Mataram (ANTARA) - Penetapan kerugian negara Rp27,35 miliar dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) terdakwa korupsi pengadaan benih jagung hibrida varietas balitbang pada Distanbun Nusa Tenggara Barat, Ida Wayan Wikanaya, dinilai rancu atau tidak jelas.
Pernyataan demikian tersampaikan dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan nota keberatan (eksepsi) terdakwa Ida Wayan Wikanaya oleh penasihat hukumnya, Iskandar, di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Kamis.
Kerancuan atau ketidakjelasan JPU menetapkan kerugian negara dalam surat dakwaan milik pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek tahun anggaran 2017 itu dilihat dari munculnya hasil audit tiga instansi berbeda.
Pertama, hasil audit Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pertanian yang menindaklanjuti temuan BPK RI senilai Rp10,633 miliar. Kedua, hasil audit Kejati NTB senilai Rp15,4 miliar; dan yang ketiga Rp27,35 miliar, hasil audit ahli penghitungan kerugian negara dari BPKP Perwakilan NTB.
"Adanya perbedaan itu menyebabkan kebingungan dan memenuhi syarat ketidakcermatan dan ketidakjelasan penuntut umum dalam menentukan kerugian negara kepada klien kami," kata Iskandar.
Selanjutnya, dalam eksepsi terdakwa Wikanaya disampaikan bahwa adanya kesalahan penerapan hukum JPU dalam surat dakwaan. Seharusnya, kata dia, persoalan yang muncul dalam proyek ini bisa diselesaikan dengan aturan administrasi pemerintahan.
"Karena perilaku terdakwa ini bukan masuk pada tindak pidana korupsi, bahkan lebih kepada kesalahan administratif," ujarnya.
Hal tersebut, lanjutnya, bisa diselesaikan melalui pengawasan intern pemerintah. Kesalahan administratifnya, kata dia, dapat ditindaklanjuti dengan cara penyempurnaan yang disesuaikan berdasarkan aturan perundang-undangan.
Terkait penyelesaian secara administratif, Iskandar menyampaikan bahwa kliennya telah melakukan pemulihan kerugian negara hasil audit Itjen Kementerian Pertanian bersama tiga terdakwa lainnya.
Adanya pemulihan kerugian negara Rp10,633 miliar itu telah dibuktikan berdasarkan surat tanda lunas melalui Distanbun NTB pada 27 November 2020 yang dikuatkan dengan bukti setor atau bukti penerimaan kas negara pada 9 Februari 2021.
Meskipun ada pengembalian, lanjutnya, namun ia menyayangkan sikap penuntut umum yang tetap mendakwa perbuatan Wikanaya telah menimbulkan kerugian negara senilai Rp27,35 miliar, sesuai hasil audit BPKP Perwakilan NTB.
"Penuntut umum dalam surat dakwaannya telah mengesampingkan hasil audit lainnya dan sangat tidak berdasar, bahkan terkesan arogansi dengan memilih kerugian tertinggi agar memperberat dakwaan terdakwa. Dengan membuatnya kabur atau 'obscuur libel', maka sudah sepantasnya dakaaan penuntut umum dibatalkan demi hukum," kata Iskandar.
Usai mendengarkan eksepsi terdakwa, penuntut umum menyatakan ke hadapan majelis hakim yang dipimpin I Ketut Somanasa, untuk memberikan tanggapannya pada pekan depan.
"Dengan demikian, sidang ditunda dan dibuka kembali pada sidang selanjutnya dengan agenda penyampaian tanggapan penuntut umum terkait eksepsi terdakwa pada Kamis (9/9) pekan depan," ujar Somanasa.
Berita Terkait
Mantan Wali Kota Bima minta hakim Tipikor hadirkan 92 saksi
Senin, 22 Januari 2024 16:36
Jaksa Tipikor Mataram tuntut 10 tahun mantan kabid minerba
Senin, 15 Januari 2024 17:37
Hakim Tipikor Mataram menunda sidang tuntutan perkara gratifikasi jaksa
Jumat, 1 September 2023 18:45
Pemufakatan jahat dalam korupsi benih jagung Rp27,35 miliar terungkap
Kamis, 2 September 2021 19:26
Mantan sekdes di Lombok Utara gelapkan dana desa Rp1,01 miliar
Kamis, 2 September 2021 18:29
Dua perwira polisi terbukti menerima suap divonis lima tahun penjara
Jumat, 24 Juli 2020 0:32
Jaksa tuntut lima tahun kurungan dua terdakwa korupsi Bank NTB
Senin, 29 Juni 2020 18:22
Dua terdakwa korupsi LCC mengajukan status tahanan kota
Senin, 13 April 2020 17:34