POLDA NTB TINGKATKAN PENGAWASAN DISTRIBUSI BBM

id

     Mataram, 9/3 (ANTARA) - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat meningkatkan pengawasan distribusi bahan bakar minyak, yang saat ini berpotensi terjadi penimbunan dan pengalihan lokasi penyimpanan, terkait rencana kenaikan harga pada 1 April 2012.

     "Pengawasan distribusi BBM yang makin ditingkatkan itu merupakan langkah antisipasi pihak kepolisian terhadap berbagai hal terkait rencana kenaikan BBM," kata Kabid Humas Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) AKBP Sukarman Husein, di Mataram, Jumat.

     Ia mengatakan, langkah antisipasi lainnya yakni berkoordinasi dengan pihak Pertamina guna mendapatkan data dan informasi tentang kouta bahan bakar minyak (BBM) yang akan disalurkan.

     Polda NTB beserta jajarannya akan menggunakan data versi Pertamina itu untuk menyesuaikan dengan kondisi riil di lapangan, sehingga akan dapat mengetahui indikasi penimbunan BBM.

     "Pengawasan dan patroli di darat maupun di air juga ditingkatkan guna mencegah penyalahgunaan pendistribusian BBM dengan berbagai sasaran, seperti badan usaha, penyalur dan transportir, serta konsumen," ujarnya.

     Sukarman menyebut badan usaha yang diawasi itu yakni depo/terminal BBM, Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU), termasuk yang dikelola koperasi TNI dan Polri.

     "Kami juga menyampaikan imbauan kepada semua pihak terkait, sekaligus membantu mengawal pendistribusian BBM, serta melakukan upaya penegakan hukum jika ditemukan indikasi penyimpangan," ujarnya.

     Seperti diketahui, pemerintah berencana menaikkan harga BBM pada April 2012, meskipun hingga kini belum disetujui DPR.

     Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, telah mengungkapkan dua opsi terkait rencana kenaikan harga BBM guna menekan angka subsidi dari APBN.

     Opsi tersebut dituangkan dalam usulan baru yang disampaikan pemerintah kepada DPR, namun bersifat usulan alternatif kebijakan.

     "Opsi I, kenaikan harga eceran premium/solar yakni Rp 1.500 per liter jadinya 6.000, dan opsi II memberikan subsidi tetap maksimum sebesar Rp 2.000 per liter untuk premium dan solar," ujar Jero Wacik, pada rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Selasa (28/2). (*)