PEMPROV NTB TEKAN KERUSAKAN HUTAN DENGAN HKM

id

     Mataram, 28/5 (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terus berupaya menekan laju kerusakan hutan akibat pembalakan liar dengan pola hutan kemasyarakatan (HKm).

     "Salah satu penyebab kerusakan hutan di Indonesia, termasuk di NTB karena masyarakat yang tinggal di pinggir kawasan hutan tergolong miskin, untuk perlu ada upaya pemberian akses pemanfaatan kawasan hutan dengan pola HKm," kata Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTB Abdul Hakim, di Mataram, Senin.

     Ia menyebutkan, luas kawasan hutan di Provinsi NTB mencapai 1,071 juta ha atau 53,14 persen dari total luas wilayah daratan Provinsi NTB mencapai 2,015 juta ha.

     Tingkat kerusakan hutan dan lahan masih cukup tinggi yakni mencapai 507 ribu ha, terdiri dari dalam kawasan hutan seluas 230 ribu ha dan luar kawasan mencapai 277 ribu ha.

     Sementara Data Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Dodokan Moyosari, Provinsi NTB, laju kerusakan hutan sudah menurun mencapai 444 ribu ha, atau menurun seluas 63 ribu ha dalam tiga tahun terakhir.

     Hakim menyebutkan, tiga penyebab kerusakan hutan di NTB, adalah "illegal logging". Tindakan ini disebabkan karena adanya pengangguran, keserakahan dan kecemburuan.

     Penyebab lainnya adalah perambahan oleh masyarakat. Kegiatan itu terjadi sebagai dampak dari kepemilikan lahan garapan yang sempit, lapangan kerja yang sempit dan pendapatan masyarakat pinggir kawasan hutan yang masih rendah.

     "Kerusakan hutan juga disebabkan karena kebakaran. Hal itu bisa terjadi karena faktor kesengajaan masyarakat yang membuka lahan, kelalaian dan tindakan iseng dari oknum yang tidak bertanggungjawab," katanya.    

     Dengan menerapkan pengelolaan hutan berbasis kemasyarakatan, kata dia, perambahan, "illegal logging" dan ancaman bencana alam bisa ditekan.

     Pengelolaan hutan berbasis HKm juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi di pinggir kawasan hutan yang sebagian besar dihuni penduduk miskin.

     "Di NTB terdapat 894.770 warga yang tergolong miskin, di mana sebagian besar berada di dalam dan sekitar hutan. Kalau mereka diberikan akses memanfaatkan kawasan hutan diperkirakan mereka bisa memperbaiki kondisi kesejahteraannya," katanya.

     Ia mengatakan, luas HKm di NTB yang sudah memiliki Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan (Menhut) mencapai 14.800,5 ha.

     HKm yang sudah memiliki status legal tersebut tersebar di Kabupaten Lombok Barat seluas 411 ha, Kabupaten Lombok Tengah 1.809,5 ha, Kabupaten Lombok Utara 2.042 ha, Kabupaten Lombok Timur seluas 2.230 ha.

     Sementara luas HKM yang belum memiliki SK Menhut, mencapai 4.510 ha yang tersebar di Kabupaten Lombok Utara seluas 215 ha, Kabupaten Lombok Timur 1.705 ha, Kabupaten Lombok Barat 1.520 ha, Kabupaten Sumbawa 870 ha, dan Kabupaten Bima seluas 200 ha.

     "Seluruh HKm itu dikelola oleh kelompok masyarakat yang sudah memperoleh izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan (IUPHKM). Mereka ada yang menanam durian, kakao dan tanaman bernilai ekonomi sehingga tidak lagi melakukan perambahan secara liar," katanya. (*)