TAK KAN BERHENTI JAMSOSTEK DIHUJAT Hotbonar Sinaga*)

id

  
Jakarta (ANTARA) - Beberapa hari terakhir muncul artikel dan pemberitaan yang terkesan memojokkan PT Jamsostek dari seorang profesor di beberapa media nasional. Lalu, kami bertanya-tanya,  seperti itukah gambaran PT Jamsostek di mata masyarakat.

Kami menyingkir pikiran jelek tentang maksud artikel dan berita tersebut, tetapi di sisi lain, sebagai pihak yang diberi amanah untuk melindungi dan menjaga dana pekerja, maka kami wajib meluruskan dan memaparkan fakta yang sebenarnya.

Pada 6 Juni 2011 dua media nasional memuat artikel dan berita yang yang berjudul "BPJS Beratkan Pengusaha" dan "Kegagalan PT Jamsostek dan BPJS Jamsostek".

Tulisan tersebut sangat provokatif dan tendensius karena tidak didukung fakta yang tepat dan akurat bahkan cenderung bertentangan dengan kondisi objektif PT Jamsostek.

Kami ingin masyarakat mendapat informasi yang benar tentang program dan kondisi program Jamsostek saat ini. Sebuah lembaga jaminan sosial dianggap gagal jika gagal memenuhi kewajibannya kepada peserta.

Kondisi PT Jamsostek saat ini sangat sehat secara finansial sehingga dapat memenuhi kewajibannya kepada peserta baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Dalam perkembangannya, PT Jamsostek terus menunjukkan perbaikan yang signifikan terutama dalam hal besaran benefit (manfaat) kepada peserta baik dalam manfaat empat program (JHT, JKK, JK dan JPK) maupun manfaat tambahan dalam bentuk Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) yang berupa hibah maupun bergulir.

Saat ini sedang terjadi kontroversi tentang perlu tidaknya Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) baru untuk melaksanakan amanat UU Sistem Jaminan Sosial Nasional atau cukup empat BPJS yang ada diberi tugas baru melaksanakan UU itu.
   
Keempat BPJS yang ada itu adalah PT Asabri, PT Taspen, PT Asabri dan PT Jamsostek.
   
Ada yang berpendapat, untuk melaksanakan amanat SJSN yang benar, diperlukan BPJS yang bukan BUMN.
   
Menurut kami, berdasarkan benchmark penyelenggaraan jaminan sosial di seluruh dunia, hanya dikenal dua bentuk badan penyelenggara jaminan sosial, yaitu dalam bentuk lembaga khusus bentukan pemerintah atau dikelola secara korporasi.
   
Namun, jika ingin berfikir substantif, yang lebih penting untuk diperdebatkan saat ini bukan status badan hukum BUMN atau non-BUMN, tetapi pelaksanaan prinsip-prinsip jaminan sosial.
   
Karena itu, proses transformasi BPJS untuk melaksanakan jaminan sosial sesuai dengan sembilan prinsip SJSN, justru sangat penting dan fundamental. Perlu diketahui, sejak terbitnya UU SJSN, PT Jamsostek terus berbenah dan telah menyesuaikan dengan sembilan prinsip SJSN.
   
Ada juga yang membandingkan proses transformasi PT Jamsostek sebagai BPJS dengan perubahan status Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang bukan lagi BUMN.
   
Perbandingan itu sangat tidak tepat dan tidak lazim dalam menilai penyelenggaraan jaminan sosial.
   
Karena penyelenggaraan jaminan sosial di suatu negara itu bersifat khas dan biasanya dalam menilai suatu penyelenggaraan jaminan sosial di suatu negara dibandingkan dengan badan penyelenggara di negara lain.
   
Selain itu, penilaian harus didasarkan pada pengukuran terhadap aspek-aspek tertentu yang bersifat objektif dalam penyelenggaraan jaminan sosial, seperti jumlah peserta, nilai manfaat, governance, pengelolaan keuangan dan investasi, kualitas pelayanan.
   
Sebagai contoh, bunga JHT yang dinikmati peserta pada saat ini mencapai 10,6 persen. Jauh lebih tinggi dari bunga deposito yang hanya 6-7 persen dan hal ini disebabkan karena pengelolaan dana investasi sangat prudent dan profitable.
   
Kondisi itu juga didukung oleh kebijakan pemerintah yang menghapuskan kewajiban menyetor dividen sejak tahun 2007. Sementara tingkat kepuasan peserta terhadap kualitas pelayanan yang dilakukan lembaga independen telah mencapai skor di atas 83 persen.
   
Muncul juga pertanyaan atau keraguan atas aset dan dana investasi PT Jamsostek yang saat ini sudah mencapai lebih dari Rp100 triliun.
   
Keraguan itu tidak berdasar karena laporan hasil keuangan PT Jamsostek selalu diaudit oleh auditor eksternal yang kredibel, bahkan BUMN ini lebih sering diaudit oleh BPK.
   
PT Jamsostek juga memiliki Dewan Komisaris yang mewakili tripartit, diawasi oleh beberapa Kementrian, diaudit oleh auditor eksternal yang kredibel, dan berpedoman pada pengelolaan investasi program Jamsostek yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2004.
   
Jadi tidak heran, apabila dalam beberapa tahun terakhir ini PT Jamsostek banyak meraih penghargaan (awards), antara lain di bidang GCG, laporan keuangan, kualitas pelayanan, institusi terpercaya dari KPK, dan sebagainya.
 
Pada saat Hari Buruh yang lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi apresiasi secara terbuka atas kinerja PT Jamsostek yang terus menunjukkan perbaikan signifikan.
   
Akumulasi dana Jamsostek akhir tahun 2010 yang mencapai Rp102 triliun. Jika dibandingkan dengan aset yang dimiliki penyelenggara jaminan sosial negara tetangga memang lebih kecil.
   
Namun, agar proporsional hendaknya dilihat juga keberadaan dan wewenang yang mereka miliki.
   
EPF Malaysia, CPF Singapura dan SSS Philipina sudah berdiri jauh lebih lama (awal tahun 1950an), dengan besaran iuran yang jauh lebih tinggi dan penegakan hukum yang lebih efektif.
   
Kesamaan Program Jamsostek dengan lembaga jaminan sosial tersebut adalah sistem pembiayaannya yang bersifat contributory, fully funded dan bersifat individual account.
   
Jadi akumulasi dana Jamsostek itu merupakan dana milik peserta yang harus dijaga hingga pensiun (pengajuan klaim) diberikan sesuai jatuh temponya. Di dunia ini hampir tidak pernah ada pembongkaran lembaga jaminan sosial karena akan menimbulkan risiko dan masalah baru.
   
Sebagai salah satu anggota Dewan Pengawas Asosiasi Jaminan Sosial Dunia (ISSA) yang bermarkas di Jenewa maupun Ketua Asosiasi Asuransi Jaminan Sosial Indonesia (AAJSI), saya berkesimpulan bahwa  penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia, telah memenuhi unsur-unsur "good performance, good governance" dan "sustainainable".
   
Di sisi lain, kami juga terbuka terhadap kritik dan masukan yang objektif untuk perbaikan program Jamsostek terutama masih banyak pekerja maupun penduduk yang belum menjadi peserta jaminan sosial. Inilah tugas dan tanggung jawab kita semua. (*)

*) Dirut PT Jamsostek