Penetapan angka kerugian korupsi benih jagung di NTB dinilai rancu

id sidang tipikor,korupsi benih jagung,kerugian negara,eksepsi terdakwa,pengadilan mataram,terdakwa korupsi

Penetapan angka kerugian korupsi benih jagung di NTB dinilai rancu

Suasana sidang dengan agenda pembacaan eksepsi terdakwa korupsi pengadaan benih jagung hibrida varietas balitbang pada Distanbun NTB, Ida Wayan Wikanaya di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, NTB, Kamis (2/9/2021). (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Penetapan kerugian negara Rp27,35 miliar  dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) terdakwa korupsi pengadaan benih jagung hibrida varietas balitbang pada Distanbun Nusa Tenggara Barat, Ida Wayan Wikanaya, dinilai rancu atau tidak jelas.

Pernyataan demikian tersampaikan dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan nota keberatan (eksepsi) terdakwa Ida Wayan Wikanaya oleh penasihat hukumnya, Iskandar, di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Kamis.

Kerancuan atau ketidakjelasan JPU menetapkan kerugian negara dalam surat dakwaan milik pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek tahun anggaran 2017 itu dilihat dari munculnya hasil audit tiga instansi berbeda.

Pertama, hasil audit Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pertanian yang menindaklanjuti temuan BPK RI senilai Rp10,633 miliar. Kedua, hasil audit Kejati NTB senilai Rp15,4 miliar; dan yang ketiga Rp27,35 miliar, hasil audit ahli penghitungan kerugian negara dari BPKP Perwakilan NTB.

"Adanya perbedaan itu menyebabkan kebingungan dan memenuhi syarat ketidakcermatan dan ketidakjelasan penuntut umum dalam menentukan kerugian negara kepada klien kami," kata Iskandar.

Selanjutnya, dalam eksepsi terdakwa Wikanaya disampaikan bahwa adanya kesalahan penerapan hukum JPU dalam surat dakwaan. Seharusnya, kata dia, persoalan yang muncul dalam proyek ini bisa diselesaikan dengan aturan administrasi pemerintahan.

"Karena perilaku terdakwa ini bukan masuk pada tindak pidana korupsi, bahkan lebih kepada kesalahan administratif," ujarnya.

Hal tersebut, lanjutnya, bisa diselesaikan melalui pengawasan intern pemerintah. Kesalahan administratifnya, kata dia, dapat ditindaklanjuti dengan cara penyempurnaan yang disesuaikan berdasarkan aturan perundang-undangan.

Terkait penyelesaian secara administratif, Iskandar menyampaikan bahwa kliennya telah melakukan pemulihan kerugian negara hasil audit Itjen Kementerian Pertanian bersama tiga terdakwa lainnya.

Adanya pemulihan kerugian negara Rp10,633 miliar itu telah dibuktikan berdasarkan surat tanda lunas melalui Distanbun NTB pada 27 November 2020 yang dikuatkan dengan bukti setor atau bukti penerimaan kas negara pada 9 Februari 2021.

Meskipun ada pengembalian, lanjutnya, namun ia menyayangkan sikap penuntut umum yang tetap mendakwa perbuatan Wikanaya telah menimbulkan kerugian negara senilai Rp27,35 miliar, sesuai hasil audit BPKP Perwakilan NTB.

"Penuntut umum dalam surat dakwaannya telah mengesampingkan hasil audit lainnya dan sangat tidak berdasar, bahkan terkesan arogansi dengan memilih kerugian tertinggi agar memperberat dakwaan terdakwa. Dengan membuatnya kabur atau 'obscuur libel', maka sudah sepantasnya dakaaan penuntut umum dibatalkan demi hukum," kata Iskandar.

Usai mendengarkan eksepsi terdakwa, penuntut umum menyatakan ke hadapan majelis hakim yang dipimpin I Ketut Somanasa, untuk memberikan tanggapannya pada pekan depan.

"Dengan demikian, sidang ditunda dan dibuka kembali pada sidang selanjutnya dengan agenda penyampaian tanggapan penuntut umum terkait eksepsi terdakwa pada Kamis (9/9) pekan depan," ujar Somanasa.