Mataram (ANTARA) - Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Pemberdayaan Masyarakat Prof. Dr. Ir. San Afri Awang, M.Sc, menegaskan pemerintah pusat pro rakyat dalam menyelesaikan konflik hutan Sesaot di Lombok Barat.
"Kita tahu, Menteri Kehutanan itu pro rakyat. Menanam dan pro rakyat adalah ikon Kementerian Kehutanan. Saya jamin. Masyarakat silakan tetap mengelola hutan seperti biasa," katanya usai mengikuti perayaan "Sangkep Beleq" di Dusun Kumbi, Desa Lebah Sempaga, Kecamatan Narmada, Lombok Barat, (29/12).
Penegasan tersebut disampaikannya ketika dimintai tanggapan tentang konflik hutan Sesaot yang akan dijadikan Taman Hutan Raya (Tahura) oleh Pemerintah Provinsi NTB, sedangkan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat dan masyarakat Kecamatan Narmada tidak setuju dengan kebijakan tersebut dan menuntut agar 3.155 hektare (ha) kawasan hutan lindung Sesaot menjadi Hutan Kemasyarakatan (HKm).
Menurut dia, masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan Sesaot mampu menghasilkan Rp770 juta/minggu atau sekitar Rp2,8 miliar/bulan dari185 ha kawasan hutan lindung Sesaot yang sudah ditetapkan sebagai HKm oleh Menteri Kehutanan.
Melihat potensi yang dinilai mampu memberikan manfaat dari sisi ekonomi kepada masyarakat di sekitar kawasan hutan, San Afri Awang memberikan solusi yakni membuat Tahura yang sebelumnya berada di kawasan hutan yang dituntut jadi HKm oleh masyarakat itu digeser ke lokasi lain, sehingga pemerintah dan masyarakat tidak dirugikan.
"Saya punya solusi. Hutan di Lombok Barat masih luas. Tahura bisa digeser, HKm tetap jalan. Jadi 'win-win solution', tidak ada yang dirugikan. Kalau diadu terus akan ribut," ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa Bupati Lombok Barat H. Zaini Arony sudah mengusulkan kepada Kementerian Kehutanan agar 3.155 ha kawasan hutan Sesaot yang disengketakan tidak dijadikan Tahura, tetapi untuk rakyat dalam bentuk HKm.
"Namun yang masih menjadi masalah adalah Pemerintah Provinsi NTB masih mengharapkan untuk dijadikan Tahura," katanya.
San Afri Awang juga mengaku sudah mengkomunikasikan persoalan hutan Sesaot tersebut dengan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB, H. Rosyadi Sayuti, bahwa Tahura itu baru pada tahap penunjukan yang masih membutuhkan proses pemetaan dan persetujuan rakyat sebelum dikukuhkan oleh Menteri Kehutanan, sehingga kebijakan Tahura masih bisa ditinjau ulang.
"Pokoknya persoalan hutan Sesaot ini jangan emosional, itu yang saya minta. Jangan melihat ini menang kalah. Saya yakin pemerintah daerah pro rakyat, ini persoalan komunikasi saja," katanya. (*)