KEMENDAG BELUM IZINKAN EKSPOR LOGAM TANAH JARANG

id

Mataram, 20/4 (ANTARA) - Kementerian Perdagangan hingga kini belum mengizinkan ekspor logam tanah jarang yang potensinya cukup banyak di Indonesia, meski beberapa negara berminat membeli hasil tambang tersebut.

Kepala Sub Direktorat Ekspor Industri Pertambangan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Djunaidi kepada wartawan di Senggigi, Rabu, mengatakan beberapa pengusaha telah mengajukan izin ekspor logam tanah jarang (LTJ), namun pihaknya belum bersedia mengeluarkan izin ekspor.

LTJ merupakan mineral ikutan pada biji timah seperti monazite, xenotime dan zircon yang juga mengandung uranium dan torium. Mineral ini dibutuhkan sebagai bahan baku berbagai industri vital.

Seusai tampil sebagai pembicara pada acara Bimbingan Teknis Perdagangan Luar Negeri, ia mengatakan sejumlah pengusaha dari Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Jambi dan Riau telah mengajukan izin untuk mengekspor LTJ, namun belum diberikan izin.

"China sebenarnya juga memiliki potensi logam tanah jarang tetapi negara tersebut telah menghentikan ekspornya, bahkan hendak mengimpornya dari Indonesia," katanya.

Menurut informasi, kata dia, LTJ di seluruh dunia hanya ada di China dan Indonesia, yang luas lahannya diperkirakan ribuan hektare.

"Sejak November 2010 banyak eksportir antre meminta izin untuk mengekspor J, namun Kementerian Perdagangan belum mengeluarkan izin ekspor komoditas pertambangan tersebut," katanya.

Menurut informasi LTJ merupakan mineral langka yang cukup diminati negara asing sebagai bahan baku untuk peralatan militer seperti alat pelacak dan peralatan perang lainnya.

Berdasarkan hasil survei badan geologi, potensi LTJ terbesar di Bangka Belitung dan sejumlah daerah lainnya di Indonesia. Bahan tambang tersebut bernilai jual cukup tinggi, banyak negara yang berminat mengimpornya.

Mengenai keharusan mengekspor barang jadi atau setengah jadi, Djunaidi mengatakan, seluruh industri pertambangan yang beroperasi di Indonesia harus mengekspor produk jadi atau setenga paling lambat 2014.

"Selambat-lambatnya 2014 semua industri pertambangan harus mengekspor produk jadi atau setengah jadi, karena itu diharuskan memiliki pabrik pengolahan (smelter) sendiri di daerah penghasil," katanya.

Amanat UU Minerba

Menurut dia, industri pertambangan nantinya tidak boleh lagi mengekspor barang mentah, minimal barang setengah jadi.

"Jadi yang diekspor nanti tidak lagi barang mentah seperti konsentrat, tetapi berupa produk jadi atau setengah jadi. Ini harus ditaati oleh industri pertambangan karena merupakan amanat UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba)," katanya.

UU Minerba mewajibkan proses dan pemurnian logam dilakukan di dalam negeri, dalam hal ini di daerah penghasil sehingga dapat meningkatkan nilai tambah produk dan demi kepentingan nasional.

Ia mencontohkan, kalau sekarang ini yang diekspor berupa konsentrat, nantinya yang boleh diekspor berupa tembaga, emas dan perak batangan.

Menurut dia, yang sudah menerapkan kewajiban mengolahan bahan tambang di dalam negeri atau di daerah penghasil adalah tambang timah. Produk yang diekspor tidak lagi berupa pasir timah, tetapi dalam bentuk timah batangan, karena timah hanya boleh diekspor dalam bentuk batangan. (*)

KETERANGAN FOTO:

Kepala Sub Direktorat Ekspor Industri Pertambangan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Djunaidi ketika tampil sebagai pembicara pada acara Bimbingan Teknis Perdagangan Luar Negeri di kawasan wisata Senggigi, Rabu (20/4). FOTO Humas Kementerian Perdagangan Ahmad Jakfar.