PENYIDIKAN KORUPSI BERORIENTASI PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA

id

         Mataram, 17/4 (ANTARA) - Para penyidik tindak pidana korupsi (tipikor) di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) diarahkan untuk berorientasi pada pengembalian kerugian negara dalam setiap penyidikan perkara korupsi.

        Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTB, H.M. Amari, SH, mengemukakan hal itu kepada wartawan di Mataram, Jumat.

        "Sudah saatnya diterapkan prinsip 'restorative' (pemulihan) dalam proses penegakkan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia, dan saya arahkan para penyidik seperti itu," kata Amari yang sepekan lagi harus meninggalkan jabatan Kajati NTB untuk menduduki jabatan promosi sebagai Kajati Jawa Barat.

        Serah terima jabatan Kajati NTB dan Kajati Jawa Barat dijadwalkan 23 April mendatang di Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) di Jakarta.

        Amari mengatakan, para pengamat dan praktisi hukum di Indonesia menghendaki penerapan model penyelesaian kasus tindak pidana korupsi yakni "restorative approach" (pendekatan restorative).

        Institusi kejaksaan di Indonesia pun berkeinginan menerapkan model baru penyelesaian tindak pidana korupsi itu agar sejalan dengan kebijakan makro ekonomi dan keseimbangan dalam pemulihan kerugian negara atau keuangan daerah.

        "Model restorative itu sudah diterapkan di Malaysia sejak lima tahun terakhir ini, dan memungkinkan diterapkan di Indonesia sehingga para penyidik kejaksaan di berbagai daerah perlu diarahkan agar berorientasi pada pengembalian kerugian negara dalam setiap penanganan berkas perkara," ujarnya.

        Menurut Amari, pendekatan restorative dalam penanganan perkara korupsi itu sudah dimasukkan dalam rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kita Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru.

        KUHP dan KUHAP produk Indonesia itu sedang dalam proses penggodokan namun diperkirakan akan rampung dalam waktu yang tidak lama lagi.

        "Ke depan, setiap penanganan perkara tindak pidana korupsi wajib menghasilkan pengembalian kerugian negara sehingga para penyidik dituntut untuk mampu mengemas berkas perkara yang dapat menghasilkan efek jera sekaligus pemasukan negara yang bersumber dari pengembalian kerugian negara," ujarnya.

        Selain itu, tambah Amari, hasil akhir dari suatu proses penegakkan hukum terhadap kasus tindak pidana korupsi yakni kesadaran hukum semua kalangan.

        "Diharapkan masyarakat pun semakin memahami aturan hukum termasuk yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, sehingga kesadaran hukum ada di berbagai kesempatan," ujarnya. (*)