredit yang diambil oleh para TKI. Ini yang saya lihat masih menjadi kendala dalam penyaluran KUR TKI," ujarnya.
Muazzim yang menjadi calon Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) NTB itu memberikan gambaran tentang praktik pembiayaan pemberangkatan TKI yang yang selama ini sudah dijalankan oleh beberapa PPTKIS, yakni menggunakan sistem potong gaji setelah TKI secara resmi bekerja di luar negeri.
Sistem tersebut diterapkan baik pada TKI yang bekerja di sektor formal maupun informal. Pola tersebut dilakukan bekerja sama dengan agen penempatan tenaga kerja di luar negeri.
Ia mencontohkan TKI yang bekerja di sektor perkebunan di Malaysia diberangkatkan dengan biaya Rp4,5 juta atau sebesar 1.500 Ringgit Malaysia.
Biaya pemberangkatan tersebut dikembalikan oleh TKI melalui pemotongan gaji yang dilakukan selama empat hingga lima bulan terhitung sejak TKI resmi bekerja.
"Para TKI yang diberangkatkan secara gratis hanya dipersyaratkan memiliki paspor dan visa tenaga kerja. Pengembalian biaya pemberangkatan juga tidak dikenakan bunga apa pun. Jadi tidak memberatkan," ujarnya.
KUR TKI tersebut, menurut dia, efektif jika diakses oleh TKI purna yang ingin membuka usaha di kampung halamannya, namun tidak memiliki modal yang kuat.
Muazzim juga menyarankan agar pemerintah pusat menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah dalam hal jaminan pengembalian dana yang dipinjam oleh TKI.
"Saya menilai kalau ingin KUR TKI efektif pemerintah pusat menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah yang memiliki warga, bagaimana agar ada jaminan dana yang dipinjam wajib dikembalikan," ujarnya. (*)