Mataram (ANTARA) - Mantan Sekretaris Desa Sesait, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Dedi Supriadi, yang menjadi terdakwa korupsi disebut menggelapkan dana desa dan anggaran dana desa tahun anggaran 2019 senilai Rp1,01 miliar.
Pernyataan tersebut terungkap dalam sidang perdana dengan agenda pembacan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), ke hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram yang dipimpin Kadek Dedy Arcana, Kamis.
Wayan Suryawan dalam surat dakwaan milik Dedi menyampaikan bahwa penggelapan dana desa itu dilakukan dengan modus monopoli pengerjaan proyek fisik desa dan pengelolaan modal BUMDes Sesait.
"Dalam laporan pertanggungjawabannya, terdakwa tidak dapat menunjukkan realisasi penggunaan anggarannya, melainkan dipergunakan untuk kepentingan pribadi," kata Wayan.
Sumber anggaran Desa Sesait pada tahun 2019 ini berasal dari dana desa sebesar Rp2,45 miliar; ADD Rp1,43 miliar; Bagi Hasil Pajak dan Retribusi (BHPR) Rp235,15 juta; dan sisa lebih penghasilan tetap Rp668,45 juta. Anggaran itu yang kemudian digunakan untuk biaya belanja proyek fisik dan pengadaan barang desa.
Namun demikian, terdakwa Dedi dalam perannya sebagai Sekdes Sesait tidak menjalankan aturan dalam pengelolaan dana desa.
"Sejumlah kegiatan seharusnya dilaksanakan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) tetapi diambil alih oleh terdakwa," ujarnya.
Proyek fisik yang dimonopoli terdakwa, antara lain, pembangunan jalan antardusun senilai Rp178,58 juta. Proyek jalan penghubung tiga dusun ini gagal terlaksana karena pembangunannya mangkrak.
Ada juga temuan kekurangan pekerjaan proyek pada pembangunan Bale Pusaka dengan anggaran Rp250 juta; proyek pembangunan Talud Ara senilai Rp320,19 juta; dan pengadan 1.760 batang bibit durian Rp260,48 juta.
Selain itu, terdakwa dalam jabatannya meminjam dana penyertaan modal BUMDes Sesait sebesar Rp200 juta dengan modus untuk menambah biaya kegiatan fisik.
"Namun demikian, terdakwa menggunakan kepentingan pribadi," ucap dia.
Kemudian pada proyek pembangunan tribun pentas seni tradisional peresean yang menelan anggaran Rp631,28 juta. Pada awalnya, anggaran tersebut disiapkan untuk pembangunan pasar desa.
"Ternyata pelaksanaan pembangunannya terdapat kekurangan volume hingga menimbulkan kerugian Rp502,82 juta," kata Wayan.
Munculnya angka kerugian dalam perkara ini telah dikuatkan penuntut umum berdasarkan hasil audit Inspektorat Lombok Utara.
"Karena perbuatan terdakwa, hasil audit inspektorat menemukan potensi kerugian negara yang nilainya sebesae Rp1,01 miliar," ujarnya.
Usai mendengar dakwaannya dibacakan, terdakwa melalui penasihat hukumnya meminta kesempatan ke hadapan majelis hakim untuk menyampaikan nota keberatan (eksepsi) pada pekan depan.
"Dengan ini menyatakan sidang ditunda dan akan kembali dilanjutkan pada Senin (6/9) pekan depan dengan agenda pembacaan eksepsi dari terdakwa melalui penasihat hukumnya," kata Ketua Majelis Hakim Kadek Dedy Arcana menutup sidang perdananya.
Berita Terkait
Mantan Wali Kota Bima minta hakim Tipikor hadirkan 92 saksi
Senin, 22 Januari 2024 16:36
Jaksa Tipikor Mataram tuntut 10 tahun mantan kabid minerba
Senin, 15 Januari 2024 17:37
Hakim Tipikor Mataram menunda sidang tuntutan perkara gratifikasi jaksa
Jumat, 1 September 2023 18:45
Pemufakatan jahat dalam korupsi benih jagung Rp27,35 miliar terungkap
Kamis, 2 September 2021 19:26
Penetapan angka kerugian korupsi benih jagung di NTB dinilai rancu
Kamis, 2 September 2021 16:11
Dua perwira polisi terbukti menerima suap divonis lima tahun penjara
Jumat, 24 Juli 2020 0:32
Jaksa tuntut lima tahun kurungan dua terdakwa korupsi Bank NTB
Senin, 29 Juni 2020 18:22
Dua terdakwa korupsi LCC mengajukan status tahanan kota
Senin, 13 April 2020 17:34