Penyidikan kasus korupsi dermaga Gili Air tuntas

id polda ntb,kasus korupsi,dermaga gili air,ditreskrimsus ntb,penyidikan tuntas

Penyidikan kasus korupsi dermaga Gili Air tuntas

Dirreskrimsus Polda NTB Kombes Pol I Gusti Putu Gede Ekawana. (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Penyidikan kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan dermaga apung tahun 2017 di kawasan wisata Gili Air, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, telah dinyatakan tuntas.

Dirreskrimsus Polda NTB Kombes Pol I Gusti Putu Gede Ekawana di Mataram, Selasa, mengatakan, penyidikannya tuntas setelah jaksa peneliti menyatakan berkasnya lengkap.

"Jadi berkasnya sudah P-21 (dinyatakan lengkap oleh jaksa peneliti). Tinggal melaksanakan tahap dua, pelimpahan tersangka dan barang bukti ke penuntut umum," kata Ekawana.

Dalam agendanya, penyidik berencana untuk melimpahkan berkas milik lima tersangka tersebut ke jaksa penuntut umum pada awal tahun 2021.

"Kemungkinan awal tahun, persidangan-nya sudah bisa digelar," ujarnya.

Lima tersangka dalam kasus ini adalah mantan Kabid diDishublutkan Lombok Utara berinisial AA, dengan peran dalam proyek tersebut sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dan pihak rekanan pelaksana proyek, ES dan SU. Dua tersangka lainnya berasal dari pihak konsultan pengawas proyek, yakni berinisial LH dan SW.

Pelaksanaan proyek dermaga apung di Gili Air ini berasal dari dana APBN yang disalurkan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2017. Proyek itu ditender dengan pagu anggaran Rp6,7 miliar, yang kontrak kerjanya sebesar Rp6,28 miliar.

Hasil penyidikan menemukan indikasi pekerjaan pembangunan tidak sesuai spesifikasi, demikian juga dengan volume pekerjaannya. Meskipun laporannya tidak sesuai dengan kondisi pengerjaan, namun PPK dalam bukti penyidikannya tetap melakukan pembayaran pekerjaan sampai lunas.

Bahkan proyek yang seharusnya tuntas pada Desember 2017 itu sempat molor dari pekerjaan dan telah diberikan waktu perpanjangan hingga Januari 2018.

Namun, hingga batas waktu pengerjaan di bulan Januari 2018, proyek tersebut belum juga selesai. Meskipun demikian, Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar, tetap meresmikan pembangunannya.

Penanganan kasus ini sebelumnya sempat tersendat karena hasil audit kerugian negara. Memang tidak ada masalah dengan metode penghitungannya. Namun menurut jaksa penuntut umum, kerugian negara belum dirinci berdasarkan item kegiatannya.

Belakangan, penyidik menggunakan konstruksi hukum sesuai petunjuk jaksa. Sehingga, nilai kerugiannya lebih kecil dari hasil audit. Nilai audit dari BPKP Perwakilan NTB itu mencapai Rp1,24 miliar.