GUBERNUR NTB: ADVOKASI TKI BERMASALAH HARUS BERKELANJUTAN

id

         Mataram, 24/6 (ANTARA) - Gubernur Nusa Tenggara Barat TGH M Zainul Majdi, mengatakan, langkah advokasi terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bermasalah di luar negeri harus berkelanjutan agar terarah dan komprehensif.         "Langkah-langkah advokasi itu yang harusnya terus dilakukan, kita perlu dorong itu," kata Zainul di Mataram, Jumat, ketika diminta mengomentari nasib TKI yang terancam hukuman mati di luar negeri, terutama yang berasal dari Nusa Tenggara Barat (NTB).         Menurut dia, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB selalu tanggap dengan permasalahan TKI di luar negeri, sehingga mengutamakan koordinasi dengan kementerian terkait jika ada warga NTB yang terlibat masalah serius.         Zainul pun telah memerintahkan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB H. Mokhlis, untuk mengkoordinasikan dan mendorong langkah advokasi terhadap TKI asal Sumbawa, Edi Saputra alias Supriadi, yang terancam hukuman mati dengan cara digantung karena dituduh membunuh warga Malaysia, Chai Joon Bui, pada 29 Juli 2006.         Pada Kamis (23/6), Koordinator Advokasi Kebijakan Perkumpulan Panca Karsa (PPK) Nusa Tenggara Barat (NTB) Endang Susilowati SH, mendatangi Kantor Gubernur NTB, guna mengonsultasikan upaya penyelamatan dari hukuman gantung itu.         Endang meminta Gubernur NTB untuk berkoordinasi dengan KBRI di Kuching guna mengikuti proses-proses peradilan, agar kasus hukuman pancung yang menimpa TKI seperti yang dialami Ruyati tidak terulang.        Selain itu, Endang mendesak Gubernur NTB untuk ikut menjembatani penyebaran informasi hasil perkembangan proses peradilan kepada keluarga TKI yang menjalani hukuman di Malaysia itu.         Hingga kini, Edi yang berasal dari Kampung Kerta Sari, Simpang Klanir, Kecamatan Sateluk, Kabupaten Sumbawa, itu telah menjalani enam kali sidang di Mahkamah Rendah di Kuching, dan satu kali sidang di Mahkamah Tinggi Kuching, yaitu pada 15 Maret 2007.         Namun, hingga kini belum ada informasi persidangan lanjutan dan belum ada saksi yang dapat meringankan.         Karena itu, PPK NTB meminta Gubernur NTB periode 2008-2013 yang berasal dari kalangan ulama dan pernah menjadi anggota Komisi X DPR-RI itu ikut melakukan diplomasi politik untuk menyelamatkan Edi Saputra.         Lembaga advokasi itu juga mengajak kepedulian Pemprov NTB terhadap nasib tiga orang TKI asal NTB divonis 15 tahun penjara di Klang, Johor Bahru, yaitu Muhammadun (40) asal Dusun Glogor, Desa Gelogor, Kabupaten Lombok Barat, yang dijatuhi hukuman penjara selama 15 tahun mulai 3 Juni 2002 dengan massa pemotongan hukuman selama 5 tahun.         Muhmmadun diberangkatkan oleh Perusahan Pengerah Jasa Pengerah TKI (PPJTKI) Fortuna Insani, yang direkrut melalui petugas lapangan Abdul Azis.         TKI NTB lainnya yakni Samsul Hakim (23) asal Dusun Tempos Daya Kayu Putih, Desa Tempos, Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat, yang sudah dipenjara sejak tahun 2007,  dengan hukuman penjara selama 15 tahun.      Syamsul Hakim diberangkatkan oleh PPJTKI Sabda Rejeki melalui petugas lapangan Munahar.         TKI NTB lainnya yang tengah menjalani hukuman di Malaysia yakni Marahum (30) asal Dusun Perempung, Desa Banyu Urip, Kabupaten Lombok Barat, dengan masa hukuman yang sama dengan rekannya Syamsul Hakim.         Ketiga TKI NTB itu dituduh mencuri telepon genggam dan kalung seberat lima gram.         Sementara itu, berdasarkan data dan informasi yang diperoleh PPK NTB, kini terdapat tujuh orang TKI NTB yang menemui masalah di Malaysia.         Selain seorang TKI yang terancam hukuman gantung dan tiga TKI yang menjalani hukuman penjara 15 tahun, juga ada tiga jenasah warga NTB.         Ketiga jenasah itu teridentifikasi sebagai Fathul Mubarok bin Faesal (27), asal Dusun Kebun Jurang, Desa Gapuk, Lombok Barat, yang meninggal karena tertembak di bagian dada.         Jenazahnya dibuang di perkebunan dan ditemukan oleh Kepolisian Kota Tabuk pada 21 Agustus 2010. Hingga saat ini, jenazah masih berada di RS King Kholik dan belum ada penanganan dari pemerintah.         Jenasah kedua yakni Warni binti Mahrip Sahmin (29), asal Dusun Dasan Baru, Desa Ubung, Lombok Tengah, yang melakukan bunuh diri pada 4 Juni 2010. Jenazah telah dipulangkan pada Maret 2011.         Jenasah ketiga yakni Nurul Alfiah binti Muhtar Lano (30), asal Kabupaten Lombok Tengah, yang diduga meninggal dunia karena sakit serius.         PPK tengah mengupayakan pengacara bagi Samsul Hakim dan Marahum, sehingga hukumannya bisa diringankan, karena selama menjalani proses pengadilan, kedua TKI NTB itu tidak didampingi pengacara.         PPK NTB juga tengah mengupayakan asuransi untuk biaya pengacara, sebagaimana diatur dalam Kepmen Nomor 7 Tahun 2010 yang menegaskan bahwa klaim asuransi dapat mencapai Rp100 juta untuk biaya bantuan hukum.(*)