Duduk di punggung kuda, penampilannya tampak gagah meski usianya belum genap 10 tahun. Sorot matanya tajam. Satu tangannya memegang erat tali kekang, satu lainnya menggenggam erat cambuk yang siap dilecutkan.
Kuda pun melesat ketika peluit dibunyikan. Kaki-kaki kuda menghentak-hentak beradu cepat untuk meraih garis akhir.
Sorak sorai penonton pun bergemuruh menyemangati joki-joki cilik mengendalikan kuda yang berlari kencang mengitari lapangan Panda di Belo, Bima, Nusa Tenggara Barat. Senyum joki cilik pun akhirnya mengembang ketika memenangi lomba.
Serunya lomba pacuan kuda ini terjadi saat digelar Festival Kuda Bima menyambut Hari Ulang Tahun Provinsi NTB yang ke-52 pada Desember tahun lalu. Pemandangan seperti itu akan bisa disaksikan pula pada Festival Kuda Bima yang rencananya dilaksanakan 3-12 Juli mendatang di tempat yang sama.
"Benar, pada 3-12 Juli akan digelar Festival Kuda Bima selain agenda-agenda wisata lain. Dalam festival itu diantaranya digelar lomba pacuan kuda. Semua kegiatan itu dimaksudkan guna menyukseskan program Visit Lombok Sumbawa 2012," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi NTB, Lalu Gita Aryadi.
Sementara itu, atraksi seni budaya lain yang telah disiapkan menyambut kunjungan wisatawan ke NTB di antaranya adalah Festival Lakey (14 Juli), Presean (19 Juni), Festival Mutiara Lombok (8-11 Juli), Festival Senggigi (14 Juli) dan Lombok Bagendang (24 Juli ).
Lomba pacuan kuda memang banyak digelar di sejumlah tempat. Tapi, lomba pacuan kuda di Bima ini mungkin berbeda dari tempat lainnya. Selain kuda pacunya merupakan kuda Bima yang terkenal tangguh, jokinya pun masih anak-anak yang usianya tidak lebih dari 10 tahun, tanpa pelana.
Di Bima selama ini dikenal adanya kuda anjing, kuda poni atau jara poro, karena kudanya kecil-kecil atau pendek. Tinggi kuda Bima usia 1- 3 tahun rata-rata 110 centimeter, usia 4-8 tahun berkisari 114- 117 centimeter, kuda dewasa yang berusia lebih dari 10 tahun antara 119 - 120 centimeter. Meski kecil, kuda Bima daya tahan tubuhnya sangat baik dan langkah kakinya cepat.
Kuda bagi masyarakat Bima dan Pulau Sumbawa umumnya, tidak hanya diperah susunya (susu kuda liar) dan dimanfaatkan untuk transportasi tetapi sebagian diantaranya dijadikan kuda pacu. Populasi kuda di Provinsi NTB berdasarkan data Dinas Peternakan setempat pada 2010 sebanyak 76.517 ekor. Dari jumlah itu, 60.964 ekor berada di Pulau Sumbawa, sedangkan 12.529 ekor di Bima.
{jpg*2}
Tradisi
Lomba pacuan kuda sudah menjadi bagian dari tradisi masyarakat Bima. Karena itu, tidak mengherankan jika banyak anak-anak di daerah ini sudah sejak dini dilatih dengan baik untuk bisa memacu kuda. Para joki cilik sudah dilatih sejak usia sekitar tiga tahun.
Latihan yang diberikan pada tahap awal hanya ringan seperti melatih keseimbangan dengan bambu yang ujung-ujungnya digantung di tiang rumah. Tahap berikutnya, naik kuda tunggang dan akhirnya berlatih menunggangi kuda pacu.
Proses yang lazim di tengah-tengah masyarakat Bima ini tampaknya cukup menginspirasi anak-anak untuk menjadi joki. Profesi menjadi joki dinilai cukup bergengsi bagi anak-anak setempat, bahkan keluarga mereka. Apalagi jika menjadi pemenang, mereka juga mendapatkan hadiah yang lumayan. Hadiah yang diterima pemenang diantaranya bisa sejumlah uang, sepeda motor, atau bibit sapi.
Dengan kondisi seperti ini, cukup beralasan kiranya kalau joki cilik banyak bermunculan di daerah ini. Mereka banyak memburu jadwal pertandingan. Alasannya, memasuki usia 11 tahun, karier mereka biasanya berakhir.
Perburuan jadwal lomba tidak hanya di Bima tapi juga di kota-kota lain di NTB, khususnya di Pulau Sumbawa. Si joki cilik didampingi orang tua dan pembina rela membawa kuda pacu menggunakan truk besar ke tempat-tempat arena lomba. Mereka rela pula berkemah di tanah kosong sekitar lapangan yang akan digunakan untuk lomba pacuan.
Bahkan, kuda yang akan diikutkan dalam lomba juga mendapat perhatian khusus baik dari pemenuhan kebutuhan makan maupun perawatannya agar bugar ketika beradu, sehingga dapat berlari kencang. Kuda pacu biasanya dimandikan dengan air hangat dicampur rempah-rempah agar ototnya kuat.
"Kuda bagi masyarakat Bima tidak hanya soal ekonomi tetapi juga soal budaya," kata budayawan NTB, M Yamin dalam suatu kesempatan.
Kuda dalam kebudayaan Bima memiliki sejarah panjang bahkan lebih tua dari usia kerajaan Bima yang tercatat sejak abad ke-12. Kuda bukan hanya sekadar alat transportasi atau ekonomi, tetapi juga menjadi bagian dari status sosial.
Karena itu, untuk mewadahi tradisi yang ada di masyarakat tersebut, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bima telah menjadikan pacuan kuda sebagai agenda rutin. Festival Kuda Bima digelar empat kali setahun, yakni pada bulan April, Juli, Agustus, dan Desember.
{jpg*3}
Daya tarik
Pacuan kuda atau "pacoa jara" dengan joki cilik di Pulau Sumbawa, khususnya di Kabupaten Bima, diakui banyak pihak, bisa menjadi daya tarik pariwisata NTB karena keunikannya.
"Pacuan kuda di Pulau Sumbawa, khususnya di Bima, memang tergolong unik dan tidak ditemukan di daerah lain. Karena itu, bisa menjadi daya tarik pariwisata," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB, Lalu Gita Aryadi.
Ia bahkan berharap, 'event' Festival Kuda Bima yang selama ini digelar hanya untuk tingkat kecamatan dan kabupaten bisa ditingkatkan ke 'event' yang lebih besar dengan memperebutkan piala presiden, sehingga atraksi ini bisa menjadi sarana untuk menggaet wisatawan berkunjung ke daerah ini.
Tingkat kunjungan wisatawan ke NTB selama ini selalu berfluktuatif, namun dalam masa tertentu tingkat kunjungan wisatawan ke NTB mengalami peningatan bahkan sangat padat (peak season), seperti pada Mei-Juli dan akhir tahun.
"Memang berfluktuatif, tapi trennya meningkat. Karena itu, kini banyak pelaku usaha pariwisata yang terus berbenah dan meningkatkan layanannya. Contohnya, kini telah dibangun Lombok Plaza yang menyediakan sekitar 150 kamar, Santika yang membangun hotel di dekat Bank NTB dan pengelola Hotel Gili Putri yang merenovasi gedungnya," kata Gita.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB menyebutkan, tingkat hunian kamar hotel bintang di NTB pada April 2011 tercatat sebesar 50,97 persen atau meningkat 5,81 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 45,16 persen.
Tingkat penghunian kamar (TPK) hotel bintang paling tinggi dicapai oleh hotel bintang empat yakni sebesar 55,61 persen, diikuti hotel bintang satu sebesar 52,5 persen. TPK hotel bintang yang paling rendah terjadi pada hotel bintang dua dengan TPK sebesar 41,41 persen.
Peningkatan angka TPK juga diikuti oleh meningkatnya jumlah tamu yang menginap di hotel bintang pada April 2011. Jumlah tamu yang menginap pada April 2011 sebanyak 23.034.
Angka itu lebih tinggi 6,55 persen jika dibandingkan dengan jumlah tamu yang menginap pada Maret 2011 sebanyak 21.619 orang, sedangkan jika dibandingkan dengan April 2010 yang mencapai 20.765 orang, maka mengalami peningkatan 10,93 persen.
Gita optimistis tren positif seperti ini akan mampu mendukung suksesnya program Visit Lombok Sumbawa 2012. Pemprov NTB telah meluncurkan program Visit Lombok Sumbawa 2012 pada 6 Juli 2009.
Pemprov NTB optimistis melalui program tersebut target satu juta wisatawan pada 2012 akan tercapai. Jumlah kunjungan ke NTB pada 2009 sebanyak 619.370 orang, terdiri dari 232.525 orang wisatawan mancanegara dan 386.845 orang wisatawan nusantara. Sedangkan pada 2010 jumlah wisatawan domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke NTB sekitar 750 ribu dan pada 2011 ditargetkan sebanyak 850 ribu.
Pacuan kuda dengan joki cilik memang unik. Karena itu, tidak salah jika atraksi ini dijadikan salah satu daya tarik pariwisata. Peluang untuk mengembangkan daya tarik pariwisata tersebut cukup besar, apalagi kini sudah ada penerbangan setiap hari Mataram-Sumbawa-Bima. (*)