BI NTB membantu UMKM ekspor sarang walet 25 ton ke Tiongkok

id BI NTB,Ekspor Sarang Walet,Tiongkok

BI NTB membantu UMKM ekspor sarang walet 25 ton ke Tiongkok

Seorang warga menunjukkan sarang burung walet yang sudah dibersihkan di Kampung Walet, Desa Kateng, Kabupaten Lombok Tengah, NTB. (ANTARA/Awaludin)

Lombok Timur (ANTARA) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Nusa Tenggara Barat membantu pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk bisa mencapai target ekspor sarang burung walet sebanyak 25 ton ke Tiongkok hingga akhir 2021.

"Tahun ini, kami mau kejar ekspor sarang walet sebanyak 25 ton ke Tiongkok saja. Ini belum termasuk ke Amerika Serikat dan Taiwan, karena kalau potensinya 90 ton pun bisa," kata Kepala Perwakilan BI NTB Heru Saptaji, di sela pelatihan penguatan klaster vanili di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Jumat.

Ia mengatakan pihaknya memberikan dukungan terhadap pelaku UMKM NTB yang mengekspor sarang walet karena komoditas tersebut merupakan salah satu dari tujuh komoditas prioritas yang digenjot ekspornya.

Menurut Heru, ekspor sarang burung walet masih sangat terbatas dan baru ke Tiongkok saja, sedangkan ke negara-negara lain yang juga memiliki peluang pasar belum terpenuhi.

"Hal itu disebabkan sisi hulunya atau petani pembudidaya memiliki keterbatasan dari sisi kuantitas yang dibutuhkan pasar ekspor," ujarnya.

Oleh karena itu, kata dia, pihaknya bekerja sama dengan pelaku eksportir yang ada di NTB, yakni Ading Walet Group, yang sudah menjalin kemitraan dengan 30 ipembudidaya walet di Desa Kateng, Kabupaten Lombok Tengah.

Kantor Perwakilan BI NTB memfasilitasi pelatihan cara membersihkan sarang burung walet dan pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam mengolah komoditas tersebut menjadi produk pangan bernilai ekonomi tinggi.

Pelatihan diberikan oleh salah seorang pakar dari Surabaya dan dari manajemen Ading Walet Group, selaku eksportir sarang walet, yang menjadi mitra petani.

"Pelatihan tersebut sebagai tahap awal kegiatan pengembangan masyarakat lokal berbasis sarang burung walet," ucap Heru.

Ia mengatakan pihaknya berinisiatif untuk memberikan pelatihan cara pencucian sarang burung walet karena nilai tambah dari sarang yang masih kotor menjadi bersih relatif tinggi, yakni dari harga Rp10 juta bisa menjadi Rp33 juta per kilogram.

Selama ini, kata Heru, petani menjual sarang burung walet dalam kondisi masih kotor, kemudian eksportir yang melakukan pencucian hingga bersih sebelum dikirim ke negara tujuan ekspor.

"Eksportir sebenarnya ingin lebih fokus ke produk olahan lanjutan dan produk untuk eskpor. Mereka membutuhkan dukungan di sisi hulunya bisa berproduksi lebih baik dan lebih banyak lagi," katanya.